Pukul tujuh malam, Mei menyiapkan makan malam. Perempuan itu sudah pulang sejak tadi siang. Kini sekarang menyiapkan makan malam untuk suaminya juga ayah mertuanya.
Erik yang baru saja lewat melintasi meja makan menatap takjub.
"Wuihh makanannya banyak banget, keliatannya enak-enak. Aduh Papa jadi laper," komentar Erik sambil memegangi perutnya.
"Iya Pa, kita makan bareng yuk!" ajak Mei.
Bertepatan dengan kalimat Mei itu sebuah suara manja kembali terdengar.
"Sayang!"
Mei menoleh ke arah suara. Terlihat di sana, seorang pria dengan tas kerjanya tengah berlari-lari kecil ke arahnya.
Sampai di dekat Mei, pria itu langsung memeluk. Seperti kebiasaannya, suka sekali memeluk dari belakang, serta merebahkan dagunya ke atas perpotongan leher Mei.
"Udah, lepas pelukannya. Mending sekarang kita makan malem," ajak Mei.
Sejenak Kai tidak mau menurut. Namun saat matanya baru saja melihat makanan dengan bau enak terhidang di meja. Pria itu langsung mengangguk setuju.
"Nah gitu dong," kata Mei.
"Gimana tadi kerjaan kamu?" tanya Erik yang sejak tadi telah mengambil makanannya sendiri dan duduk di meja makan itu.
Kai menatap Papanya sekilas. "Ya, biasa aja sih Pa. Tapi besok kayaknya Kai harus cari sekretaris dan manajer ketenagakerjaan yang baru."
Dahi Erik mengernyit. "Memangnya Sofi dan Alex?"
"Mereka berdua mengundurkan diri," jelas Kai.
"Kok bisa?" Mei yang duduk di sebelah Kai ikutan bertanya.
Kai mengedikkan bahunya. "Nggak tau sayang, tiba-tiba aja mereka mengundurkan diri."
"Ini nggak ada kaitannya sama masalah pribadi kan?" selidik Mei.
Kai menatap istrinya serius. "Nggak ada sayang."
"Yaudah kamu cari pengganti sekretaris yang lama besok," pinta Erik.
"Siap Pa."
Teringat sesuatu, Kai beralih menatap ke arah istrinya, "Eh iya, kamu tadi pulang ke rumah jam berapa?"
"Siang sih," jawab Mei.
"Pulang ke rumah naik apa?" selidik Kai.
"Ojek."
"APA?"
Mei mengernyitkan heran. "Eh, kenapa?"
"Kamu nggak boleh naik ojek!" larang Kai.
"E-emang kenapa, sih?"
"Ya gak boleh, nanti kamu dibonceng sama laki-laki lain."
Mei mendengus, hanya karna itu? Suaminya kelewatan posesif sekali.
"Kalo naik angkot?" Mei bertanya pada Kai.
"Naik angkot? Kamu nggak tau seberapa jorok dan seberapa bahayanya naik angkot?!" Kai lagi-lagi melarang Mei naik angkot.
Mei menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Kalo naik bis boleh?"
"Apalagi! Ya nggak boleh lah," larang Kai.
"Lah terus naik apa dong?"
"Biar aku yang jemput!"
"Tapi kan kamu kerja."
"Nggak apa-apa keluar sebentar."
"Eh, tapi besok aku pulangnya malem sih," ujar Mei.
Dahi Kai mulai mengerut. "Kok malem?"
"Soalnya ngajarnya sore. Jadwalnya udah diubah," jelas Mei.
Kai mengangguk-angguk. "Oke, berarti kita bisa pulang bareng dong besok. Aku yang jemput!"
Mei menghela napasnya. "Iya sayang!"
Pria tua yang sedang makan lahan di depan mereka itu cuma bisa mendengus. Ingin melakukan hal seperti itu, tapi dengan siapa? Erik menatap kedua pasangan baru itu dengan tatapan mengkal.
*****
Ruangan kerja Kai diketuk perlahan, Kai mendengus kasar. Ia sungguh tak habis pikir, setelah puluhan calon sekretaris yang ia interview, nyaris tidak ada seorang pun calon pelamar yang cocok dengan tipe sekretaris yang ia inginkan.
"Masuk," seru Kai dari ruang kerjanya.
Ia tidak tahu bagaimana rupa sekretaris yang akan ia wawancarai selanjutnya. Ya, semoga saja, calon pelamar kali ini sesuai dengan apa yang ia harapkan.
Seorang wanita perlahan masuk. Pakaiannya rapi, dengan rok span hitam selutut, memakai atasan blus putih serta setelan jas kerja warna hitam. Kombinasi monokrom yang membuat penampilannya sangat menarik.
Wanita itu berjalan begitu anggun. Ketukan langkah sepatu heels hitam ber-hak tinggi yang ia pakai terdengar beraturan. Wanita itu segera saja duduk di kursi interview. Tanpa disuruh wanita itu mulai mengeluarkan suara.
"Hello sir, I am the next applicant. I want to be part of this company because I know this company has a good image in the public eye."
***halo pak, saya adalah pelamar berikutnya. Saya ingin menjadi bagian dari perusahaan ini karna saya tau perusahaan ini punya citra baik di mata publik.
"You need to know, I have been preparing for this interview for a long time. My strength is that I can communicate well, I can also speak several foreign languages."
***perlu bapak ketahui, saya sudah mempersiapkan wawancara ini sejak lama. Kelebihan saya adalah saya bisa berkomunikasi dengan baik, saya juga bisa berbicara dalam beberapa bahasa asing.
"Previously I was a former from a large company, some of my productive performance and achievements, you can check the files that I brought."
***sebelumnya saya adalah mantan dari perusahaan besar, beberapa kinerja produktif serta prestasi saya bisa bapak cek di berkas yang saya bawa.
Setelah mengatakan itu, wanita tersebut tersenyum ke arah Kai. Wajah mulus dengan rambut hitamnya yang tergerai membuatnya terlihat seperti wanita yang menarik.
Kai terdiam sejenak saat melihat wanita itu. Bukan, bukan karna bahasa inggrisnya. Melainkan karna wanita itu adalah ...
"Viona?"
*****
Sudah cukup malam, dan Mei masih menunggu sang suami untuk menjemputnya. Perempuan itu tidak mau naik bus, naik ojek, atau bahkan naik angkot lagi. Ia takut suaminya akan marah lagi jika ia kukuh melakukan hal itu.
Mei memandang jalanan sekitar, sudah cukup lama. Jujur saja, ia bahkan belum membuat makan malam. Mei khawatir, ia tidak bisa menyiapkan segalanya dengan baik.
Sebuah ide terlintas di kepala Mei. Bagaimana kalau ia saja yang menyusul suaminya di kantor? Ya, bukankah jarak perusahaan Kai tidak jauh dari sini. Mei mengembangkan senyumnya, mulai berjalan ke arah kantor perusahaan suaminya.
"Tunggu dulu," seru seseorang dari arah belakang.
Mei mencari sumber suara. Di sana, di belakangnya, Mei melihat seorang pria memanggilnya. Dia Marcel, ayah Mily.
"Eh, Pak. Iya ada apa?"
Bukannya menjawab, Marcel justru balik bertanya.
"Kamu pulang sendirian? Jalan kaki?"
Mei tertawa sedikit canggung. "Iya, tapi sekarang saya sedang berjalan ke arah kantor suami saya."
"Apa nggak sebaiknya kamu saya antar saja?"
"Eh, nggak usah nanti ngerepotin. Lagian kantornya nggak jauh kok dari sini," alibi Mei, padahal perempuan itu cuma takut jika suaminya akan ngambek lagi kalau ia diantar pulang oleh orang lain.
Marcel ber-oh ria mendengarnya. "Gimana kalo saya temenin ke sana?"
"Eh, nggak usah Pak, kantor suami saya udah deket kok, itu dia ..." kalimat Mei terputus saat tiba-tiba melihat mobil suaminya. Dan mengejutkannya mobil itu dimasuki oleh seorang wanita.
Viona?
******
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
Aktuelle LiteraturKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...