PART 52

5.4K 377 4
                                    

Tubuhnya mungkin sudah serupa mayat hidup. Tidak lagi anggun seperti dulu. Tak ada secercah harapan di matanya. Rambutnya acak-acakan, dengan wajah basah oleh air mata. Mungkin matanya sudah bengkak, karna ia tak berhenti-berhentinya menangis.

Viona duduk di pojokan kamar, tadi setelah Mei mengantarkannya ke kamar, Viona dengan segera menutup pintu kamar rapat-rapat. Tanpa sekalipun mendengar ucapan Mei yang mengkhawatirkan dirinya.

Sekejap Viona menghela napasnya. Saat-saat ini ia begitu rapuh. Pundaknya sudah tak tahan untuk tegak. Ia butuh seorang untuk bersandar. Sebentar saja ... meski sementara, ia teramat butuh ...

Viona lekas menghapus air mata yang mengucur deras di pipinya. Wanita itu berdiri tegak, meski kepalanya sedikit pusing, ia tetap memaksakan diri untuk keluar dari kamar.

Perlahan Viona keluar dari kamarnya. Kakinya berjalan terseok-seok menuruni anak tangga. Entahlah ... ia  sendiri juga tak tau kakinya akan mengarah ke mana.

Hingga  perlahan netranya menangkap kehadiran Kai.

Iya, Kai yang kini sedang berdiri tegap di hadapannya. Viona dengan segera menghampiri pria itu.

"Kai?" panggil Viona dengan suara lirihnya.

Kai yang menyadari keberadaan Viona segera meliriknya. Pria itu benar-benar terkejut saat tanpa izin darinya Viona dengan seenaknya menghambur masuk ke dalam pelukannya.

"K-kamu apa-apaan?" Kai tak habis pikir dengan tingkah lancang sekretarisnya.

"Maaf kalo aku bikin kamu nggak nyaman. Kumohon sebentar aja, aku butuh bahu untuk bersandar," lirih Viona.

"VIONA LEPAS!" bentak Kai merasa risih dengan pelukan dari wanita itu.

"J-jangan Kai ... sebentar aja aku butuh ... hiks ..." Viona mengeratkan pelukannya. Hal itu membuat Kai makin berang.

Juga membuat Mei yang sedang video call bersama Erik tiba-tiba menghentikan langkahnya. Mei, perempuan itu tak sengaja melihat Kai tengah berpelukan erat dengan Viona.

Mei menatap kedua orang itu dengan  wajah redupnya. Perlahan Mei memundurkan langkah. Segera meninggalkan kedua orang yang tengah  berpelukan itu. Ya, akan lebih baik jika ia menjauh.

******

"Biar posisi kamu enak, tangan kiri kamu harus kayak gini," ujar Mei memperagakan gerakan bermain biola kepada Mily.

Mily mengikuti gerakan Mei, antusias menyimak setiap ucapan gurunya itu.

Sementara di sudut ruangan. Sari dan Marcel--sepasang suami istri yang sudah berbaikan itu memandang anaknya sambil tersenyum. Ya, Sari dan Marcel sejak hari itu sudah berbaikan lagi.

"Nah, bener. Kalo kayak gini baru deh kamu bisa nyaman sama biola yang kamu pegang." ucap Mei lagi.

"Coba deh kamu mainin satu lagu yang udah Kakak ajarin kemarin," pinta Mei kepada Mily.

Mily mengangguk cepat, gadis kecil itu seketika menatap kedua orang tuannya yang sedari tadi melihatnya latihan biola. Mily tersenyum ke arah keduanya. Lalu tak lama, gadis kecil itu segera mengambil posisi bermain biola terbaiknya.

Mily memulainya ...

Gesekan biola pun mulai terdengar lembut merambat di sepanjang satu ruangan itu. Dengan usia sekecil ini tangan Mily bisa bergerak lincah menggesekkan dawai biola. Gadis itu lihai bermain biola. Mei telah mengajarnya dengan baik.

Sari tampak terharu melihat anaknya yang sudah bisa bermain biola secepat ini. Rasa bangga dan haru bercampur menjadi satu di dalam dadanya. Ya, ia sangat senang anaknya bisa bermain biola sehebat ini.

