"Kamu beneran ngelukain Viona?" tanya Kai dengan mata melotot.
"Bukan! Udah aku bilang berkali-kali, bukan aku yang ngelukain dia!" ucap Mei membela diri.
"Jadi kenapa dia bisa luka kaya gitu?" tanya Kai lagi.
"Dia sendiri yang ngelukain badan--" ucapan Mei terpotong saat Viona tiba-tiba menyela.
"Udah Kai, aku udah maafin Mei kok," ujar Viona menyela ucapan Mei.
Mei seketika menatap Viona dengan sorot mata tajam. Ia tak percaya jika wanita yang kini badannya di balut oleh plester luka akibat kejadian barusan itu mengatakan hal ini.
"Aku tau, mungkin Mei saat ini cemburu Kai," jelas Viona membuat Mei makin tak bisa menahan amarahnya.
Mei sontak menggeleng. "Aku nggak pernah ngelukain dia! Mbak Viona bohong! Dia yang ngelukai badannya sendiri!" jujur Mei, namun segera dibantah oleh Viona.
"Nggak masuk akal kalo aku ngelukai badanku sendiri! Nggak mungkin! Yang ngelukai aku itu dia! Dia perempuan jahat!" bantah Viona.
"Tutup mulut kamu Viona!" Kai menyergah ucapan Viona yang barusan mengatakan jika istrinya adalah "perempuan jahat".
Entah siapa disini yang jahat. Mei terkekeh saat mendengar kebohongan murahan milik Viona. Ambigu sekali ucapannya yang tadinya memaafkan, kini malah justru mengatainya sebagai "perempuan jahat".
Hening sejenak, sampai tak lama kemudian Kai menatap istrinya sinis.
"Kenapa kamu ngelukai Viona? Jawab jujur!" tancap Kai dengan muka seriusnya.
Apa lagi ini? Mei tak habis pikir. Kenapa Kai tidak percaya pada dirinya? Lagi pula pun ia harus jujur bagaimana lagi? Ia tidak punya niat sedikit pun untuk melukai Viona, apa ini? Ia di jebak? Mei seketika menatap Viona dengan sorot mata tajam. Bukan ia yang sekarang berbohong, tapi Viona.
Mei mendekat ke arah Viona, satu tangannya mengarah ke dagu wanita itu. Lalu tak lama segera menariknya kuat. "KENAPA MBAK VIONA NGELAKUIN HAL INI? KENAPA MBAK VIONA BOHONG?!" cecar Mei marah.
"Aww ... sakit ..." Viona sedikit meringis, saat tangan Mei tak sengaja mengenai luka di dagunya.
"KAMU YANG BOHONG! KAMU ITU PEREMPUAN JAHAT!" teriak Viona nyalang, sambil sesekali menahan denyut nyeri dan perih di dagunya.
"CUKUP!" bentak Kai membuat dua perempuan dihadapannya seketika diam.
Sunyi sejenak, menyadari hal itu Mei segera menjauhkan tangannya dari dagu Viona. Viona sedikit meringis, saat merasakan luka di dagunya berdenyit nyeri akibat terkena tangan Mei barusan.
"Aku nggak pernah ngelukain dia, aku jujur ... aku nggak pernah punya niat jahat sama dia." Mei menunjuk Viona. Sementara matanya menatap Kai lekat. Jujur, ia benar-benar tak menyangka jika suaminya tidak percaya pada perkataannya.
Kini Mei beralih menatap Viona. "Kenapa yang tadinya Mei kira teman berubah jadi musuh." ujar Mei sebelum beberapa detik kemudian pergi meninggalkan Viona dan Kai.
*****
Benak Mei berkecamuk saat ini. Perasaaannya begitu tetcampur aduk. Tak sadar bulir-bulir air mata mengucur di kedua belah pipinya.
Pertama, dia merasa marah. Iya, dia marah pada Viona. Kenapa wanita itu berbohong? Juga marah pada Kai. Kenapa suaminya justru tidak percaya pada perkataannya?
Kedua, entah dari mana datangnya ia justru merasa bersalah. Ya, Mei tau Viona yang salah, tapi setelah mendengar ucapan Viona kemarin malam itu hati Mei tiba-tiba nyeri sendiri. Apa dirinya benar-benar merebut kebahagian seseorang? Apa benar dirinya merebut kebahagian Viona?
Karena Kai? Viona menginginkan Kai. Apa benar dia merebut Kai dari Viona? Mei menghapus bercak-bercak air mata di wajahnya. Perempuan itu menggeleng, ia tidak boleh menangis seperti ini.
Sesekali menghela napasnya, Mei menguatkan langkahnya untuk berjalan turun dari kamar. Ia berniat untuk menenangkan diri, setidaknya dengan minum air putih terlebih dahulu.
Mei menuruni anak tangga perlahan. Di bawah sana ia melihat ruangan tamu sepi. Tak ada seorang pun di sana. Mei acuh saja, ia tahu suaminya sudah berangkat kerja dan Viona ... ah Mei tidak tahu juga tidak peduli di mana wanita itu berada.
Sampai di dapur, Mei membuka kulkas. Lalu mengambil sebotol air minum dari dalamnya. Dan disitulah Mei seketika mendengar derap langkah dari arah belakangnya.
"Gimana rasanya nggak dipercaya sama orang yang kamu sayang?"
Mei mencari asal suara, ternyata di belakangnya. Di sana Viona sudah berdiri dengan seringai khasnya.
Mei memilih diam, ia tidak mau membalas
ucapan Viona."Kamu itu dulu cuma cleaning servis, tapi kok bisa ya bikin Kai jatuh cinta?" tanya Viona, dengan kedua tangan yang dilipat ke dada.
Mei tak lagi mendengar ucapan Viona, ia memilih untuk berbalik badan segera pergi dari hadapan Viona.
"Kai itu masih suka sama aku! Manusia rendahan kayak kamu itu harusnya ditakdirkan jadi babu bukan malah jadi istri!" seru Viona. Namun, Mei sama sekali tak memperdulikannya. Mei acuh saja meninggalkan Viona itu tanpa mendengarkan ucapannya sama sekali.
*****
Sehabis pulang dari mengajar biola tadi, Mei tidak langsung pulang. Mei terlebih dahulu mengunjungi makam kedua orang tuanya.
Sampai di tanah pemakaman, Mei segera saja berjongkok. Membersihkan beberapa rumput liar yang tumbuh di sekitar tanah makam tersebut.
Mei menatap kedua makam orang tuanya lekat.
"Bunda ... ayah ... Mei kangen," lirih Mei.
"Bunda sama ayah di sana lagi apa?" tanya Mei.
"Semoga Bunda dan Ayah selalu bahagia ya!"
Mei beranjak berdiri, hari semakin gelap tatkala Mei pergi dari pemakaman itu. Di atas, awan mendung tampak bertengger. Angin berderu sedikit kencang, menggoyang-goyangkan pepohonan di sekitar area pemakaman.
Mei berjalan pelan, kakinya mengarah keluar dari area pemakaman. Keluar dari area pemakaman ini kakinya menginjak trotoar yang bersebelahan langsung dengan jalan raya.
Hujan sebentar lagi datang, gerimis satu persatu turun ke tanah. Bersamaan dengan deru angin yang membuat rambut Mei berantakan. Mei menengadahkan wajahnya ke langit, membuat gerimis-gerimis itu jatuh tepat di wajahnya. Ya, tak apa jika ia kehujanan. Ia tidak membenci hujan.
Hujan datang, rintiknya semakin deras. Mei tetap berjalan pelan, meski pakaian dan rambutnya sudah basah. Ia tidak peduli, kali ini biarkan hujan yang berbicara lewat rintiknya yang muram.
"Udah dibilang berkali-kali! Jangan pernah main hujan-hujanan!" omel seseorang dari arah samping.
Mei melirik ke arah samping, melirik seseorang yang tiba-tiba datang. Seorang laki-laki yang membuka jas kerjanya demi melindungi dirinya dari guyuran hujan.
Kai?
Kai balas melirik istrinya. "Mau main hujan bareng?" ajak pria itu.
*****
Tbc ...
Maaf ya kalo konfliknya gaje
Gk masuk akal juga hiks ...
Tapi makasih yang udah komen di part sebelumnya, jujur itu moodboster sekaliJan lupa folow akun gua ✔
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
General FictionKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...