PLAK!
"Viona, apa-apaan kamu?" Kai membentak Viona yang barusan menampar Mei.
"Heh, kamu tau kan kalau dia ini gadis murahan! Dia ini cuma orang suruhan kamu kan?"
"Maksud kamu apa?"
"Jangan sok goblok deh Kai, aku tau kalo dia itu cuman calon istri pura-pura kamu."
Kai terdiam seketika.
"Kamu itu niat banget sih bohongin aku?"
"Maaf Mbak Viona, tapi Pak Kai itu ngebohongin Mbak karna Pak Kai itu masih punya rasa sama Mbak Viona," sela Mei.
"Rasa? Terus gimana ceritanya tentang ciuman semalam? Kalian sungguhan ngebohongin aku?"
Mei menghela napas. "Iya kita berdua bohong Mbak, tapi dari kebohongan Pak Kai yang sunguh-sungguh itu masa Mbak nggak paham kalo Pak Kai itu masih sungguhan sayang sama Mbak?!"
"UDAHLAH KAMU NGGAK USAH IKUT CAMPUR URUSAN AKU!" bentak Viona marah.
"Maaf, saya sudah terlanjur jauh mencampuri masalah kalian, tapi saya nggak bisa diem begini aja."
Viona mendengus, "emangnya dengan sandiwara murahan itu aku masih mau gitu sama Kai? Ya jelas ENGGAK!"
"Sok banget sih, ngebohongin aku pake kalimat sok romantis yang bahkan dengernya aja bikin mau muntah," desis Viona seraya meletakkan tangannya ke depan dada.
"Dan kamu." Viona menunjuk Mei. "Kamu itu cuman perempuan murahan yang suka disuruh-suruh Kai, kamu perempuan jalang!"
"CUKUP VIONA! CEPAT PERGI DARI SINI!" Kai membentak Viona.
Viona balas membentak, "OKE! AKU PERGI!"
"Mbak jangan pergi ... kita bohong karna punya alasan," ujar Mei menahan langkah Viona.
"CUKUP! BIARKAN DIA PERGI!"
Mei melirik Kai, baru kali ini ia melihat pria itu berteriak sebegitu marahnya. Tampak rahang pria itu mengeras, tangannya mengepal erat, gigi bergemeletuk dengan urat-urat leher yang bertimbulan.
Kai benar-benar marah saat Viona mengatakan Mei adalah wanita jalang.
Viona tidak peduli, ia mengabaikan kemarahan Kai. Tidak perduli sama sekali terhadap cap merah yang barusan ia buat di pipi gadis itu. Biarkan saja, toh mereka berdua adalah brengsek.
Sementara itu, di balik dinding koridor, seorang wanita anggun menyeringai penuh kemenangan.
*****
Sejak kejadian itu, tidak ada lagi drama antara Kai dan Mei. Semua berjalan seperti biasa. Lebih membosankan.
Kai selalu termenung, tidak fokus dengan pekerjaan. Serta selalu menghindar saat berpapasan dengan Mei. Entah itu di tengah jalan, atau jika kebetulan masuk ke dalam lift yang sama.
Hingga dua minggu kemudian, CEO perusahaan alias ayah Kai yang sebelumnya punya urusan keluarga di Australia datang ke Indonesia.
Dan saat itulah Kai dimarahi habis-habisan.
Kini, ruangan rapat yang berisi tiga orang itu dipenuhi oleh seruan marah. Erik, CEO Sean Wedding Organizer--perusahan yang membantu merencanakan dan mengorganisir pesta pernikahan itu menatap anaknya marah.
"Kamu goblok ya Kai? Bisa-bisanya kamu pake uang perusahaan untuk iklan nggak guna itu. Berapa nominal yang kamu pake?"
"50 juta Pa," tutur Kai seraya menundukkan kepala.
Mata Erik melotot, "50 juta? Kamu serius? 50 juta untuk iklan di radio dan koran? Goblok kamu ya!"
"Tapi ini demi perusahaan wedding kita Pa."
"Papa nggak mau tau, kamu kira uang 50 juta itu sedikit? Nggak kan!"
"Iya, aku tau Pa, tapi ini kan demi perusahaan wedding kita."
"Tetep aja uang 50 juta itu mahal!"
Hening seketika, Sofi--sekretaris perusahaan itu juga diam.
"Papa pengen kamu undur diri dari manajer pemasaran," ujar Erik tiba-tiba.
Kai melotot, "hah? Jangan dong Pa."
"Eh, sebaiknya kita membicarakan lokasi pernikahan untuk klien kita dahulu Pak, masalah Manajer Penjualan bisa dibahas nanti-nanti," usul Sofi.
Erik mengangguk, pria paruh baya itu mengehembuskan napas perlahan. Mencoba memadamkan kemarahannya sekejap.
Sofi mulai menjelaskan, "Jadi untuk klien kita yang satu ini katanya dia minta lokasi pernikahannya dibikin outdoor, tapi meski begitu, dekorasinya harus dibikin mewah dan estetik. Masalahnya kita akan bikin lokasi pernikahan itu di mana?"
"Kenapa nggak di Djembar Venue?" usul Kai yang dihadiahi pelototan tajam dari Erik.
"Kamu gila ya! Biaya sewa tempat di sana bahkan lebih mahal dari harga paket pernikahan yang kita tawarkan."
Kai menggaruk tengkuk, tersenyum masam.
"Tapi kan tempatnya dekat Pa,"
"Nggak! Papa nggak setuju!"
"Kalo Resort Royal Tulip gimana?" Kali ini Sofi yang memberi usul.
"NGGAK! Di sana bahkan biaya sewanya lebih mahal ketimbang di Djembar Venue!"
Sayup-sayup perdebatan antara Erik, Kai, dan Sofi terdengar oleh Mei yang ingin mengantarkan air teh ke dalam ruang rapat tersebut.
"Permisi," ujar Mei sedikit ragu-ragu masuk ke dalam pintu.
Tiga orang di sana mengabaikan Mei. Kai tadi sempat melirik, meski cuma sedetik lalu kembali membuang muka. Tampak Kai, Erik, dan Sofi masih sibuk berbincang panjang, memilih-milih lokasi pernikahan yang cocok dan sesuai dengan klien.
"Kenapa lokasi pernikahannya nggak di Gunung Pancar aja?" ujar Mei refleks, sontak ketiga orang di ruangan rapat itu menatap Mei lamat-lamat. Aishh! Mei merutuk dalam hati, kenapa juga mulutnya harus ikutan bicara, bikin malu saja!
"Apa kamu bilang? Gunung Pancar?" tanya Erik.
Mei menunduk, "maaf Pak saya refleks, maafin saya Pak."
"Kamu tau biaya pernikahan di sana berapa?" tanya Erik dengan nada sedikit di tekankan.
"Maaf sekali lagi Pak, saya nggak berniat ikut campur. Maafin saya."
"Kamu sebaiknya pergi dari sini, jangan menganggu rapat!" sarkas Sofi, mengusir Mei.
Mei mengangguk, balik kanan bergegas pergi dari ruangan tersebut. Namun, Erik tiba-tiba mencegah.
"Tunggu, jangan pergi! Ngadain pesta pernikahan di Gunung Pancar itu ide yang bagus. Ya, kenapa saya baru kepikiran sekarang? Selain itu saya juga punya banyak kenalan di sana, wah terima kasih atas saran kamu." Erik tersenyum senang.
"Memangnya biaya sewa tempat di sana berapa?" tanya Sofi.
"Kamu jangan khawatir, saya punya banyak kenalan di sana."
"Baik kalau tempat sudah ditentukan, terus gimana dengan dekorasi dan catering?" Kali ini Kai yang bertanya.
Sekejap, Erik memandang Kai dan Mei bergantian. "Saya mau kalian berdua yang urus."
Dan dari sinilah drama kembali dimulai ...
*****
Tbc ...
Vote + koment
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
General FictionKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...