"So sweet!"
"Romantis banget!"
Komentar orang-orang di sekitar restoran tersebut membuat Kai akhirnya tersadar. Segera pria itu menjauhkan bibirnya dari bibir Mei.
Sialan! Jika boleh Mei ingin sekali mengutuk Kai yang sangaaat tidak peka sekali. Huh, bagaimana ini? Ia jadi ingin memakai helm seumur hidup.
"Aku mau pulang," ucap Viona tiba-tiba. Radit, sontak melirik Viona penuh tanda tanya.
Viona mendengus, mengabaikan Radit yang bertanya bingung. Sambil menatap mengkal, Viona dengan kesalnya pergi dari restoran elit tersebut.
"Viona kamu kenapa?" Radit menyusul Viona yang sudah duluan pergi.
Mengabaikan Viona, Kai beralih menatap Mei sambil tersenyum. Tersenyum berterima kasih, karna berhasil membuat Viona kesal. Namun, apalah daya Mei yang mukanya merah menunduk dalam.
"Pak saya mau kasih tau satu hal," bisik Mei pelan.
"Apa?" tanya Kai penasaran.
Mei membisikkan sesuatu tersebut ke telinga Kai. Sesuatu yang membuat Mei ingin memakai helm seumur hidup. Sekejap, setelah mendengar ucapan Mei, Kai langsung membelalakan mata.
"Serius?" tanya Kai dengan muka merah padam.
Mei mengangguk, tangan kanannya meraih tisu lantas mengelap sudut bibir Kai yang dipenuhi noda saos.
*****
Pagi datang menarik malam. Kesibukan kantor kembali bermula. Untungnya hari ini cerah, tidak seperti biasanya yang sering hujan. Namun, meski cuaca hari ini cerah hati Kai saat ini sedang tidak cerah. Entah kenapa?
Bukan masalah besar. Sebenarnya Kai hanya tidak suka saat melihat Mei dan Alex berjalan beriringan. Tapi ... ah kenapa pula ia terlalu memikirkannya.
Uh, satu lagi bagaimana dengan kejadian semalam? Kai terlalu malu untuk bertemu Mei. Eh, tapi untuk apa ia menemui Mei? Kenapa ia harus malu? Itu kan cuma ketidaksengajaan.
Sial! Semua ini membuat kepalanya pusing.
"Pagi Pak Kai!"
Suara riang itu membuat Kai terbelalak, ia sungguh tidak mengira Mei yang tadinya ia lihat dari sudut koridor kini telah berada di hadapannya. Gadis riang ini, kenapa ia selalu santai? Tidakkah ia ingat kejadian semalam?
Dan uhhh, si menyebalkan Alex juga berada di hadapannya. Ya, lebih tepatnya di sebelah Mei. Kai mendengus tidak berniat sama sekali menjawab sapaan Mei.
"Pak Kai?" panggil Mei sekali lagi.
Kai membuang muka, tidak membalas ucapan Mei sama sekali. Kakinya perlahan berjalan pergi meninggalkan Mei dan Alex. Mei menatap bingung.
"Mungkin Kai lagi sibuk Mei," timpal Alex.
Mei ber-oh pelan, lantas kembali melanjutkan langkah.
"Eh iya kita jadi sarapan bareng kan?" tanya Alex pada Mei.
"Iya jadi kok."
Sayup-sayup, obrolan antara Mei dan Alex terdengar oleh Kai yang sedang bersembunyi di balik tembok koridor. Entahlah, Kai juga tidak tahu mengapa ia melakukan hal ini. Ia sungguh seperti pecundang sekarang.
"Oh iya, nanti setelah selesai sarapan ada yang pengen saya omongin ke kamu."
"Emang Pak Alex mau ngomong apa?"
"Sesuatu yang penting."
Kai yang menguping dari balik dinding koridor menautkan alis. Apanya yang penting? Apa jangan-jangan ini soal perasa--
Sebelum berpikir lebih jauh, Kai langsung menyusul langkah Mei.
Mei tercekat, merasakan tangannya ditahan oleh seseorang. Mei melihat ke belakang, tampak seorang Kai tengah menahan tangannya.
"Pak Kai?"
"Ada yang perlu saya bicarakan dengan kamu."
"Hah? Apa?"
"Pokoknya penting." Kai menarik lengan Mei.
"Mohon maaf, saya sama Mei sebelumnya juga ingin membicarakan hal penting," ucap Alex menahan tangan Mei.
Mei mendadak kikuk. Kepalanya penuh oleh beragam tanda tanya. Hal penting apa? Apa ini mengenai kinerjanya yang akhir-akhir ini buruk. Apa ia akan dipecat?
Kai berdecak, "Alex, tolong lepaskan tangan Mei! Saya harus bicara hal penting!"
"Tidak! Saya juga ingin membicarakan hal penting dengan Mei!"
"Tapi hal yang ingin saya bicarakan jauh lebih penting!"
Dua tangan Mei ditarik-tarik. Kai dan Alex sama sekali tak mau mengalah. Mei jadi bingung sendiri. Apa yang harus ia lakukan?
"Haduh, jangan tarik-tarik tangan Mei dong!" keluh Mei yang mulai kesal saat tangannya ditarik-tarik.
Hingga pada akhirnya tarikan tersebut dilepaskan oleh Alex, yang sialnya membuat Mei terlontar ke arah Kai.
Tidak! Kali ini Mei tidak jatuh dalam pelukan Kai, atau terlibat dalam adegan romantis telenovela. Justru ...
Kai yang terjatuh dan Mei yang menahan punggung Kai.
Aishh dunia telah berubah!
Kai spontan berdiri saat sadar Mei yang menahan punggungnya. Alex yang melihatnya balas mendengus sembari menggelengkan kepala.
Canggung! Suasana di dekat koridor kantor itu kini canggung. Meski ini pagi, belum banyak karyawan kantor yang datang. Mei mendengus, kenapa ia harus bertemu dengan situasi canggung seperti ini?
Sebelum Alex menarik tangan Mei lagi, Kai dengan segera menarik tangan Mei, kukuh membawa Mei pergi dari hadapan Alex yang menyebalkan.
"Eh Pak, ini mau kemana?"
Seperti biasa, Kai tidak akan menjawab. Ia hanya menarik tangan Mei, membawa gadis itu entah kemana. Ya, pokoknya ia tidak mau ada Alex di dekatnya.
Alex bersungut-sungut, beberapa kali merutuki nasibnya yang buruk. Tak lama, pria itu kemudian beringsut pergi dari koridor.
"Bapak mau bawa Mei kemana?"
Kai memberhentikan langkah, menatap Mei intens. Uh sial! Apa yang telah ia lakukan? Kenapa ia membawa Mei pergi? Aisshh batinnya bergemuruh, sebenarnya Kai hanya tidak suka saat Mei berjalan beriringan bersama Alex. Tapi kenapa ia harus melakukan ini?
"Pak?"
"Pak Kai?"
"Eh s-saya mau m-minta tolong sama kamu." Kai sedikit terbata.
"Minta tolong apa?"
"Hmm ... sebentar lagi Viona kan ulang tahun, saya mau kamu bantuin saya beli hadi--"
PLAK!
Belum sempat Kai menjelaskan maksudnya, kini seorang wanita yang ia bicarakan datang. Datang menghampiri Mei dan Kai. Datang untuk menampar Mei.
*****
Tbc ...
Flat sekali ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
General FictionKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...