"Enzo, aku tahu siapa wanita yang di foto itu. Wanita yang telah menyuruh orang untuk mencelakai Araya beberapa pekan lalu," ucap Mia dengan lembut di samping telinga Dheazka.
"Siapa?"
"Namanya Jennifer Olivia. Dia ... aku akan memberitahumu setelah kamu menyetujui kalau pertunangan kita dipercepat lagi." Mia menangkup rahang Dheazka, memajukan wajahnya hendak mencium Dheazka. Tapi laki-laki itu segera memalingkan wajahnya.
"Oke. Siapa Jennifer itu?"
"Kakak angkat Araya," bisik Mia, Dheazka membulatkan mata tak percaya. Bagaimana bisa seorang kakak tega mencelakai adiknya?
Beruntung waktu itu ia sedang membolos pelajaran dan tak sengaja menemukan Araya yang terlihat tidak nyaman. Jadi, ia mengikutinya.
"Pertunangan kita dipercepat. Aku yang tentukan tanggal dan tempatnya," lanjut Mia mengingatkan Dheazka.
"Kapan?"
"Dua minggu lagi di taman belakang rumah."
Saat itu juga Dheazka ingin membenamkan dirinya di lautan agar ia bisa melupakan segalanya. Termasuk janjinya untuk bertunangan dengan Mia.
Laki-laki itu memijat pelipisnya. Ia bingung dengan dirinya sendiri. Sejak dulu ia tak pernah benar mengambil keputusan. Dan sekarang, ia sudah terlanjur mengiyakan ucapan Mia dua hari lalu.
"Mami tahu kamu pasti bertanya-tanya kenapa Lisa melakukan itu kan? Kamu terkejut? Mami juga. Padahal, sebenarnya Mami juga tidak menginginkannya. Tapi ... kita tidak akan bisa di sini kalau tidak ada keluarga mereka, Zo." Dheazka merasakan tangan Maminya mengelus kepalanya. Ia memejamkan matanya.
"Apa semua itu bisa diganti kembali dengan uang? Aku bisa memintanya kepada Papi," ucap Dheazka frustasi.
"Tidak semudah yang kamu ucapkan, pihak Papimu bahkan tidak menyetujui pertunanganmu. Mereka tidak mungkin memberikan uang sebanyak itu. Apalagi ... jumlah uang itu sangat banyak, Mami tidak yakin dengan itu."
Wanita setengah baya itu menunduk. Ia mengusap air matanya.
"Mami sadar ini semua kesalahan Mami. Andai saja waktu itu Mami tidak melakukan kesalahan, pasti semuanya baik-baik saja. Ini semua salah Mami, maafkan Mami Enzo." Irene menangis saat itu juga.
Bagaimanapun, Dheazka sangat tidak tega melihat perempuan menangis, apalagi wanita ini adalah Ibunya, wanita yang sudah melahirkannya.
"Jangan katakan itu lagi, Mi. Enzo nggak papa. Mami nggak usah nangis lagi, ya?" Kedua tangan itu terulur menghapus air mata Irene. Dheazka memeluk Maminya saat itu juga.
"Kamu anak yang baik, Zo." Irene membalas pelukan putranya itu.
"Hanya sebatas itu yang Mami tahu. Nggak sebaik itu, Mi," balas Dheazka dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOVE I WANT ✓
Ficción GeneralTHE LOVE I WANT || TAMAT || PART LENGKAP ✓ --- ❝Cinta yang aku inginkan, aku hanya menemukannya di dalam dirimu. Dan cinta yang kamu berikan menjadi cinta yang aku butuhkan selama ini. Tidak ada satupun orang yang mampu membuatku tertawa dan menangi...