PART 44

5.1K 376 11
                                    

Alunan biola, meski sedikit rancu terdengar  memenuhi seisi ruangan. Satu melodi lagu terselesaikan oleh tangan kecil gadis itu. Meski tangannya sedikit kaku, tapi gadis  kecil itu menggesekkan bait melodi selanjutnya dengan semangat.

Mei menatap anak muridnya penuh penghargaan. Ia tersenyum bangga, sebuah kemajuan besar bagi Mily. Kini, muridnya sudah dapat memainkan beberapa melodi lagu.

Mily bertepuk tangan setelah melodi lagu yang dimainkan Mily selesai. "Mily, kamu keren banget?"

Mily tersipu mendengar pujian gurunya, gadis itu menurunkan biolanya. Lalu, mendekat ke arah Mei.

"Kak, beberapa hari lagi sekolah aku ulang tahun. Sekolah ngadain acara dan semua murid ditunjuk untuk memeriahkan acara. Orang tua juga diundang untuk datang ke acara itu," ucap Mily.

"Terus kenapa?" Mei berjongkok, demi menyamakan tingginya dengan Mily.

"Aku ditunjuk untuk ngisi tampilan biola," balas Mily.

"Wahh bagus dong."

Mily menatap sedih. "Percuma Kak, meski aku ditunjuk guru, Mama pasti gak akan datang ke acara ulang tahun sekolah ..."

"Padahal semua orang tua murid datang untuk ngeliat penampilan anak-anaknya ... kecuali Mama ... Mama gak akan datang," lanjut gadis kecil itu. 

"Mama kamu pasti datang kok," ucap Mei.

"Nggak mungkin, tahun lalu aja Mama gak datang. Cuma Papa yang datang."

Mei mengelus rambut hitam pekat Mily. "Kakak punya ide supaya Mama kamu  datang liat penampilan kamu."

"Caranya gimana?"

"Gimana kalo kamu kasih buket bunga ke Mama kamu, terus di dalam bunganya kamu kasih deh surat yang isinya kalo kamu ingin Mama kamu datang ke acara ulang tahun sekolah," usul Mei.

Mily menatap tak mengerti.

Mei terkekeh melihatnya. "Pertama-tama kamu bikin suratnya dulu."

Segera saja, Mily mengarahkan kakinya ke meja yang letaknya tak jauh darinya. Mengambil sebuah kertas yang tergeletak di atasnya. "Bantuin aku bikin surat ya Kak?"

Mei mengangguk. "Siap!"

*****

Mei pulang sedikit cepat, ah ya sebenarnya ia belum benar-benar pulang. Sore ini, selepas mengajar biola, Mei mampir ke toko bunga. Tidak sendiri, ia bersama Mily dan Marcel--dua anak beranak itu memaksanya agar ikut.

Ini karna ide Mei tadi, Mily jadi tidak sabar mengajak ayahnya untuk membeli bunga. Marcel dan Mily pun mengajak Mei, katanya agar bisa membantu memilihkan bunga yang paling menarik.

Ya, Mei tidak bisa menolaknya.

Sampai di toko bunga. Harum semerbak dari serbuk sari bunga segera saja menyergap hidung. Berbagai bunga segar warna-warni nampak tertata rapi. Ada berbagai macam bunga disini. Mawar, lily, anyelir, daisy dan beberapa bunga lagi yang tidak Mei ketahui namanya.

"Waah bunganya banyak banget!" seru Mily  takjub.

Mei dan Marcel melihat-lihat sekitar, mencari bunga yang paling menarik.

"Ada yang perlu dibantu Mas, Mbak?" Salah satu pelayan toko mendekat, menawarkan bantuan.

"Saya mau beli bunga buat istri saya Mbak," ucap Marcel.

"Ooh istrinya Bapak yang ini ya?" Pelayan itu menunjuk Mei yang berdiri di sebelah Marcel.

Seketika Mei dan Marcel langsung menggeleng.

Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang