"PAK JANGAN!" teriak Mei, namun tak dihiraukan oleh Alex.
Alex menyeringai, tangannya membuka satu persatu kancing baju Mei.
Bulir-bulir air mata menetes membasahi pipinya. Mei mengepalkan tangannya, lantas tak lama ...
PLAK!
Satu tamparan melayang di wajah Alex, wajah pria itu merah. Terasa kebas.
Mei berlari, mencoba untuk lepas dari ruangan itu. Namun, sebelum itu terjadi tangan Alex lebih dulu menarik pakaian Mei. Sangking kuatnya tarikan tersebut pakaian Mei robek. Dan hal itu membuat Alex semakin senang.
Alex mendekati Mei, satu tangannya menarik dagu gadis itu, lantas tangannya yang lain mengusap lembut bibir Mei.
Alex semakin mendekat, memangkas jarak dirinya dengan Mei. Semakin dekat hingga ...
Bugh!
Entah ada angin apa Alex mendadak terpental. Dan entah ada keajaiban apa pria bermuka datar itu tiba-tiba bisa ada dalam ruangan ini. Mei melirik si-empu yang mendaratkan bogem mentah ke wajah Alex. Ternyata dia ... dia adalah pria yang dengan kehadirannya Mei merasa aman.
Tak sampai disitu, Alex benar-benar dihajar habis-habisan. Mei berteriak tertahan saat Alex tiba-tiba di beri bogem mentah berkali-kali. Laki-laki itu tersungkur di lantai, tak sempat membalas bogem mentah dari pria lawannya.
Wajah Alex babak belur, pelipis pria itu mengeluarkan banyak darah segar. Tampaknya kemarahan dari pria lawannya itu tak cukup sampai disana.
Kali ini Alex dihadiahi tendangan beruntun. Berkali-kali, hingga Mei berteriak menyuruh berhenti perkelahian tersebut.
"Pak Kai cukup!"
Kai--pria itu menatap Mei dengan tatapan penuh sesak. Kemudian berjalan menghampiri Mei, mendekap bahu Mei erat-erat dengan kedua tangannya yang masih basah oleh darah segar. Kai tidak mau kehilangan gadis riangnya lagi. Tidak akan pernah.
"Maaf," ucap Kai penuh penyesalan. Tak sadar, satu bulir air mata menetes membasahi pipinya.
*****
Kai bersikeras mengantarkan Mei sampai ke depan rumahnya. Pria itu tidak membawa mobil, jadi mereka berdua memutuskan untuk naik bis malam itu.
Ya, meski Kai terus-terusan menjadi pusat perhatian sejak masuk ke dalam bis. Bagaimana tidak? Hoddie yang tadinya ia pakai diberikan untuk Mei, untuk melindungi tubuh gadisnya dari mata-mata jahat yang menatap genit. Jadilah Kai saat ini hanya memakai kaos oblong warna putih, dan itu terus terang membuat dada bidangnya tercetak, leher penuh urat itu jadi kelihatan, dan ehm ... perut kotak-kotak itu juga sedikit nampak.
Terutama kaum hawa menatap Kai dengan tatapan takjub binti terpesona. Tak sedikit perempuan-perempuan yang mengedipkan mata ke arah Kai. Namun, hal itu cepat-cepat terhentikan saat Kai mendadak merangkul pundak Mei. Menyiratkan jika ia sudah punya satu perempuan yang akan menjadi masa depannya.
"Mei kamu nggak apa-apa?" tanya Kai saat mereka berdua duduk bersebelahan di bangku bus nomor 3.
Pertanyaan bodoh, Kai mengutuk dirinya yang telah mengeluarkan pertanyaan itu. Mengapa ia harus menanyakan hal itu? Sudah jelas kan jika Mei sedang tidak baik-baik saja.
Namun, Mei memberi respon lain. Gadis itu justru tersenyum. "Mei senang, Pak Kai datang."
"Datang buat nyelamatin kamu?"
Mei mengangguk, sembari memberikan senyum manisnya.
"Tapi ..." Mei ragu meneruskan kalimatnya.
Kai mengerutkan dahi, "kenapa?"
Mei menatap mata Kai, "Mei masih takut."
Kai mengelus lembut rambut Mei, "takut itu sebenarnya keberanian yang tertunda."
"Teori dari mana coba?"
"Teori dari masa depannya kamu."
Mei melengos. "Pak Kai itu belajar gombal dari siapa sih?"
"Sebenarnya sih, otodidak."
Mei berdecak mendengar jawaban Kai.
"Eh, btw Pak Kai kok bisa ada di dalam ruangan itu?"
"Kamu kira saya akan membiarkan kamu dan Alex sialan itu jalan berduaan? Kamu kira saya mengizinkan kamu untuk pergi berdua malam-malam begini?" Kai mulai mengomel.
"Pak Kai ngikutin Mei ya?"
"Kalo iya gimana?"
"Ya gak gimana-gimana sih."
"Asal kamu tau saya ngikutin kamu sama si brengsek itu sejak tadi sore. Begitu juga ketika di clubbing, saya ikutin kamu sampai-sampai mengendap-endap masuk ke dalam ruangan itu."
"Kapan Pak Kai masuk ke ruangan itu?"
"Sebelum kamu dan si brengsek itu masuk."
Air muka Mei berubah, gadis itu nampak sedikit muram mengingat kejadian barusan.
"Maaf," ujar Mei penuh penyesalan.
Kai mendekap bahu Mei, "harusnya saya yang minta maaf. Maaf karna sudah membuat kamu sedih."
Menggeleng cepat-cepat. Mei menatap mata Kai. "Mei nggak sedih. Mei yang harusnya minta maaf. Maaf sudah membuat Pak Kai gagal jadi CEO."
Kai menggeleng. "Lebih baik gagal jadi CEO dari pada gagal jadi masa depan kamu,"
"Baper anjir!" Seru beberapa orang yang memperhatikan Mei dan Kai. Bis itu mendadak riuh oleh suara bisik-bisik para perempuan yang menatap Kai penuh kekaguman.
Kai mengabaikannya, pria itu justru mendekap bahu Mei lebih erat. Hingga satu tangannya meletakkan pelan kepala Mei ke atas pundaknya.
"Makasih calon masa depan," ujar Mei membuat Kai bagai terbang di langit ke tujuh.
*****
Tbc ...
Yehe ... akhirnya mereka berdua baikan gaes!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
Ficción GeneralKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...