PART 4

13.7K 1.2K 25
                                    

Mei bergegas bergerak cepat, kaki kecilnya melangkah maju menyusuri koridor rumah sakit. Pulang kerja tadi Mei langsung ke sini, niatnya ingin menjenguk Kai yang sedang dirawat di rumah sakit. Ya, meski begini-begini Mei kan masih punya rasa simpati.

Tadi di detik-detik terakhir akhirnya satpam datang membuka paksa pintu lift. Kai yang masih setengah pingsan segera dibawa ke rumah sakit. Sementara Mei? Tidak ada, Mei tidak kemana-mana. Ia hanya melanjutkan pekerjaan cleaning servisnya.

Mei berseru riang, akhirnya ia menemukan ruangan Kai. Namun, saat ingin masuk, seorang wanita cantik mendadak keluar dari pintu ruangan. Seketika saat berpapasan dengan Mei, wanita cantik itu menatap Mei tajam.

Mei tersenyum canggung. "Sore Buk!" sapa Mei ramah.

Wanita cantik yang kerap kali disapa Bu Sofi itu mengangguk anggun. Tatapan matanya masih tajam. Sebagai seorang sekretaris perusahaan, wanita usia dua puluh empat tahun itu sangat berwibawa tinggi.

"Ada perlu apa kamu ke sini?" Akhirnya Bu Sofi mengeluarkan suara.

"Eh? Saya mau jenguk--"

Drtttt

Handphone Bu Sofi mendadak bergetar, membuat ucapan Mei terpotong seketika. Tanpa memperdulikan Mei, Bu Sofi bergegas pergi dari ruangan tersebut, mengabaikan Mei yang masih termangu di depan pintu. Mei mengendikkan bahu,   berlalu masuk ke dalam ruangan.

Ruangan bercat putih itu lenggang, bau obat-obatan menusuk indra penciuman. Mei melangkah masuk. 

"Pak Kai, Mei datang!"

"Iya Mei tau kok, Pak Kai nggak bakal jawab sapaan Mei. Oh iya, btw Mei bawa bubur ayam lho pak. Nanti jangan lupa di makan ya." Mei meletakkan bubur ayam yang sedari tadi ia tenteng ke atas nakas.

"Udah ah, Mei mau pulang, dadah Pak Kai. Cepet sehat, biar Pak Kai bisa ngomelin Mei lagi." Mei balik kanan, namun saat itu pula langkahnya terasa tercekat.

Melirik ke belakang, Mei mendapati Kai yang mencegat lengannya. WHAT? PAK KAI SUDAH SIUMAN?!

Mei tertawa kikuk, gadis itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Heheh, sejak kapan Pak Kai siuman? Eh apa perlu Mei panggilin dokter?"

"Nggak perlu! Asal kamu tau saya udah siuman sejak kamu berdiri di depan pintu."

Mampus! Batin Mei.

"Ah, ucapan mei yang tadi nggak usah dimasukin ke dalam hati ya, itu soalnya Mei cuma bercanda heheh," ujar Mei, berusaha sesantai mungkin.

"Kalo saya mau masukin ke hati gimana?"

"Nggak usah Pak, masukin ke paru-paru aja."

Kai menautkan alis. "Biar apa?"

"Biar jadi separuh napasku, eh nggak-nggak! Mei becanda doang sih, hehe."

Kai tersenyum, Mei terkesiap melihatnya. Itu senyuman pertama Kai yang Mei lihat. Lihat itu garis bibir ranumnya yang melengkung, ah menawan sekali.

"Ciee ... Pak Kai senyum-senyum. Kenapa Pak? "

Kai yang tersadar langsung memasang muka datar.

Mei berdecih, "segitu mahalnya ya senyum Pak Kai? Bahkan kalo dihitung Bapak tadi senyum nggak sampe semenitan deh."

Kai berdehem, menatap Mei tajam. Mei menggaruk tengkuk kikuk.

"Heheh, becanda kok Pak! Masa iya tegang banget kaya kerah baju anak sd hehe ..."

Lenggang. Kai hanya diam. Matanya masih menatap tajam. Mei perlahan merasakan aura canggung. Sumpah! Demi apapun Mei sangat membenci situasi ini.

"Eh, itu ada bubur ayam lho Pak. Pak Kai mau nggak?"

"Nggak!" tolak Kai.

"Eh? Kalo buah mau?"

"Nggak!" tolak Kai lagi.

"Terus maunya apa dong?"

"Saya mau kamu ..." Kai menarik lengan Mei. Sementara satu tangannya yang lain menarik sudut bibir gadis itu.

*****

Next?

Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang