"Mbak Viona? Makan dulu yuk?"
"Mbak?"
"Mbak Viona?"
Tak ada sahutan dari dalam. Meski Mei sudah memanggil Viona dan mengetuk pintu kamarnya berkali-kali. Apa yang terjadi di dalam sana? Mei khawatir jika telah terjadi sesuatu pada Viona.
Tok! Tok! Tok!
Lagi-lagi Mei mengetuk pintu kamar Viona. Namun, meski ketukan pintu itu sudah Mei rasa cukup kuat, si-empu yang berada di dalam itu tampaknya tak juga keluar.
Mei tak punya cara lain. Meski ini tidak sopan, Mei harus tetap melakukannya. Iya, masuk ke dalam kamar Viona tanpa izin. Mei harus melihat keadaan Viona terlebih dahulu.
Krek!
Engsel pintu kamar terdengar berderik, Mei segera masuk ke dalam kamar yang ternyata tidak di kunci itu.
Dengan langkah patah-patah Mei masuk ke dalam kamar Viona. Tak ada siapa pun di sana. Mei menatap sekelilingnya, susana kamar ini sepi juga sedikit suram karna lampu kamarnya tidak dinyalakan.
Berniat ingin menyalahkan lampu, Mei justru dibuat kaget saat kakinya tak sengaja menginjak sebuah cairan kental. Eh ... Mei mengernyitkan hidung saat mencium cairan kental itu. Baunya sedikit anyir. Seperti semacam ... darah.
Darah? Mei segera membelalakkan matanya. Apa yang telah terjadi dengan Viona? Dengan secepat kilat Mei menghampiri panel lampu, lalu dengan segera menyalahkannya, membuat ruangan kamar seketika menjadi terang.
Benar saja, Mei sekarang bisa menatap dengan jelas cairan kental yang tadinya ia pijak. Benar itu darah, cairan merah itu rupanya mengalir dari balik tirai jendela yang menjuntai panjang hingga ke lantai kamar.
"Mbak Viona?" Mei memanggil Viona, bersamaan dengan kakinya yang melangkah perlahan ke arah tirai jendela berwarna kuning keemasan tersebut.
Sampai di dekatnya, dengan secepat kilat Mei menarik tirai jendelanya.
Dan di sanalah Mei melihat pemandangan mengerikan itu. Mulut Mei ternganga histeris saat matanya melihat Viona menggores-goreskan ujung pisau ke sekujur anggota tubuhnya.
Darah-darah segar mengalir deras di sepanjang tangan, pelipis, lutut serta tubuh luar lainnya. Viona dengan senyum gilanya tampak begitu semangat menggoreskan ujung pisau ke anggota badan terluarnya.
"M-mbak Viona?" Mulut Mei terbata saat memanggil wanita itu. Matanya seketika memanas, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis.
"BERHENTI MBAK VIONA!" Mei membentak wanita itu, membuat Viona yang sedang asyik-asyiknya melakukan kegiatannya jadi terhenti sejenak.
"Jangan gini ya, Mei tau Mbak Viona lagi sedih. Tapi jangan nyakitin badan Mbak sendiri," pujuk Mei lembut, perempuan itu berjongkok menatap Viona.
Viona diam sejenak, senyum gila di bibirnya tiba-tiba hilang. Ia tiba-tiba merasa marah.
"TAU APA KAMU SOAL KESEDIHAN? KAMU NGGAK TAU YA KALO KAMU ADALAH SUMBER DARI KESEDIHAN AKU!" jerit Viona membuat Mei spontan terkejut.
Mei memaku. "Ma-maksudnya?" tanya Mei tak mengerti.
Viona menatap Mei dengan tatapan penuh lukanya. Mata Viona berkaca-kaca, mulutnya mulai terisak. Tak lama Viona berbisik parau, "kenapa kamu harus muncul di kehidupan Kai? Kenapa kamu harus ada? Kenapa kamu ambil Kai dari aku?"
Air mata Viona mengucur deras saat melontarkan kalimat itu di hadapan Mei. Viona menatap Mei dengan tatapan tajamnya.
"AKU MASIH CINTA SAMA KAI! AKU MASIH BUTUH DIA ... DIA SATU-SATUNYA ORANG YANG MASIH AKU PUNYA ... TAP ... TAPI KENAPA KAMU HARUS REBUT DIA?!" bentak Viona kasar.
