Menjabat sebagai kepala keluarga tidaklah semudah yang Kai kira. Ia cukup insecure pada suami atau ayah di keluarga orang lain yang bisa diandalkan. Sementara itu, Kai sendiri cukup merasa menjadi seorang pria berlabel sudah menikah yang telah gagal. Ia tidak pernah benar-benar bisa diandalkan.
Sejak malam tragedi rice cooker meledak itu, Mei jadi melakukan segalanya sendiri. Bagai wonder woman, wanita itu bisa melakukan segala hal tanpa bantuan orang lain. Mei cukup waspada bila Kai datang ingin membantu, sebagai ganti perempuan itu akan menolak halus, sambil mengatakan jika ia bisa melakukan semuanya sendiri.
Kai masih tak habis pikir. Istrinya semakin multitalenta. Seminggu lalu, istrinya memperbaiki kran air yang rusak, menata pekarangan rumah, memperbaiki genteng yang bocor, bahkan mencat ulang tembok rumah yang sudah luntur.
Benar-benar Kai merasa gagal menjadi seorang pria. Bahkan Key dan Ken saja menjadi lebih dekat dengan ibunya. Jadi apa gunanya ia dalam circle keluarga ini?
"Anak-anak! Hari ini kita main sepeda yuk!" ajak Kai dengan semangat. Niatnya ia ingin hubungannya dan anaknya jadi semakin lengket.
"Ayo Pa! Key mauu main sepeda!" ucap gadis kecil itu antusias.
"Ken mau juga," kata bocah laki-laki itu, tapi raut wajahnya biasa saja, tidak se-antusias Key.
Ayo!" Kai bergerak menuju garasi, mengambil dua sepeda kecil untuk anaknya.
"Kita main di taman depan ya," kata Kai. Tempat yang dimaksud adalah pekarangan rumah di depan yang dipenuhi rumput jepang dan tanaman hias yang ditata oleh Mei seminggu lalu.
Dua bocah kembar itu mengekor di belakang Kai.
"Ini sepeda Key," kata Kai sambil mengambil sebuah sepeda warna pink.
"Ini sepeda Ken," kata Kai sambil mengambil sepeda warna biru.
Kedua anak itu sontak menaiki sepeda mereka. Kai masih berdiri mengawasi. Kenyataannya hanya menunggu detik, sampai anak laki-laki bersepeda biru itu jatuh.
Kai sudah menduga dari awal, Ken memang langganan jatuh. Dengan segera laki-laki itu menghampiri Ken.
"Jatuh lagi?" tanya Kai. Anaknya itu tak menangis, Kai telah mengajarkan agar jangan menangis jika jatuh.
"Aww ..." Ken meringis kecil. Sikunya tergores batu.
"Kak Ken kenapa?" tanya Key yang baru saja muncul di dekat tempat Ken jatuh.
"Ayo sini, Papa gendong." Kai merentangkan tangan hampir ingin menggendong Ken, namun bocah laki-laki itu menolak. Ia memilih untuk jalan sendiri untuk masuk ke dalam rumah.
Kai merasa teracuhkan. Ia mengajak Key untuk mengikuti Ken yang masuk ke dalam rumah.
Sampai di ruang tamu, Kai melihat Mei menyambut Ken dengan raut wajah khawatir.
"Ya ampun Ken, kamu jatuh lagi? Bentar Bunda ambil P3K dulu ya." Perempuan itu menghilang dari ruang tamu, untuk sekejap kemudian kembali lagi dengan tangan membawa sekotak P3K.
"Sini luka kamu." Mei dengan telaten membersihkan luka di siku Ken lalu merekatkan kain kasa dan kapas di siku anak itu.
"Makasih bunda," kata Ken setelah sikunya selesai diobati.
"Ken sekarang tidur siang aja ya, mainnya dilanjut nanti," perintah Mei.
Mengangguk Ken melangkahkan kaki menuju kamarnya.
"Maafin Papa," ucap Kai lirih.
Mei dapat mendengar suara itu. Ia melirik Kai sejenak. "Lain kali kamu harus lebih waspada jaga anak-anak. Apalagi Ken, dia gampang banget jatuh."
"Iyaa."
Setelah mengatakan mengatakan itu Mei kembali ke pekerjaan awalnya. Lebih tepatnya ke tempat kekuasaannya, dapur.
Kai menghela napas. Mengeluh pada dirinya sendiri yang tak pernah bisa diandalkan.
"Papa jangan sedih, Key sayang sama Papa. Papa itu pahlawan."
Melirik ke arah kurcaci kecil itu, Kai dibuat tersenyum.
"Papa adalah Papa terbaik di dunia!"
*****
Sore itu mendung. Ken duduk di dekat ayunan taman. Di sana angin sesekali berhembus kencang kadang pula pelan. Ken menengadah ke atas, menikmati pemandangan langit yang kelabu.
"Ken kamu ngapain di sana? Mau mandi hujan lagi? Nggak boleh ya!"
Ken melirik asal suara, Kai tampak menghampirinya.
"Nggak Pa, Ken mau di sini."
Menyadari penolakan anaknya, pria dewasa itu ikut duduk di sebelah Ken. Mengikuti Ken yang sedang memandang langit.
"Ken," panggil Kai.
Ken melirik.
"Ken, maafin Papa ya," kata Kai pelan.
"Papa selalu nggak bisa jagain Ken, Papa gak bisa diandelin ya--"
"Papa," panggil Ken memotong ucapan Kai.
"Iya."
"Ken senang karna Papa adalah Papanya Ken," ucap anak itu.
Kai cukup tersenyum simpul mendengar ucapan anak laki-lakinya.
"Ken sayang sama Papa," ucap anak laki-laki itu lagi.
Cup!
Sekejap, bibir mungil Ken mengecup pipi Kai. Kai terdiam, hatinya menghangat.
"K-ken?"
"Eum ... itu ... kata Bunda kalo sayang harus dicium," ucap Ken polos.
Sebuah senyum lebar terbit di bibir Kai. Kai memeluk anaknya. "Papa juga sayang sama Ken," ucapnya tulus.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bapak Muka Datar (COMPLETE)
General FictionKALO LU BAPER GUA NGGAK NANGGUNG! Judul : Dear, Bapak Muka Datar Genre : romance/slice of life Status : TAMAT Meski Kai disebut siluman es batu, tapi jangan salah, hatinya Kai itu kadang sehangat kompor gas. Disuruh ngebunuh nyamuk aja nggak tegaan...