PART 42

5.2K 401 6
                                    

Muka Kai tertekuk sebal. Kali ini ia tidak bisa benar-benar mengandalkan sekretaris barunya. Huh ... seharusnya waktu makan siang ini bisa digunakan untuk istirahat. Ya, alih-alih istirahat ia justru harus menceramahi Viona terlebih dahulu.

"Punya masalah apa kamu? Saya lihat tadi kamu kurang fokus. Kamu tau kan klien kita yang tadi itu adalah presenter terkenal.  Kalo dia tertarik dengan kita, seenggaknya keuntungan yang kita dapat kita bisa promosi besar-besaran," cibir Kai, membuat Viona yang mendengarnya langsung menunduk dalam.

"Kamu tau nggak? Tadi itu kamu kelihatan kurang sopan sama klien, kamu juga banyak salah ucap, kebanyakan nanya sesuatu yang nggak penting dan justru menyinggung masalah pribadi si klien," gerutu Kai. Ia kecewa dengan hasil meeting dengan klien-nya tadi.

"Maaf Pak." Viona menunduk penuh sesal.

"Kesalahan kamu itu cukup fatal. Saya harap kedepannya  kamu bisa memperbaiki kesalahan kamu," peringat Kai.

Setelah Kai mengucapkan kalimat tersebut, tidak ada lagi respon dari Viona. Hanya kepalanya yang semakin menunduk dalam dengan posisi pundak yang tampak turun naik.

"Viona? Kamu dengar saya?" tegur Kai.

Bias suara tangis kemudian terdengar sekilas. Kai mengernyitkan dahi.

"Viona?"

"Kamu nangis?" tanya Kai lagi, namun tetap saja tak ada jawaban dari perempuan itu.

"Kamu nangis, cuma karna kalimat saya barusan?"

Perlahan Viona mendongakkan kepalanya, menatap manik mata Kai dengan tatapan terluka. Kedua mata wanita itu tampak berkaca.  Lantas tak lama mulutnya terisak. Hingga benar-benar kembali menumpahkan air mata. 

Kedua alis Kai bertaut, ia tidak mengerti dengan Viona. "Apa masalahnya? Saya cuma memperingati kamu. Supaya pekerjaan kamu tidak lagi mengecewakan," ujar Kai.

Viona menghela napasnya. Apa rasanya jika satu-satunya orang yang peduli padamu kecewa? Rasanya ... menyedihkan. Begitulah yang dirasakan Viona.

"Pak Kai, saya minta maaf. Saya benar-benar nggak fokus. Terlalu banyak pikiran," parau Viona, perempuan itu mengusap kedua pipinya yang sempat basah oleh air mata.

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Kai.

Dengan tatapan penuh luka itu Viona akhirnya berkata jujur, "Mama koma ... Papa masuk penjara ..."

Tatapan Viona kosong seketika saat menyebut kalimat itu.

"Saya yakin kamu kuat, terus berjuang!" ujar Kai.

Viona menatap Kai, dia ... dia satu-satunya orang yang memberikan semangat. Cuma KAI!

Kenapa dengan sekian juta orang di muka Bumi ini harus Kai? Kenapa orang yang memberikan semangat adalah orang yang dulu pernah ia tinggalkan.

Menyesal? Sangat! Memangnya ke mana orang yang dulunya pernah dekat dengannya? Sialan! Mereka semua pergi! Pergi tanpa pamit, berlaku seolah tak tau apa-apa.

Sorot mata Viona yang layu kini menatap Kai intens. Tatapan matanya hanya menyiratkan satu hal. Ia tidak mau pria itu pergi meninggalkannya.

"Viona?" panggil Kai setelah beberapa detik diam.

Mendengar suara Kai, Viona jadi tersenyum. Garis lengkung bibir Viona melebar. Perlahan tangannya bergerak menghapus  bercak-bercak air mata di pipinya.

"K-kamu ap--"

"Jangan pernah pergi!" sela Viona memotong ucapan Kai. Lalu tanpa izin wanita itu memeluk pria dihadapannya dengan erat.

*****

Perempuan dengan blus biru tua itu berjalan lemah. Ada sesuatu yang hilang darinya ... kini muka riang itu hilang.

Mei menghela napasnya, jadwal hariannya kini mengajar biola. Mei memasuki gerbang rumah Mily, mencoba tersenyum, melupakan kejadian di koridor tadi.

Semoga saja kejadian itu hanya ketidaksengajaan.

Masuk ke dalam rumah megah itu, Mei justru mendengar suara gaduh. Tampak seperti suara guci pecah, lalu suara teriakan-teriakan makian yang tak enak untuk didengar.

Mei mempercepat langkahnya. Namun, tak lama langkahnya mendadak berhenti.

Perempuan itu memaku.

Meneguk salivanya susah payah saat melihat situasi tidak menyenangkan ini. Pecahan beling berserakan dimana-mana, retakan guci menghambur di lantai ruangan.

Sesaat Mei melirik gadis kecil itu. Gadis kecil yang kini berjongkok sambil memeluk lututnya di pojokan ruangan. Gadis itu, Mily--gadis yang kini tengah menenggelemkan wajahnya di atas lutut.

Tak jauh di dekat Mily, dua orang dewasa itu tampak bertengkar hebat. Alih-alih melarang anaknya bertengkar dengan temannya, kedua orang tua itu justru saling bertengkar antar sesamanya. Dia ... adalah kedua orang tua Mily. Marcel dan Sari.

"Dasar perempuan nggak tau diri! Urus semua pekerjaan kantor kamu! Jangan pernah kembali ke rumah!"

"Jaga omongan kamu Marcel! Dasar suami tukang numpang! Kamu tau nggak? Selama ini aku yang jadi tulang  punggung. Sementara kamu? Huh ... kamu cuma santai-santai doang di rumah."

"Sialan! Apa yang barusan kamu bilang? Sebaiknya tarik ucapan kamu! Kamu itu cuma ibu sekaligus istri yang nggak bertanggung jawab sama anak dan suaminya!"

"Kamu yang lebih nggak bertanggung jawab! Kamu ingat? Siapa yang selama ini kerja? Siapa tulang punggung di rumah ini?"

BRAK!

PRANGG!

Sekilas Mei mendengarnya, perempuan itu menatap miris. Ia tidak bisa ikut campur, jangankan meredam pertengkaran, mendekati dua orang yang tengah bertengkar itu saja ia tidak berani. Lagi pula pun ia bukan siapa-siapa. Siapa ia yang tiba-tiba saja ikut mencampuri urusan orang lain? Berlagak sebagai penengah, padahal ia sendiri tidak tahu apa masalahnya.

Tak menunggu lama, Mei segera menghampiri Mily. Menarik tangan kecil gadis kecil itu. Membawanya pergi dari situasi tak nyaman ini.

Sekilas, Mily melirik si-empu yang menarik tangannya. Dia ternyata si kakak baik hati itu.

Setelah cukup jauh dari situasi tak nyaman itu, Mei menghentikan langkahnya. Mei menatap Mily. Tak perlu dijelaskan lagi, mata dan hidung gadis kecil itu terlihat merah.

Mei menghapus air mata yang mengalir di kedua sudut mata Mily. Lalu perlahan memeluk gadis kecil rapuh tersebut. Memeluknya dengan hangat.

Memberikan semangat, membisikkan kata "baik-baik saja" pada Mily. Meski sebenarnya ia sendiri sedang tidak baik-baik saja.

*****

Tbc ...
Hai kawan!
Makasih udah baca cerita ini
Makasih juga udah komen di part sebelumnya.

Jujur sih, gue nulis ni cerita pas hujan, agak dag-dig-dug karna ada petir.

Dahlah

Jangan lupa vote + koment ya kawan :)

Semoga harimu menyenangkan:)

Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang