"Saya bangga sama kalian berdua, kalian udah bikin klien kita puas." Erik menepuk bahu Kai dan Mei bergantian.
Mei dan Kai saling tatap, refleks keduanya tersenyum simpul saat Erik memuji.
Acara pernikahan itu baru saja usai. Resepsi berjalan lancar, pengantin beserta tamu undangannya nampak sangat puas. Erik berkali-kali tersenyum penuh penghargaan kepada Kai dan Mei.
"Kai dan Mei, kalian berdua keliatan serasi, kapan kalian bikin resepsi pernikahan kalian sendiri?"
Kai melotot, apa-apaan ini? Apa maksud Papanya coba?
"Pa ... maaf tapi aku sama Mei itu ..."
Ucapan Kai terputus saat Erik tiba-tiba mendekatkan jari telunjuknya ke bibir Kai.
"Sstt ... Papa nggak mau tau. Pokoknya kalian berdua itu keliatan cocok dan ..." Erik tidak melanjutkan kalimatnya.
"Dan apa Pak Erik?" tanya Mei penasaran.
"DAN SAYA UDAH NGGAK TAHAN BUAT NIKAHIN KALIAN! SAYA NGGAK MAU TAU, KALIAN BERDUA HARUS NIKAH SECEPATNYA!"
Mei menelan ludah. Kai melotot melihat Papanya bicara begitu.
"Maaf Pa? Papa kenapa?"
Erik melirik Kai. "Kamu harus segera menikah!"
*****
Ini hari Senin, hari ini cerah tidak semendung biasanya yang kerap kali hujan. Namun, meski hari ini cerah, hati Kai sedang tidak cerah. Kenapa? Karna gadis riang itu belum juga datang. Entah kenapa pula, hatinya jadi gusar."Heh, kamu liat Mei?" tanya Kai pada seorang karyawan wanita yang sedang berjalan di koridor kantor.
Karyawan wanita itu menggeleng. Kai balas mendengus. Entah kenapa pula ia jadi sedikit gusar saat gadis riang itu belum menampakkan batang hidungnya.
"Kamu liat Mei?"
Lagi-lagi karyawan wanita yang ditanyai Kai menggeleng.
"Heh, sebentar. Kamu liat Mei?" tanya Kai pada Mbak Asti yang barusan melewati koridor.
"Mei? Mei hari ini nggak masuk kerja Pak. Dia sakit," tutur Mbak Asti yang membuat Kai membelalakkan mata.
"APA? MEI SAKIT??"
"I-ya Mei lagi dema--."
"Kasih tau saya alamat rumah Mei sekarang!" Kai memotong kalimat Mbak Asti.
Mbak Asti mengangguk, memberikan alamat rumah Mei.
*****
Tidak butuh waktu lama, mobil Kai akhirnya sampai di depan sebuah rumah kecil, tempat di mana Mei tinggal. Namun, pria itu terlambat. Ya, si menyebalkan Alex sudah duluan datang di depan rumah Mei.
"Kalo kamu sakit kenapa nggak bilang? Kenapa nggak telfon saya?" tanya Alex ketika Kai baru saja keluar dari mobilnya.
"Eh Pak, saya nggak papa kok, orang cuman demam dikit doang," jawab Mei.
"Kamu harus ikut saya ke rumah sakit!"
"Ngapain Pak? Kan Mei nggak kenapa-kenapa?"
"Ikut saya!" Alex mencengkram lengan gadis itu.
Entah punya kontak batin apa, Kai seketika datang dan melepaskan cengkraman tangan Alex yang mencengkram lengan Mei.
"Pak Kai?"
Kai menautkan alis. "Kalian berdua ngapain di sini?"
"Saya harus bawa Mei ke rumah sakit," ujar Alex.
Mei sontak menggeleng.
"Jangan paksa Mei, kalau dia tidak mau!"
"Tapi dia sakit," balas Alex.
Kai menarik tangan Alex, membawanya agak jauh dari Mei.
"Sejak kapan kamu punya rasa peduli sama Mei?" selidik Kai.
Alex terkekeh. "Sejak saya jatuh cinta sama Mei!" tegas Alex.
Kai membelalakkan mata. Apa dia tidak salah dengar? Tidak! Tidak mungkin kan.
"Saya nggak akan mengizinkan kamu jatuh cinta sama Mei!" tancap Kai.
Alex tersenyum remeh. "Why? Jatuh cinta itu butuh izin?"
Kai terdiam, ia tidak menjawab pertanyaan Alex. Kembali menemui Mei yang berdiri bingung di depan rumahnya.
Menarik lengan Mei, lantas Kai membawa gadis itu ke hadapan Alex. "Kamu butuh izin untuk menyukai Mei karna ..." Kai menjeda kalimatnya.
Mei yang tidak mengerti apapun mengernyitkan dahi. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?
"Karna apa?" tanya Alex.
"Karna saya juga suka sama Mei," ujar Kai terang-terangan.
****
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
General FictionKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...