Marcel menyimak setiap penampilan Mily. Pria itu bertepuk tangan bangga pada anaknya. Memang sih, ia sudah sering melihat anaknya bermain biola. Tapi kali ini rasanya beda, tidak seperti biasanya. Ia bisa merasakan jika Mily sudah bangkit dari rasa sedihnya. Ia bisa merasakan jika kesedihan di mata anaknya telah luntur.

"Waahh Mily kamu semakin hari semakin jago main biolanya ya," puji Mei setelah satu lagu yang dimainkan Mily terselesaikan.

Marcel dan Sari menghadiahi Mily dengan tepuk tangan kompak. Apresiasi atas latihan dan kerja keras Mily yang ngotot mau belajar biola selama ini.

"Sayang kamu hebat banget, Mama nggak nyangka kamu bisa main biola sehebat ini." Sari menghampiri Mily, lalu berjongkok memeluk anaknya.

"Papa bangga sama kamu," puji Marcel pula sambil mengacungkan dua jempolnya. Lalu tak lama ikut memeluk anaknya.

Mei tersenyum ke arah keluarga kecil itu. Nampaknya, luka dan perih yang diderita keluarga itu sudah pulih kembali.

Mei senang melihat hal itu.

*****

Marcel mengantarkan Mily ke depan gerbang rumahnya. Sari dan Mily tidak ikut. Katanya Sari ingin melihat Mily bermain biola lebih banyak lagi. Ya, Sari ingin meluangkan waktu kepada anaknya lebih banyak lagi, demi menembus kesalahannya yang lalu.

Sampai di depan gerbang, Mei pamit undur diri kepada Marcel. Namun, entah ada angin apa tiba-tiba Marcel menahan tangan Mei.

"K-kenapa Pak?" tanya Mei terbata, sambil berusaha melepaskan tangannya dari cengkaramam Marcel.

"Maaf," ucap Marcel begitu tau Mei merasa tak nyaman jika tangannya disentuh.

"Saya minta maaf," ucap Marcel lagi.

Mei menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Eh, kenapa minta maaf Pak?"

"Pertama, saya minta maaf, karna sentuh tangan kamu tanpa izin," terang Marcel.

"Kedua, saya minta maaf karna saya pernah suka sama kamu," lontar pria itu terang-terangan.

Mei mematung, perempuan itu dibuat tak mengerti oleh kata-kata Marcel barusan. Mei menggelengkan kepalanya, tadi pasti ia salah dengar kan?

"Ma-maksud Bapak?" Mei sedikit terbata untuk bertanya langsung pada Marcel. Perasaannya tiba-tiba tercampur aduk. Ia tidak pernah menyangkanya.

"Iya saya pernah jatuh cinta sama kamu," ucap Marcel lagi.

Mata Mei terbelalak seketika saat mendengar kalimat itu keluar dari mulut Marcel. Tiba-tiba Mei menundukkan wajahnya. Dalam situasi seperti ini ia harus apa? Ayolah, rasanya ia ingin segera menghilang saja dari Bumi.

"Maaf, saya suka sama kamu. Tapi itu dulu, sekarang saya sadar kalo suka sama kamu itu salah." Marcel menjeda kalimatnya sejenak, lalu kembali berucap, "kamu punya suami yang berhak memiliki kamu seutuhnya. Begitu juga dengan saya. Saya punya istri yang berhak memiliki saya seutuhnya. Mencintainya juga menjaganya. Saya minta maaf karna pernah suka sama kamu," sesal marcel.

Marcel menghela napasnya. "Saya sudah buang rasa suka itu. Mulai hari ini saya akan lebih mencintai istri dan anak saya."

"Maaf, jika pengakuan saya membuat kamu jadi merasa tidak nyaman. Maaf ... tapi saya harus melakukan ini agar bisa melepaskan rasa suka itu jauh-jauh. Saya lega sudah mengaku ke kamu Mei," jujur Marcel.

Mei yang masih terdiam itu kini menatap Marcel. "Iya Pak, yang penting Bapak bisa kembali rukun dengan keluarga Bapak. Saya jadi ikut seneng."

*****

Tbc ...
Vote+koment
Jangan lupa follow akun ini👌








Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang