PART 20

8.4K 711 5
                                    

Cahaya matahari menerabas tirai jendela. Silau. Gadis yang masih memakai hoddie merah hati itu menggeliat, mulai membuka matanya. Perlahan, matanya terbuka. Lantas sejurus kemudian terkejut saat objek pertama yang ia lihat adalah seorang pria yang kini menjadi pacarnya. Dia--Kai, pria yang kini sedang menatapnya sambil tersenyum.

Mei membelalakkan mata, apa? Apa yang ia lakukan semalam?

Seperti dapat membaca pikiran Mei, Kai segera menjelaskan, "semalam kamu ketiduran, karna Papa terlalu lama keluar dari kamar saya. Maaf, saya nggak tega bangunin kamu, tapi jangan mikir yang aneh-aneh. Sumpah! Demi tuhan saya nggak ngapa-ngapain kamu!"

Apa ucapan Kai bisa dipercaya? Bagaimana pun kan ... arghhh bagaimana ia bisa tertidur tadi malam.

Mei menatap Kai penuh selidik, "gimana kalo Mei nggak percaya?"

"Sumpah! Saya nggak ngapa-ngapain kamu! Asal kamu tau, bahkan untuk menjaga kekhilafan, saya tidur di sofa." Kai menunjuk sofa yang terletak tak jauh dari tempat tidur. Ada selimut warna putih di atas sofa tersebut.

Muka Mei memerah, ia cukup bersyukur karna pacarnya tidak melakukan hal-hal yang aneh. Tapi ... mau bagaimana pun, hal ini membuatnya malu setengah mati.

 mau bagaimana pun, hal ini membuatnya malu setengah mati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mei mau pulang!"

"Oke, saya antar." tawar Kai.

"Gak usah Pak, Mei bisa naik ojek kok," tolak gadis itu sungkan.

"Saya bukan Bapak kamu jadi berhenti panggil saya dengan sebutan Bapak!"

"Kalo manggil Bapak kan sopan," balas Mei.

"Emangnya muka saya keliatan kayak bapak-bapak ya?"

"Ya ... nggak sih ... tap--"

"Kalo panggil saya sayang aja gimana?"

Mei melotot, Kai hanya balas tertawa.

"Oke, kalo kamu mau pulang saya antar sekarang. Kebetulan Papa lagi nggak di rumah, satpam juga paling jam segini masih tidur."

Mei menatap Kai sedikit canggung. Pertama, ia sedikit tidak terbiasa jika pria di hadapannya adalah pacarnya. Kedua, ia malu.

"Sebentar saya ganti baju dulu," ujar Kai mengarah ke lemari pakaian. Sejurus pria itu melepas kaos putih di tubuhnya, Mei menutup mata. Aduh, kenapa pria itu tidak tahu tempat sih?

"Aduh! Jangan ganti baju disitu, nggak malu apa diliatin?!"

"Nggak! Nih liat." Bukannya malu, Kai justru memamerkan abs miliknya ke hadapan Mei.

"Ih, dasar nggak tau malu!" Sambil menutup mata rapat-rapat gadis itu mengomel.

"Udah saya udah selesai ganti baju. Sekarang yuk kita pulang sayang."

Mei melotot dipanggil begitu.

*****

Pulang dari rumah Kai, Mei tidak tahu ingin melakukan apa. Ini hari Minggu, hari libur kerja. Karna tidak ada kegiatan gadis itu pergi mengunjungi kedua orang tuanya. Lebih tepatnya berziarah ke makam orang tuanya.

"Hai Ayah! Hai Bunda! Mei datang lagi nih ke tempat kalian berdua," sapa gadis itu pada dua nisan, makam keduan orang tuanya.

"Oh iya Mei ke sini mau ngasih tau sesuatu ke kalian berdua. Sebenarnya Mei agak malu sih bilangnya, tapi ..."

"Semalem Pak Kai bilang suka sama Mei, trus sekarang kita berdua pacaran. Aduh, Mei jadi malu bilangnya." Muka gadis itu bersemu.

"Pak Kai itu orangnya ngeselin, tapi kadang dia baik," lanjut Mei.

"Dan juga sangat tampan kan?"

Siapa yang bilang seperti itu? Suara itu? Mei segera membalikkan badan. Tampak seorang pria berkaca mata hitam sedang berdiri tegak di belakangnya.

Pria itu membuka kaca mata hitamnya, rambutnya sedikit bergoyang. Terperangah, Mei menutup mulutnya. Ternyata pria itu adalah pacarnya.

"Kok bisa di sini?" tanya Mei pada Kai.

"Ternyata kita punya nasib yang sama ya? Kita sama-sama nggak punya keluarga yang lengkap."

Mei menautkan alis. "Maksudnya?"

"Saya juga kehilangan Mama saya waktu kecil," kata Kai sendu.

"Mama pergi karna penyakitnya, kanker otak," lanjut Kai.

"Pak Kai ke sini mau ziarah juga ya?" tanya Mei.

Kai mengangguk, lantas menatap langit. Ia merindukan Mamanya. Merindukan alunan biola Mama, merindukan sikap riang Mama, merindukan semuanya. Tak sadar, satu bulir air mata meluncur di pipinya.

Bersusah payah menjijit, Mei segera menghapus bulir air mata tersebut. Kai tertawa melihat kelakuan Mei. Gadisnya pasti kesusahan menggapai pipinya.

"Oh iya, berarti kedua orang tua kamu sekarang jadi calon mertua saya dong?"

Mei tertawa, Kai ikut tertawa.

"Ayah mertua, saya izin jaga anaknya ya," ujar Kai pada dua nisan orang tua Mei.

"Makam Mama Pak Kai di mana?" tanya Mei.

"Di sana." Kai menunjuk salah satu nisan yang tak jauh darinya.

Dengan langkah riangnya gadis itu menghampiri makam tersebut. Kai mengikuti.

"Eh, manggil Mama Pak Kai pake sebutan apa?"

"Mama aja," sebut Kai.

"Oke." Angguk Mei.

"Mama mertua, Mei izin mecintai anaknya ya?"

Mendengar kalimat itu, entah bagaimana pula seperti ada ribuan kupu-kupu berterbangan di perutnya. Kai terduduk lemas di tanah, setengah hatinya dag-dig-dug tak karuan. Setengahnya pula berderit kegirangan mendengar kalimat Mei.

*****
Tbc ...
Chapter mana yang paling bikin baper?
Vote dan komen jangan lupa.

Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang