PART 40

5.7K 407 2
                                    

Kai dan Mei saling diam, malam ini  suasana di dalam kamar jadi sedikit suram. Aura-aura menyeramkan masih melekat di tubuh Kai. Mei menghela napasnya, hanya bisa duduk di pojokan tempat tidur sambil menatap miris.

Kai yang juga duduk di seberang tempat tidur mengusap dahinya. Ah, menyebalkan! Sudah tiga puluh menit, dan keduanya belum sama-sama bicara. Tidak ada yang mau bicara duluan.

Mei memilih merebahkan diri, tidur di balik selimut dengan posisi membelakangi Kai. Kai yang melihat itu mendengus. Kenapa istrinya tidak bicara? Apa istrinya masih marah? Kai mencengkram tangannya. Ia ingin minta maaf, tapi untuk bicara duluan itu rasanya sulit. Kai menghela napasnya, ikut membaringkan diri di atas kasur, dengan posisi membelakangi Mei.

Keduanya sama-sama tidur dengan posisi saling membelakangi. Ah! Sebenarnya Kai sama sekali tidak bisa tidur.  Mana pelukan yang biasa ia lakukan? Kai mengeluh tertahan, ia tidak bisa tidur tanpa memeluk istrinya.

Sementara Mei, perempuan itu berkali-kali  mendengus gelisah. Ia khawatir suaminya masih marah. Mata perempuan itu tak bisa terpejam, sibuk memikirkan bagaimana caranya minta maaf ke Kai?

Hingga perlahan kedua suami-istri itu akhirnya tertidur pulas.

Tanpa bicara satu sama lain.

*****

Sarapan pagi ini tidak seperti biasanya, saling sunyi. Tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Kai dan Mei. Tidak biasanya hal ini terjadi. 

Lihat saja Kai dan Mei, keduanya duduk di meja makan dengan posisi yang saling berseberangan. Masing-masing saling menatap tajam, tanpa bicara sepatah katapun. Ya, memang dari semalam keduanya saling diam, tidak ada yang mau bicara duluan.

Sementara itu, Erik yang duduk di kursi tengah meja makan hanya bisa mendengus geli. Ia jadi teringat kenangan bersama istrinya dulu. Bertengkar kecil seperti ini memang wajar bagi pasangan suami--istri yang masih baru.

"Eh, Papa pengen kasih tau kalian sesuatu," kata Erik tiba-tiba, membuat pandangan Mei dan Kai sesaat teralihkan.

"Besok Papa mau berangkat ke Australia. Udah cukup lama Papa nggak ke sana, Papa pengen ketemu teman Papa," ujar Erik.

"Kok mendadak?" ucap Kai dan Mei bersamaan.

Seketika Kai dan Mei saling tatap. Menyadari keduanya sedang bertengkar. Kai dan Mei akhirnya membuang muka.

"Papa yakin ke sana? Berapa lama?" tanya Kai.

"Kemungkinan dua minggu, tapi nggak tau juga sih, ya seberapa Papa pengen pulang aja."

"Papa ngapain di sana?" tanya Kai lagi.

"Ya liburan lah, meski Papa nggak ngapa-ngapain, tapi Papa kan juga butuh liburan."

"Serius cuma liburan?" selidik Mei.

"Iya, sekaligus mau reunian sama temen-temen lama Papa yang ada di sana."

"Jaga kesehatan ya Pa," ucap Mei mengingatkan.

"Oke!"

Sarapan pagi ditutup dengan pembicaraan mengenai Australia. Kai akhirnya berangkat ke kantor. Berangkat dengan muka datarnya, tanpa berbicara dengan Mei barang sedetik pun.

Mei yang melihat hal itu hanya bisa terdiam kaku menatapnya. Jujur, ia cemburu saat suaminya mengantarkan Viona tadi malam, terlebih saat suaminya meminjamkan Viona pakaian yang merupakan miliknya. Ia ingin minta maaf duluan, tapi rasa cemburunya membuatnya hanya bisa diam seperti ini.

*****

Malam, pukul setengah tujuh.

Seharusnya Kai sudah pulang sejak tadi. Tapi karna seharian ini ia tidak bisa fokus, ia jadi pulang sedikit terlambat. Jujur, dari tadi pagi pikiran Kai terus saja tertuju pada satu perempuan mutlak miliknya. MEI!

Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang