Dingin, Bogor masih basah oleh hujan. Sudah biasa hujan seperti ini, namun yang tidak biasa adalah gadis yang kini sedang loncat, jungkir balik di tengah derasnya hujan itu.
Kai berdecak, tak habis pikir dengan kelakuan Mei. Apa yang dilakukan gadis itu? Tadi gadis itu berhenti mendadak di dekat taman. Kai mengikutinya, dan setelah tahu arahnya ke mana, Kai semakin berdecak.
Lihatlah sekarang, kini Mei sedang menari tak jelas di atas rerumputan basah. Membiarkan tubuhnya kuyup akan rintik hujan yang makin deras. Kai mendengus, bagaimana ia bisa menghentikan kelakuan gadis aneh ini?
"Pak, ngapain berdiri disitu? Ayo ikutan main hujan!" ajak Mei yang kini sedang berlari-lari riang di tengah guyuran hujan.
Kai menarik napas dalam, mencoba bersabar dengan kelakuan Mei.
"Heh, kamu! Jangan main hujan! Hujannya makin deras," omel Kai yang sama sekali tak ditanggapi oleh Mei.
"Pak Kai sini main hujan!"
"NGGAK!"
"Ayo Pak, jangan pengecut!"
Kai menarik napas dalam, bersiap meneriaki Mei. "CUKUP! KAMU MAU SAYA PECAT!"
Dan seketika suara Kai yang menggelegar itu membuat Mei menghentikan 'tarian hujannya'. Sontak melirik pria berjas hitam yang kini sedang berteduh di bawah pohon palem.
Mei menepuk dahinya, ia selalu terbawa suasana jika hujan begini, ah bagaimana ini? Apa yang harus ia katakan pada Kai?
"Kamu mau saya pecat! Bisa-bisanya kamu pergi ninggalin saya di tengah hujan deras begini!" omel Kai dengan mata melotot.
Mei mendekat ke arah pohon palem, tempat Kai berada. "Maaf Pak, saya kebiasaan kalo hujan suka kayak gini."
Kai menghembuskan napas, lantas dalam satu kali gerakan pria itu melepaskan jas hitamnya. Memakaikan jas hitam tersebut ke pundak sempit Mei.
"Eh Pak?"
Kai tak lagi mendengarkan Mei. Kali ini pria yang hanya dibalut kemeja putih itu mencengkram tangan Mei. Membawa gadis itu pergi dari taman kota.
Entah mendapat keberanian dari mana, saat itu pula Kai mengendarai vespa hitam yang tadinya ditinggalkan Mei di depan taman. Membawa Mei pergi dari derasnya hujan yang mengguyur kota.
*****
Mei mengernyit saat vespa hitam itu diarahkan Kai menuju kanan perempatan Plaza Jambu Dua. Lantas tak lama kemudian langsung menuju ke arah Pasar Anyar. Ke mana Kai membawanya?
Pertanyaan itu pun terjawab saat Kai memarkirkan vespa hitam tersebut di parkiran pasar. Lalu tak lama mengarahkan Mei ke sebuah gerai mie ayam bernama "Mie Ayam Baso Apollo."
Mei memasang wajah bahagia, tentu saja. Mie ayam ini adalah mie ayam kesukaannya. Mie ayam yang selalu ia beli saat malam gajian.
"Pak Kai lagi gajian? Mau traktir saya mie ayam ya?" tanya Mei polos.
Kai mendengus. "Diam kamu, jangan bikin saya malu kenapa sih?"
"Ya maaf Pak."
Singkat saja, Kai akhirnya memesan dua porsi Mie Ayam Baso Apollo. Mei tersenyum sambil bertepuk tangan girang saat mie ayam itu sampai ke mejanya. Kai menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan tingkah Mei.
"Pak Kai, ini makanan kesukaan meii," ujar Mei yang langsung menyantap mie ayam miliknya.
"Jangan ngomong pas lagi makan!" tegur Kai.
"Ya maap Pak, tapi Mei suka banget sama mie ini. Pak Kai kok tau Mei suka mie ayam baso apollo?" tanya Mei dengan mulut penuh mie.
"Kamu bisa nggak sih, nggak usah ke geer-an! Semua orang kan juga tau sama mie ayam ini."
"Yeuh! Sensi banget sih Pak!"
"Saya bukan bapak kamu!" balas Kai tajam.
Mei mendengus, memilih memperhatikan suasana pasar yang kini tampak damai. Ya, karna situasinya hujan, jadinya Pasar Anyar kelihatan sepi. Namun meski sedikit sepi, kegiatan jual-beli dan tawar-menawar yang didominasi percakapan logat sunda itu masih terus berjalan.
Sembari menikmati mie ayam, Mei menelisik sekitar, melihat beberapa karyawan gerai mie ayam yang nampak sibuk melayani pengujung, melihat asap kuah bakso yang tampak mengepul dari atas panci raksasa.
Melihat kesibukan disekitarnya Mei jadi punya ide cemerlang.
Mei refleks memukul meja. "Pak, Mei punya ide! Gimana kalo masalah catering kita pake menu mie ayam baso apollo aja?"
Mata Kai membulat, pria itu juga jadi ikutan memukul meja. "Setuju! Terus gimana kalo menu kuenya pake jajanan kaki lima aja."
"Setuju! Btw kue ape enak lho Pak!" ujar Mei.
"Carabikang juga enak!" ujar Kai tak mau kalah.
"Tapi enakan combro lah!"
"Enakan juga misro!"
"Comro!"
"Misro!"
"Comro!"
"Roti unyil!" balas Mei.
"Bolu lapis sangkuriang!" balas Kai.
"Cie ... Pak Kai pecinta kuliner Bogor ya?"
"Kalo iya kenapa?"
"Nggak papa, soalnya Mei juga."
Akhirnya keduanya tertawa renyah. Ya, boleh jadi kali ini mereka satu frekuensi jika membahas masalah kuliner. Meski suka berdebat soal makanan mana yang paling enak.
*****
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
Aktuelle LiteraturKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...