Batin Mei teriris saat mendengar pernyataan itu keluar langsung dari mulut Viona. Ia tak sanggup lagi untuk menahan air matanya. Mei meringis saat melihat Viona mulai berdiri tegak di depannya.
Viona mendorong tubuh Mei ke belakang. "Kamu itu egois ... kamu merebut kebahagian seseorang demi diri kamu sendiri ... KAMU PEREMPUAN JAHAT!"
"Apa salah Mei Mbak? Mei cuma ... Mei cuma ingin ... hiks ..."
Kalimat Mei terpotong saat Viona tiba-tiba mendorong kasar tubuh Mei kebelakang. Spontan saja Mei tersungkur jatuh di lantai. Kepalanya tanpa sengaja menghantam kerasnya lantai marmer.
Mei merasakan pakaian bagian belakangnya basah, bau anyir seketika menguar dari sana. Lewat matanya yang berkunang-kunang itu Mei tau jika pakaiannya baru saja mengenai darah bekas Viona yang berceceran di lantai, membuat pakaiannya kotor oleh bercak-bercak darah.
Tak sampai disitu, Viona kali ini melangkah maju. Kakinya tertatih menghampiri Mei yang tersungkur di lantai. Viona dengan seringai iblisnya, mengacungkan pisau berlumuran darah yang tadinya ia pakai untuk bersenang-senang ke arah Mei.
"KAMU HARUS MATI! AKU NGGAK MAU KAI SAMA KAMU! AKU NGGAK RELAAAA!" teriak Viona mencak-mencak.
Jantung Mei berdetak begitu cepat, ia takut. Dengan posisi masih terduduk, Mei mencoba untuk mundur menjauhi Viona.
"M-mbak, sadar mbak ... sadar ... jangan kaya gini. Hiks ..."
Wajah Mei sudah basah oleh air mata. Ia menatap nyeri saat Viona semakin dekat ke arahnya. Terlebih pisau ditangan Viona tampak berkilat-kilat tertimpa oleh cahaya lampu ruangan.
"Mbak ... sadar mbak ..."
Mei tak bisa lari lagi. Sial, saat tubuhnya ingin mundur, posisi punggungnya justru sudah duluan mengenai sudut dinding kamar. Mei terpojok di sudut ruangan. Ia tak bisa lari dari Viona.
"Kamu jahat ... seharusnya waktu itu aku masih bisa sama Kai ... seharusnya kamu nggak dateng di kehidupan Kai! Kenapa kamu seenaknya masuk kehidupan Kai? Kenapa?! Padahal aku masih butuh diaaa ..." lirih Viona dengan suara paraunya.
Mei menatap mata Viona yang menyorot benci. Ia harus apa? Haruskah ia menyerah di situasi ini?
Mei menggeleng. Ia tidak boleh menyerah! Sama sekali tidak boleh.
Hingga saat itu pula sebuah suara hangat tiba-tiba saja datang membuat kekacauan di dalam kamar itu seketika berhenti.
"Sayang? Kamu di mana?"
Suara langkah kaki terdengar mengarah ke depan pintu kamar Viona yang terbuka.
"S-sayang?"
Kai datang. Laki-laki itu berdiri di depan kamar Viona yang kebetulan terbuka.
Laki-laki itu menatap tak mengerti.
Mengetahui hal itu, Viona segera saja menjatuhkan dirinya dengan sengaja ke lantai. Pisau yang ia pegang dengan sengajanya dilemparkan ke arah Mei.
"I-ini kenapa?" perlahan kaki Kai masuk ke dalam kamar. Ia menatap Viona yang terbaring lemas di sisi lantai.
Kai segera saja panik. "Eh, ini kenapa?" Kai melirik ke arah Mei.
Mei hanya diam, perasaanya tercampur aduk. Perempuan itu menatap kosong.
Mulut Kai ternganga saat melihat sebuah pisau berlumuran darah berada di dekat Mei.
"K-kamu?" Kai menatap istrinya horor.
*****
Tbc ...
Gw tau meski ceritanya alay tapi gue usahain up cepet.Jadi sekarang gw mo nanyak. Kalian tim sad ending apa happy ending?
Koment!
Vote!
Follow!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
General FictionKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...