❝Kami akan selalu bertemu lagi bahkan sampai selamanya.❞
"Ehh, stop! Kalian berdiri di sana!"
Araya terkejut melihat Wendy menunjuk tangannya yang saling menggenggam dengan Dheazka. Hari yang ia nantikan telah tiba, kembali ke Indonesia.
Dheazka pun sama terkejutnya. Bahkan ia terlihat tidak terima ketika calon mertuanya itu memisahkannya dengan Araya.
"Nah, kamu bisa pulang, Zo. Biar Araya bersamaku. Haish, kalian tidak tahu di sini kami para orang tua sibuk menyiapkan pernikahan kalian. Jadi, sesuai peraturan di keluarga kami, kelian tidak boleh bertemu sebelum hari pernikahan. Setuju, hm?"
"Pernikahan?!" Dheazka dan Araya saling menatap tidak percaya. Keduanya bersorak dan berpelukan mengabaikan Wendy yang berbicara panjang lebar.
"Eh, sudah-sudah! Cukup ya pelukannya, Araya sini kamu! Enzo, Gita sudah menunggumu di mobil. Sana pergilah!" Wendy mengusir dengan halus lelaki itu.
Araya terlihat tidak rela, ia memberenggut kepada mamanya. "Ma, tapi kan kami--"
"Apa? Kalian hanya tidak akan bertemu selama satu minggu, setelahnya kalian bisa bebas saling menatap."
Ia menurut ketika Wendy mengajaknya ke butik terlebih dahulu untuk mencoba gaun yang sudah disiapkan. Bahkan, setelah berpisah delapan tahun, lalu beberapa bulan, kini orang tua menambahinya tujuh hari.
"Oh iya, ngomong-ngomong, kalian tidak berbuat macam-macam kan selama dua bulan bersama?"
Araya mendengus. "Tidak."
"Halah kamu ini, jangan berpura-pura ya, Mama tahu sebenarnya." Wendy terkikik membuatnya memejamkan mata.
Begitu sampai di bandara beberapa menit lalu, Wendy langsung memisahkannya dari Dheazka. Tentu waktu itu Araya sangat terkejut. Apalagi ia tidak tahu dengan jelas bagaimana detail pernikahan mereka.
Begitu menginjakkan kaki di lobby, Araya terperanjat melihat satu keluarganya berada di sana. Ada Jennifer dan Reiga, Liz dan suaminya, lalu Raymond dan neneknya. Ada juga John, sang Papa.
Araya memeluk mereka satu persatu. Ia terlalu rindu hingga menangis ketika mendengar mereka juga merindukannya, merindukan kepulangannya.
"Hei, calon pengantin harus bahagia dan tidak boleh menangis," tutur Jennifer menghapus air matanya. Araya menggeleng dan berjalan memasuki butik yang semula adalah milik Wendy kini sepenuhnya berada di kuasanya.
"Vee, tunjukkan gaun itu kepada Araya," pinta Wendy kepada wanita tinggi yang sejak tadi berdiri seperti manekin.
Araya terpukau melihat gaun berwarna putih itu tengah di bawakan untuknya. Ia tidak percaya secepat ini ia mengenakan gaun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOVE I WANT ✓
Ficção GeralTHE LOVE I WANT || TAMAT || PART LENGKAP ✓ --- ❝Cinta yang aku inginkan, aku hanya menemukannya di dalam dirimu. Dan cinta yang kamu berikan menjadi cinta yang aku butuhkan selama ini. Tidak ada satupun orang yang mampu membuatku tertawa dan menangi...