PART 27

7.1K 604 3
                                    

Siang ini, Mei dipaksa Kai untuk datang ke kafe dekat kantor. Mei menurutinya, meski gadis itu tak mengerti mengapa ia disuruh Kai datang ke sana.

Sampai di kafe, Mei mencari meja dimana Kai berada. Tidak perlu dicari sih, karna Kai adalah pria paling menarik perhatian di kafe itu.

"Pak Kai?"

Kai tersenyum begitu menyadari kedatangan gadisnya. Pria itu menyuruh Mei untuk duduk di salah satu kursi.

Mei duduk, terkejut saat menatap orang yang kini berada di depannya. Di sana ada Sofi. Entah kenapa tiba-tiba perasaan takut muncul di dalam benaknya.

Bagai mengetahui kecemasan Mei, Kai segera mengambil laptopnya. Lalu tak lama menunjukkan sebuah video kepada Mei.

"Kamu lihat, apa benar ini adalah taksi yang kamu tumpangi kemarin lusa?"

Video itu memang  benar memperlihatkan taksi yang ditumpangi Mei kemarin lusa. Tapi bagaimana Kai bisa tau? 

"Bapak tau dari mana?"

"Kamu kira saya akan tinggal diam saat orang yang saya anggap berharga dalam bahaya? Asal kamu tau, saya menyusuri tiap cctv yang terpasang di pinggir jalan untuk melihat siapa pelaku sialan itu!" kata Kai berapi-api.

"Apa benar mobil hitam metalik ini adalah mobil yang menabrak taksi kamu?" Lagi-lagi Kai menunjukkan sebuah video. Entah dari mana pria itu mendapatkan video itu. Namun, yang dilihat sekarang video itu memang benar menunjukan tabrakan beruntun yang dilakukan secara membabi buta pada taksi yang ditumpangi Mei.

Setelah video itu berakhir. Mei mengalihkan pandangannya ke arah Sofi. Gadis itu menatap Sofi takut-takut. Namun, oknum yang dilihat itu justru berlaku sebaliknya. Sofi justru bertingkah santai sembari sesekali menyeruput minuman miliknya.

"Apa benar, kamu terlambat ke acara pernikahan itu karna kecelakaan ini?" tanya Kai untuk kesekian kali.

Mei menghela napasnya. Ia sebenarnya sudah melupakan kejadian ini. Kenapa Kai harus mengungkitnya kembali?

"Asal kamu tau, mobil hitam metalik seperti milik saya itu juga ada banyak di kota ini." Itu ucapan Sofi, mencoba untuk membela diri.

"Tapi mobil hitam metalik kamu itu sama persis dengan mobil yang ada di dalam video," bantah Kai.

Sofi berdecak. "Tetap saja kamu tidak bisa menuduh saya sebagai pelakunya!"

"Buktinya sudah ada, jangan berusaha berbohong!" Nada bicara Kai meninggi, urat lehernya jadi sedikit terlihat. Emosi dengan Sofi yang terus-terusan mencoba untuk berbohong.

"Bu Sofi nggak bersalah kok Pak," ujar Mei membuat Sofi dan Kai seketika menghentikan perdebatan itu.

Kai menggeleng. "Dia bersalah... benar kan kalo dia yang bikin kamu kecelakaan?" Kai menunjuk Sofi dengan jari telunjuknya.

Mei balas tersenyum, "Mei sudah memaafkan Bu Sofi Pak. Kejadian kemarin lusa udah Mei lupain. Udah jangan emosi lagi ya, masalahnya kan udah selesai." Mei menyentuh pundak Kai, menenangkan pria itu.

Kai lagi-lagi menggeleng. "Nggak! Setelah semalam kamu memaafkan kesalahan si brengsek Alex, sekarang kamu juga memaafkan kesalahan dia?! Dia? Orang yang membuat kamu hampir celaka?!"

Mei tersenyum. "Setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua kan?"

Kai terdiam begitu mendapat jawaban itu keluar dari mulut Mei. Gadis ini, kenapa ia bisa seperti itu? Kenapa Mei bisa memaafkan seseorang semudah itu? Tidakkah Mei merasa kesal karna kelakuan Sofi?

"Bu Sofi melakukan hal itu demi Pak Kai." ujar Mei, membuat Kai semakin binggung.

"Bu Sofi suka sama Pak Kai, karna rasa sukanya terlalu besar makanya Bu Sofi melakukan hal itu," lanjut Mei.

Kai terperangah mendengarnya. Ia tidak pernah tau jika Sofi menyukainya.

"Lalu, jika kamu tau kalau saya suka sama Kai, apakah kamu akan mundur?" Sofi justru balas menanyakan hal itu pada Mei.

Mei menggeleng. "Nggak! Mei akan menjaga sesuatu yang  begitu berharga bagi hidup Mei."

Mendengar hal itu Kai seketika langsung menatap pacarnya. Apakah yang dimaksud  "berharga" itu adalah dirinya? Ah, sial! Kai lagi-lagi jadi ingin terbang ke langit ke delapan.

"Apa kamu memaafkan kesalahan, saya?" Sofi menunduk. Jujur ia malu sekali dengan perbuatannya.

"Tuhan aja pemaaf, kenapa kita hambanya nggak? Tuhan aja memberikan banyak kesempatan kepada umatnya, lalu kenapa kita tidak?" ucap Mei.

"Mei sudah melupakan kejadian itu, Mei juga sudah memaafkan kesalahan Bu Sofi," lanjut Mei, membuat mata Sofi berkaca-kaca.

Sementara pria yang duduk di sebelah Mei itu mendengus. "Kamu nggak merasa kalo kamu itu terlalu baik?"

Tak sadar, satu bulir air mata menetes membasahi pipi Sofi. Luntur sudah segala keanggunan yang biasa perempuan itu perlihatkan. Kali ini Sofi begitu menyesali perbuatannya.

Sofi berjalan ke arah Mei, sampai di dekat Mei perempuan itu berlutut di lantai sambil memegangi tangan Mei. "Maaf, saya salah. Saya sangat bersalah, tidak seharusnya saya melakukan hal itu." ujar Sofi dengan posisi berlutut di lantai.

"Bangun Bu, Mei sudah memaafkan Bu Sofi." Mei membantu Sofi untuk bangun.

Seketika saja Sofi memeluk Mei, berbisik maaf berkali-kali. Sofi sangat menyesali perbuatannya.

*****

"Pak Kai kok tau hari itu saya kecelakaan?"

Sore ini, Mei dan Kai sedang duduk bersebelahan di halte bis. Sebenarnya bukan untuk menunggu bis. Tidak, mereka berdua hanya duduk-duduk saja sambil menikmati senja.

"Tentu saja saya tau," balas Kai.

"Tau dari mana?"

"Insting," jawab Kai pendek.

"Insting apanya?"

Kai terkekeh. "Insting seorang calon masa depan itu kuat."

Mei melengos.

"Semoga Bu Sofi dan Pak Alex nggak melakukan hal seperti itu lagi, ya Pak?"

"Kenapa sih, kamu memaafkan kesalahan mereka? Alex ... dia sudah membuat kamu hampir celaka. Sofi juga, dia yang membuat kamu hampir celaka."

"Mei nggak mau mereka berdua sama kayak nasib Mei yang nggak diberi kesempatan kedua."

"Maksud kamu?"

"Andai bisa memilih, dulu Mei nggak akan pergi ke resital biola itu. Karna dengan begitu, Mei nggak akan kehilangan ayah dan bunda."

Kai menyentuh pundak Mei, seolah memberi kekuatan.

"Kata orang tempat terbaik untuk tidur itu adalah pangkuan seorang ibu atau bahu seorang ayah. Tapi Mei nggak punya keduanya," lanjut Mei, gadis itu sedikit mengenang kedua orang tuanya.

"Punya! Kamu punya!"

"Ini punya kamu." Kai menunjuk dirinya sendiri.

"Tidur saja disini." Kai menunjuk bahunya.

Mei tertawa, lalu tanpa persetujuan dari Mei, Kai meletakkan kepala Mei pelan di bahunya.

Kai mengelus pelan rambut Mei. Semoga saja bahunya bisa menjadi tempat tidur ternyaman untuk gadisnya.

*****
Tbc ...

Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang