Kakinya tak lagi terpijak di lantai rofftop, ia jatuh, seperti jatuhnya rintik-rintik hujan. Kai memejamkan mata. Biarkan ini terjadi, ia putus asa.
“Sayang, aku capek, aku nyerah.”
*****"S-sayang ... sayang! Bangun!"
"Hei ... kamu kenapa?
"... Sayang?"
"Hahh?!"
Kedua kelopak mata pria itu terbuka. Ia terbangun dengan napas yang berderu tak beraturan. Tubuhnya basah, bulir-bulir keringat dingin berjatuhan dari lehernya.
Perhatiannya sejenak segera teralihkan, ia menatap ke arah samping. Memandang tak percaya ke arah sosok perempuan yang kini tengah duduk sambil menggendong dua bayi kembar.
"Kamu kenapa?" tanya Mei dengan raut muka cemasnya.
Kai tak menjawab pertanyaan istrinya. Perlahan pria itu menetralkan napas, lalu kemudian memeluk istrinya dari arah samping.
"Jangan pergi ..." kata Kai, suaranya terdengar bergetar.
Mei meletakkan kedua bayi kembarnya di tempat tidur. Ia segera mendekat ke arah Kai, memeluk suaminya lembut, lalu berbisik menenangkan.
"Kamu mimpi buruk kan? Udah, tenang aku nggak akan pergi kok," ucap Mei menenangkan.
Di sisi lain, bagai mengerti ibunya yang berlaku mengabaikan. Dua bayi kembar yang berbaring bersebelahan di sisi kasur itu menangis.
Mei segera melepas pelukan, ia lekas meraih bayinya yang sempat ia abaikan.
"Eh, maafin Bunda ya Nak, ini Papa kamu jadi nangis. Jadi Bunda diemin dulu," tutur Mei sambil tertawa kecil.
Kai ikut menggendong salah satu anaknya. "Siapa yang nangis? Jelas-jelas aku gak nangis!" Kai mengelak.
"Habisnya, kamu kayak anak kecil tadi." Mei terkekeh kecil. Rasanya ia seperti punya tiga bayi sekarang.
Kai hanya mengerucutkan bibir. Bangun dari tidur kali ini ia sangat bersyukur. Ia sangat bersyukur karena wanitanya masih berada di dekatnya. Ia bisa kembali bernapas lega saat tahu yang dialaminya tadi adalah mimpi. Tak bisa terbayangkan jika hal seburuk itu benar-benar terjadi.
*****
"Papa! Jangan ambil bunda dari kita!" rajuk sang bocah laki-laki dengan muka tertekuk sebal, namanya Ken.
"Papa jahat! Key gak suka," sungut sang bocah perempuan, namanya Key.
"Ken sama Key, nggak boleh gitu. Ini Papa kalian baru pulang dari luar kota loh?Memangnya kalian nggak kangen sama Papa?" lerai Mei. Sepasang bocah kembar usia lima tahun itu serentak menggeleng saat ditanyai begitu.
Mei tertawa geli. Tingkah sepasang anak kembarnya selalu mengemaskan begini. Keduanya baru menginjak lima tahun, juara satu kalau dalam hal merajuk.Sudah lima tahun ya, tak terasa waktu berjalan begitu singkat. Padahal rasanya baru kemarin Mei merasakan Ken dan Key jadi bayi, rasanya baru kemarin ia mengandung sepasang anak kembar itu.
"Bunda itu mutlak punya Papa! Papa nggak mau berbagi!" goda Kai, sontak membuat kedua anak kembarnya makin merengut kesal.
Bagaimana tidak kesal, Bunda milik mereka seenaknya diambil oleh seorang pria menyebalkan yang sering mereka sebut dengan panggilan "Papa". Padahal tadi Bunda sudah berjanji akan membacakan dongeng dan tidur di kamar mereka.
Tapi pria menyebalkan yang sering dipanggil "Papa" itu malam ini tiba-tiba saja pulang dari luar kota. Jika begini Ken dan Key sama sekali tidak bisa bermanja-manja dengan Bundanya.
Karena Kai sangat pelit. Bahkan pria itu tega memonopoli Mei dari kedua anak kembarnya.
"Ken sama Key mau tidur di kamar Kakek nggak? Nanti Kakek akan ceritain dongeng paling seru, gimana mau nggak?" Tiba-tiba seorang pria renta muncul dari balik ruangan, menawarkan Ken dan Key sebuah penawaran menarik.
"M-mau!" ucap Key. Namun, tiba-tiba Ken saudara kembarnya menggeleng. Dari mata Ken, Key bisa paham jika malam ini mereka berdua harus menang dari Papa. Keduanya harus menang agar Bunda bisa mereka miliki.
"Tapi Kak Ken, dongeng Kakek kan seru," cicit Key, sambil menautkan dua jari telunjuknya.
"Nggak! Kita harus ambil Bunda dari Papa!" kukuh Ken.
Sebagai balasan, Kai justru memeluk istrinya dari belakang. Lalu berujar pada kedua anak kembarnya. "kalian nggak boleh ambil Bunda dari Papa! Hari ini Bunda udah Papa booking duluan, kalian sama Kakek aja sana."
"Kamu, jangan gitu ah, kasian mereka," timpal Mei memperingati suaminya.
Ken melipat kedua tangannya ke dada. Mukanya masam, tatapannya dingin. Ia sedang merajuk pada Papanya. Bocah laki-laki itu persis mirip Kai dalam versi mini. Sementara Key, anak perempuan itu sudah berpihak pada Erik, Kakeknya. Tidak seperti Ken yang bersikukuh mendapatkan Mei. Key, justru lebih bisa mengerti dan menerima.
"Kak Ken malam ini kita dengar dongeng dari Kakek aja, dongeng Kakek kan seru-seru," pujuk Key, tak kehabisan akal.
Ken mendengus. "Oke, cuma malam ini ya?! Besok Papa nggak boleh lagi sama Bunda! Besok Bunda punya Ken sama Key! Papa nggak boleh ambil dari kita!" ketus Ken.
“Anak siapa sih, kamu? Cemburuan banget.” Gemas, Kai mencubit kedua pipi tembam Ken, membuat anak itu menggerutu kesal.
“Papa nakal!” Ken mencebik, lalu pergi dari hadapan Kai dan Mei.
Mei tertawa kecil melihat kelakuan anaknya.
"Ken itu cemburuan ya anaknya," bisik Kai.
"Ken itu kan turunan dari kamu yang makanya suka cemburuan," balas Mei.
Kai menghela napasnya. "Bahkan sekarang pun masih suka.” Kai menatap istrinya lekat. "Besok jangan sama anak-anak ya, besok kamu sama aku aja! Pokoknya besok kamu harus sama aku!" bisik Kai pelan di telinga Mei.
Mei mengernyitkan dahi. "Aku nggak suka ya liat kamu posesif mulu!"
Kai menatap Mei tajam. "Yaudah aku juga nggak suka liat kamu yang selalu berpihak sama anak-anak."
Mei menautkan alisnya. Kadang ia berpikir jika Kai itu kekanak-kanakan sekali. "Aku benci sama kamu!"
"Aku lebih benci sama kamu!" balas Kai tak mau kalah. Hening sejenak.
"Aku sayang kamu!" kata Mei cepat.
"Aku lebih sayang sama kamu!" balas Kai lembut. Lalu mencium bibir istrinya.
*****
Gimana? Yang nangis di part sebelumnya? Selamat anda kena prank!
Follow akun saya ya.
Dengan ini saya nyatakan Dear, Bapak muka datar bag. 1 selesai.
Season 2 soon ya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
Fiction généraleKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...