PART 39

4.9K 394 5
                                    

Viona duduk gelisah di bangku halte. Malam ini gerimis turun, angin berdesir cukup kencang membuat cuaca dingin menusuk kulit. Viona masih menunggu bis. Ya, meski di jam segini kemungkinan bis yang sedari tadi ia tunggu akan datang terlambat. Tidak seperti jadwal.

Sebenarnya ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai sekretaris di Sean-Organizer. Ya, Viona senang karna ia tidak jadi ditolak sebagai sekretaris, Kai mendadak menghubunginya kemarin malam.

Gerimis mulai berganti dengan guyuran hujan. Viona merapatkan setelan jas yang ia pakai. Mengangkat kakinya yang hanya dibalut rok span selutut ke atas bangku halte agar terlindung dari tempias air hujan. Cuacanya begitu dingin, membuat Viona harus meringkuk di sudut halte sambil memeluk lututnya.

Sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depan halte tempat Viona berteduh. Seorang pria muncul dari balik jendela mobil itu.

"Viona?" panggil si pemilik mobil itu.

Viona melirik ke sumber suara. Melihat ke arah pemilik mobil yang ternyata adalah Kai.

"Masuk ke mobil!" pinta Kai dengan muka datarnya.

*****

Kai tidak mengantar Viona langsung ke rumahnya. Pria itu menyuruh Viona mengganti pakaiannya yang basah terlebih dahulu. Di rumah Kai.

Kai memaksa, meski Viona merasa sangat tidak enak hati, dan terus saja memaksa agar langsung pulang.

"Pak, saya nggak apa-apa kok pake baju basah begini. Nggak apa-apa kok, serius," ucap Viona.

"Nggak! Kalo kamu sakit gimana?! Ingat, sekarang kamu itu sekretaris saya. Tugas kamu itu banyak. Jangan sampai kamu sakit dan kerjaan kantor jadi berantakan."

"Tapi saya nggak enak Pak," ujar Viona. Wanita itu mulai memanggil Kai dengan sebutan "Bapak" sejak ia menjadi sekretaris.

"Kalo kamu sakit, siapa yang paling repot? Siapa yang paling dirugikan? Udah jelas saya yang paling dirugikan!" cerocos Kai.

Viona menghela napasnya, tidak bisa  menolaknya lagi. Sekilas Viona mengulum senyum tipis, Kai tetap sama seperti dulu, selalu khawatir berlebihan. Apakah perintah ini bisa diartikan sebagai salah satu bentuk perhatian?

Singkat saja, Viona segera mengganti pakaian basahnya. Menggantinya dengan pakaian kering yang baru saja diberikan oleh Kai.

Segera saja, setelah selesai mengganti pakaiannya, Viona keluar dari  rumah Kai. Kembali menghampiri atasannya yang sudah stan by di depan rumah.

Namun ... kelihatannya perhatian yang sempat Viona rasakan barusan itu lenyap begitu saja saat mendadak ia mendengar Kai berteriak kalap.

"Jangan pernah sentuh istri saya!"

*****

Di luar hujan semakin deras, Kai yang sedari tadi menunggu Viona berganti baju meletakkan tangannya ke dada. Memandang teras rumahnya yang dipenuhi pepohonan rindang.

Sejenak, Kai berdecak. Ya, seharusnya ia tidak melakukan ini. Seharusnya ia mengabaikan Viona.

Ah ya, Kai hanya melakukannya karna rasa iba. Benar! Seratus persen karna rasa iba, pasalnya kehidupan Viona belakangan ini jadi sedikit memburuk. Ayah Viona bangkrut di perusahaannya, sementara ibunya belum lama ini kecelakaan dan sempat mengalami kondisi kritis.

Menerima Viona sebagai sekretarisnya adalah salah satu cara agar kehidupan Viona menjadi lebih baik. Camkan itu!

Perhatian Kai mendadak memudar, saat dari pintu gerbang terlihatlah dua orang yang tengah berlarian di antara derasnya hujan.

Bukankah itu ...

Istrinya?

Lalu siapa pria yang berada di dekat Mei? Orang yang melindungi istrinya dari guyuran hujan dengan jaket yang  dijadikan sebagai pelindung.

Apa-apaan ini? Siapa pria yang lancang sekali mendekati istrinya?

Kai mencengkram tangannya. Urat-urat lehernya bermunculan, rahangnya mengeras. Dengan aura marah menakutkan itu ia segera saja berlari menghampiri pria yang bersama istrinya.

Duagh!

Dan satu buah bogem mentah mendarat tepat di wajah pria lancang itu. Kai tidak suka! Sangat tidak suka jika ada pria lain yang dekat dengan istrinya. SANGAT TIDAK SUKA! Mei adalah mutlak miliknya.

"Jangan pernah sentuh istri saya!" bentak Kai kasar.

Mei berteriak tertahan begitu melihat Marcel tersungkur di tanah.

"K-kamu!!" Mei memandang ke arah Kai, tak habis pikir dengan perlakuan suaminya.

Kai justru balas menatap Mei dengan sorot mata tajamnya. "Kenapa? Marah?"

Mei menghela napasnya. Sejenak, perempuan itu melirik Marcel yang kesusahan berdiri. Berniat ingin membantunya, Mei justru ditarik Kai agar menjauh dari Marcel. Kai menarik tangan istrinya, bagai takut istrinya diambil, pria itu menyembunyikan Mei di balik tubuhnya.

"Hei! Kamu kenapa, sih?" Mei beseru geram, setengah marah dengan suaminya.

Di tengah derasnya hujan itu, Kai menatap ke arah istrinya dengan tatapan tajam. Mei menelan ludah.

Marcel berdiri dari jatuhnya, menatap Kai. "Maaf," kata pria itu pendek.

Tidak tahan lagi, Kai mengepalkan tangannya. Lalu dalam sekian detik  menarik kerah baju Marcel.  "Jangan pernah sentuh istri saya! Dia mutlak milik saya!" tegas Kai, lalu menghempaskan kerah baju Marcel begitu saja.

Mei menghela napasnya sekali lagi. "Maafin suami saya Pak, maaf ... dia emang kayak gitu ... maaf banget!" mohon Mei dari balik badan Kai.

Dibilang begitu oleh istrinya, Kai langsung menatap Mei tajam. "Maksud kamu apa?" sergah Kai.

"Masuk rumah sekarang!" tegas Kai, pria itu menyeret tangan kurus istrinya ke arah pintu rumah. Meninggalkan Marcel sendirian di antara derasnya hujan.

Marcel menatap Mei penuh tanda tanya. Seulas senyum tiba-tiba muncul di wajahnya. "Perempuan itu lugu sekali," batin Marcel dalam hati, lalu segera keluar dari pintu gerbang. Berjalan pulang.

Kai menarik tangan Mei. Membawa istrinya menuju pintu masuk. Namun, pria itu baru ingat jika sedari tadi Viona--sekretaris barunya menunggu.

"Kamu masuk duluan, aku mau anter Viona pulang dulu," ucap Kai pada istrinya.

Mei segera menyadari keberadaan Viona. Perempuan itu melirik ke arah Viona, menatap wanita yang kini menjadi sekretaris suaminya.

Kenapa Viona ada di sini?

Pakaian Viona? Itu adalah pakaian miliknya kan? Mei menatap Kai. Namun, tidak ada respon dari pria itu. Kai acuh, berjalan menghampiri mobilnya. Mengajak Viona masuk ke dalam mobil, mau mengantar pulang katanya.

Sekejap, mobil Kai menghilang dari pandangan Mei. Meninggalkan Mei yang berdiri sendirian di teras rumah. Bersama tempias hujan.

Batinnya berkali bertanya. "Kenapa Viona bisa ada di sini? Apa yang barusan Viona lakukan bersama suaminya?"

Tak sadar satu bulir air mata menetes membasahi pipi Mei.

*****

Tbc ...

Akhirnya gue apdet lagi.

Kuy lah vote+komen

Jgn sider!

Krisan? Silahkan

Sekian, dan selamat malam.
Jangan lupa napas, dan selalu bahagia :)



Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang