"Kenapa aku harus sama dia Pa?"
"Karna ..." Erik berpikir sejenak. "Karna dia mirip Mama kamu," tutur Erik.
Kai melotot. Bagaimana bisa gadis seperti Mei itu mirip Mama?
"Mirip Mama dari mananya Pa?" tanya Kai tak habis pikir.
Sekilas Erik melirik Mei. "Dia pinter main biola kan?"
"Lho, Pak Erik kok tau saya bisa main biola?" tanya Mei penasaran.
Erik menyeringai. "Bahkan saya juga tau siapa tuhan mu."
"Allah," jawab Mei.
Kai mendengus. "Pa, jangan plagiat dialog Dilan kenapa sih?"
Erik terkekeh sejenak. "Oke cukup! Mari kita bahas acara wedding klien kita!" Erik mulai serius, pria itu menatap Kai dan Mei bergantian.
"Masalah dekorasi dan catering saya serahkan ke kalian berdua." Erik menujuk Kai dan Mei.
"Sedangkan saya dan Sofi akan urus masalah sewa lokasi dan pakaian pernikahan," lanjut Erik.
Seketika Mei dan Kai saling lirik.
******
Jika saja bukan orang tua, Kai ingin mengutuk Papanya yang sudah menyuruh seenaknya. Kenapa harus dengan Mei? Apa kata Papanya tadi? Papa memilih Mei untuk mengurus masalah dekorasi dan catering, hanya karna Mei mirip Mama? Tidak masuk akal!
"Pak Kai, desain dekorasinya gimana?"
Kai mengedikkan bahu, malas menanggapi pertanyaan Mei.
"Gimana kalo meja dan kursi tamu undangan didominasi warna coklat aja, terus nanti diatas mejanya dikasih lilin aroma terapi, biar ada suasana-suasana alamnya gitu," usul Mei.
Sebagai balasan Kai melirik Mei, gadis itu sedang fokus menulis hal-hal yang diperlukan saat wedding.
"Nah, terus kita bisa gantung lampu-lampu kecil, atau bunga-bunga plastik di atas meja dan kursinya," ujar Mei kembali.
Kai masih manatap Mei, menatap betapa imutnya tangan kecil gadis itu menggerak-gerakkan jarinya untuk menulis.
"Pelaminannya di desain estetik Pak, misalnya kita bisa bikin kursi yang di hias alang-alang kering, atau bunga kering."
Masih sama, kali ini Kai menatap wajah riang itu yang sedang fokus-fokusnya menulis.
"Pak Kai dari tadi diem mulu sih?" Mei melotot ke arah Kai.
Kai terbelalak, padahal kan tadi ia sedang asik-asiknya memandang wajah Mei. Aduh tidak! Memang sih, ia kan memang memandang wajah Mei. Tapi kan ... ah kenapa ia jadi begini?
"Dahlah, sekarang kita harus cari meja sama kursi buat pernikahan yang warnanya didominasi coklat!" Mei beranjak berdiri.
"Eh kita mau cari ke mana?" tanya Kai mengikuti langkah mungil Mei.
"Kita mau cari kursi sama meja di ruangan dekorasi. Kira-kira ada nggak ya meja sama kursi yang warnanya coklat?"
"NGGAK ADAA!"
Mei berbalik menatap Kai, "beneran nggak ada?"
Kai menggeleng.
"Oo kalo gitu kita sewa meja sama kursi di tempat lain aja," usul Mei.
Hal yang membuat Kai sontak terkejut selanjutnya adalah karna Mei mengajak Kai mencari sewaan kursi dan meja itu menggunakan motor. Motor? Kai kan tidak terbiasa naik motor.
"Eh kenapa kita naik motor?"
"Biar cepet Pak, kalo naik mobil entar macet."
"Tapi ..." belom selesai Kai berkata, Mei sudah duluan menarik tangan Kai untuk naik motor vespa hitam itu--vespa yang barusan ia pinjam dari Mbak Asti.
"Udah Pak, naik aja jangan takut, biar Mei yang bonceng." Mei memakaikan helm ke kepala Kai.
Kai kini duduk kikuk di belakang Mei, ya mau bagaimana lagi ia tidak bisa naik motor sih. Mei mulai menghidupkan mesin motor, tak berselang lama motor tersebut akhirnya melesat meninggalkan kantor perusahaan.
"Eh kamu bawa motor jangan kebut-kebutan kenapa sih?"
"Kita harus cepet Pak."
"Tapi saya takut."
Sebagai balasan Mei justru memacu motornya dua kali lebih cepat. Hingga tak lama kemudian motor tersebut berhenti mendadak tepat di depan sebuah bangunan putih, sontak Kai terpental sedikit ke depan. Tangannya yang refleks memegang pinggang Mei cepat-cepat ia jauhkan.
"Nah, kita bisa sewa meja sama kursi di sini Pak," ujar Mei berjalan memasuki gedung putih tersebut, Kai mengikuti langkah Mei.
Sesampainya di sana Mei dengan segera menemukan pemilik gedung tersebut. Menjelaskan maksud kedatangannya. Namun, wanita pemilik gedung itu mengatakan jika tidak ada lagi meja dan kursi yang dapat disewa, Mei mengeluh kecewa.
"Serius Mbak, nggak ada lagi meja sama kursi yang bisa disewa?"
Wanita pemilik gedung itu menggeleng.
"Masa iya nggak ada sih?" tanya Mei tak percaya.
Sebagai jawaban wanita pemilik gedung itu membalas, "iya, nggak ada. Tipe meja dan kursi yang pengen kamu pesen itu udah duluan disewa orang."
"Please mbak, kita perlu banget meja sama kursinya," mohon Mei.
Wanita itu tetap menggeleng, pertanda tidak ada lagi meja dan kursi yang tersisa.
"Mbak kalo mbak kasih sewaan kursi dan meja itu ke saya entar mbak saya kasih hadiah," tawar Mei tidak kehabisan akal.
Wanita pemilik gedung itu mengernyit. Sedangkan Mei tersenyum seraya meyikut lengan Kai. "Hadiahnya nanti mbak bisa foto sama Pak Kai lho."
Wanita itu melirik sejenak, tadi ia tidak sempat melihat jelas pria yang berada di sebelah Mei. Sedetik, wanita itu terpesona, berbisik kagum saat melihat pria tampan di sebelah Mei.
"Oke bisa saya urus," balas wanita itu yang membuat Mei langsung girang.
*****
"Heh, kamu jangan seenaknya menjadikan saya bahan penawaran!" ujar Kai dengan raut muka masam saat motor yang dikendarai Mei barusan meninggalkan gedung putih tersebut.
"Pak Kai jangan marah dong Pak, gimana mau jadi CEO kalo kerjaannya marah-marah mulu," balas Mei terkekeh.
Kai mendengus. Mukanya semakin cemberut.
"Kalo Pak Kai marah, langitnya jadi mendung lho Pak," ujar Mei sembari menunjuk langit mendung yang menyelimuti kota.
Benar saja, tak berselang lama langit mendung itu berubah menjadi rintik-rintik. Rintik-rintik hujan itu runtuh membasahi satu kota. Mei kegirangan saat rintik-rintik itu mengenai wajahnya.
"Heh, kamu jangan main-main! Hujannya makin lebat lho." Tanpa disengaja Kai yang kini super cemas itu mencengkram pinggang Mei erat.
Tak memperdulikan Kai, Mei justru mempercepat motornya. Sesekali menengadahkan wajah ke langit, membiarkan rintik hujan itu membasahi seluruh wajahnya.
"Aduh ini hujannya makin lebat lho!"
"Biarin Pak, dari hujan kita belajar agar nggak ngeluh meski berjuta kali jatuh."
Meski sedikit kesal, Kai tersenyum. Satu hal yang ia suka dari Mei karna Mei selalu bisa membuatnya mengerti. Mei, si gadis aneh yang bahkan bisa membuatnya berbohong jika meja warna coklat itu sebenar ada di ruangan dekorasi.
*****
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
Ficción GeneralKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...