Hari ini, Mei dan Kai kembali mengunjungi pemakaman umum. Mengunjungi makam orang tuanya, untuk meminta restu karna sebentar lagi mereka berdua akan menikah. Tiba di sana, Mei langsung menyapa dua nisan orang tuanya.
"Hai, Bunda! Hai, Ayah!"
Mei berjongkok disisi makam, sembari mencabuti beberapa rumput kecil yang ada di sekitar makam itu. Kai juga ikut berjongkok, membantu Mei mencabuti rumput.
"Ayah ... Bunda, Mei mau bilang sesuatu," ucap Mei sembari mengalihkan pandangannya ke arah Kai.
Kai mengangguk, "kita berdua sebentar lagi mau menikah." Suara Kai, yang membuat muka Mei mendadak jadi bersemu merah.
"Hehe ... Bunda sama Ayah tolong restuin pernikahan kita berdua ya?" ucap Mei malu-malu.
"Doain Mei terus ya?" lanjut gadis itu.
Mei sejenak memandang makam kedua orang tuanya, memandangnya sambil tersenyum. Lalu menaburkan beberapa bunga yang sedari tadi ia bawa ke atas makam kedua orang tuanya.
Selesai berziarah di makam orang tua Mei, kini keduanya berjalan menghampir makan Mama Kai.
"Mama, apa kabar? Lagi ngapain di sana?" sapa Kai. Seperti yang dilakukan Mei, Kai berjongkok, sambil ikut mencabuti rumput liar yang tumbuh di sekitar tanah makam. Mei membantunya.
"Ma, Kai minta doa dan restunya ya, sebentar lagi Kai dan Mei akan menikah. Doain semuanya berjalan lancar ya Ma?" ucap Kai sambil menaburkan bunga ke atas makam Mamanya.
"Mama, restuin kita ya?" ujar Mei dengan tatapan terarah pada nisan Mama Kai.
Kai yang berjongkok di sebelahnya mengangguk. "Mama pasti restuin kita," ucap Kai.
*****
Mobil yang dinaiki Kai berderu membelah jalanan. Tidak terlau cepat juga tidak terlalu lambat. Sedang-sedang saja, karna ia tidak mau mencelakai calon istrinya.
Kai tersenyum, sekilas menatap Mei yang duduk di kursi sebelahnya. Gadis itu tampak antusias menatap jalanan lewat jendela mobil yang dibuka setengah.
Pulang dari pemakaman tadi, Kai mengundang Mei untuk datang ke rumahnya. Hanya sekadar untuk makan siang bersama Papa. Mei menurutinya dan hal itu tentu saja membuat Kai senang.
Tak lama, kecepatan mobil melambat. Mobil yang dikendarai Kai itu baru saja memasuki gerbang rumahnya. Begitu sampai, Kai segera keluar dari pintu mobil, lalu membukakan pintu mobil untuk calon istrinya.
"Selamat datang calon istri," ujar Kai membukakan pintu mobil.
"Ihh apasih, kan Mei jadi malu."
Kai tersenyum kecil. Menarik tangan gadisnya untuk masuk ke dalam rumah.
Sampai di depan pintu, Erik langsung menyambut.
"Wuihh, calon mantu udah dateng nih," goda Erik, membuat Mei tersipu malu.
"Yuk masuk ke dalem," ajak Erik.
Kai dan Mei masuk ke dalam. Berjalan beriringan menuju ruang makan. Sampai di sana Kai menyilahkan Mei untuk duduk di meja makan. Erik menatap Mei sambil tersenyum, Kai juga. Muka anak beranak itu nampak bahagia.
"Kamu mirip istri saya," komentar Erik saat melihat penampilan Mei.
Erik menghela napasnya. "Andai aja anak saya nggak suka sama kamu, pasti saya yang bakal suka sama kamu?"
Mei mengernyitkan dahinya, "eh ... gimana maksudnya Pa?"
"Papa bisa aja suka sama kamu karna kamu itu mirip Mama," jelas Kai.
"Mama?" beo Mei.
Kai mengeluarkan handphone nya, menunjukan foto Mamanya.
"Mirip kan?"
Mei melihatnya. "Iya sih, sekilas mirip."
"Meski Mei mirip Mama. Aku sih, nggak bakal biarin Papa ngerebut Mei dari aku," peringat Kai pada Papanya.
Erik melengos. "Siapa juga yang mau rebut Mei dari kamu?"
"Ya, siapa tau aja tiba-tiba Papa khilaf," balas Kai.
"Kai, meski Mei mirip Mama. Tetep aja nggak akan ada yang bisa gantiin posisi Mama di hati Papa," jelas Erik serius.
Mei menatap Erik kagum. "Wuihh ... ternyata cinta Papa Erik ke Mama bukan kaleng-kaleng ya."
Erik terkekeh. "Woo iya jelas dong. Nggak ada yang bisa gantiin posisi Mama di hati Papa," kata Erik sedikit lebay.
Kai mendengus. Papanya selalu begitu, jika bicara tentang Mama pasti selalu bilang begitu.
"Papa dari awal juga tau kalo Kai itu suka sama kamu. Ya meski kalian biasanya suka berantem tapi pada dasarnya kalian sama-sama cocok," ungkap Kai.
Mei tersenyum mendengarnya.
"Eh, iya ini makanannya dimakan. Jangan ngobrol terus," ucap Erik.
*****
Makan siang usai, Kai kini mengajak Mei berjalan-jalan di sekitar rumahnya. Erik? Katanya pria itu ingin melanjutkan kegiatan membaca bukunya di kamar.
"Ini rumah apa kebun binatang sih? Kok luas banget."
"Ini rumah yang nantinya akan di isi dengan keriuhan anak-anak kita," goda Kai.
Mei menatap calon suaminya sekilas. "Cie ... yang udah pinter gombal."
Kai menatap Mei manis, "ya pinterlah orang bahan bucinnya kamu."
Mei hanya melengos dibilang begitu.
"Eh iya ini punya kamu kan?" Tiba-tiba Kai mengingat sesuatu, pria itu mengeluarkan sebuah kucir rambut warna biru muda dari dalam sakunya.
"Iya ini punya Mei, ya ampun Mei kira kucir rambut ini udah ilang. Ternyata masih ada." Mei mengambil kucir rambut miliknya.
"Ini kucir rambut yang pas Mei jadi ..."
"Jadi istri pura-puranya Kai," kata Kai menyela kalimat Mei.
Kai dan Mei tertawa mengingat kejadian itu.
"Eh iya, Mei jadi inget lho. Mei pernah muntah di kemeja Pak Kai, waktu itu pas di pasar malem."
Kai meletakkan tangannya ke dada. "Terus kamu nggak mau minta maaf sama calon suami kamu?"
"Hehe maaf ya calon suami, soalnya pas itu Mei lagi mual banget. Abis naik komedi putar makanya perut Mei rasanya mual banget," jelas Mei.
"Oh iya Mei ingat! Sekarang Mei bawa lho kemejanya, tadi udah Mei taruh di dalam tas, tapi sayangnya lupa mau kasih ke Pak Kai."
Mei mengeluarkan kemeja itu. Memberikannya kepada Kai. Kai mengambilnya.
"Lucu ya, pertemuannya berawal dari muntah yang berujung pada sebuah rasa cinta," ujar Kai dengan senyum simbolis.
*****
Tbc ...
Ntaps menuju pelaminan.
Vote + koment ya gaes
Follow akun gue juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
General FictionKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...