Bismillah...
Salah satu cara agar kita sadar waktu yakni dengan menulis daily seperti ini. Karena kita akan bisa mengamati apa yang terjadi dalam sehari lalu menuangkan dalam bentuk rangkaian kata, tentu akhiri tulisanmu dengan keterangan tanggal dan waktu. Hal ini juga akan merawat ingatan kita. Yap, seperti tulisan sebelumnya (kemarin).
Kali ini, saya ingin membahas kata 'tiba-tiba'.
Tiba dan tiba-tiba, tentu memiliki arti yang berbeda meskipun berasal dari kata yang sama. Namun, pengulangan kata sepertinya memberikan makna yang berbeda. Otak ini segera tertuju pada ingatan berbagai postingan tentang duka yang melanda Sulawesi Barat.
Apa yang terjadi?
Sepertinya, viewers sudah tahu dan sudah melihat berbagai postingan yang memperlihatkan kondisi dua kabupaten yakni Majene dan Mamuju. Meskipun sebenarnya di luar pulau Sulawesi, pulau Kalimantan juga terkena musibah yaitu banjir di Kalimantan Selatan. Ketika disebut Kalimantan, pikiran ini tertuju pada abang yang sedang merantau di sana. Meskipun ia tinggal di Kalimantan Timur, tetap saja otak ini menaruh secercah kekhawatiran padanya.
Ok, kita kembali ke kata 'tiba-tiba'.
'tiba-tiba' kata sederhana namun mengandung unsur kecepatan, tak terduga (tak disangka). Ketika kita berada pada situasi 'tiba-tiba' bisa jadi sepaket dengan rasa sedih ataupun bahagia.
Namun, situasi 'tiba-tiba' yang melanda Sulawesi Barat meninggalkan duka bagi para korban yang terdampak akibat gempa bumi.
Rasanya dulu waktu kecil, bencana hanya sering terjadi di luar pulau Sulawesi tapi kini berbagai bencana menerpa tetangga kabupatenku. Seolah jiwa ini, ikut larut membayangkan bahwa tempatku hidup bisa jadi akan mendapatkan pula 'situasi tiba-tiba' yang tak diinginkan.
Situasi 'tiba-tiba' bukan hanya menyangkut bencana alam namun juga kehilangan sosok ataupun perubahan diri.
"tiba-tiba baik, tiba-tiba jahat" adalah dua hal yang berbeda namun datangnya bisa jadi memiliki kecepatan yang sama, mungkin.
Semoga kita selalu berada posisi 'tiba-tiba baik' artinya bukan karena ada maksud yang tersembunyi namun karena Allah memberikan petunjukNya (hidayahNya) pada kita. Karena, siapa lagi yang akan memberikan petunjuk?
(Tunjukilah Kami Jalan yang Lurus).
Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.
Hujan lembut turun menempa bumi, meski sebelumnya hujan keras yang disertai angin juga turut eksis. Mataku yang mulai berat dikarenakan 'tiba-tiba' merasa mengantuk. Namun, kuingat tentang komitmenku seribu kata dalam sehari mesti segera dituntaskan.
Memang, ada banyak hal yang patut dituntaskan bukan hanya soal di dalam diri (internal) tetapi juga di luar diri (eksternal).
Hmmm.. tentang 'tiba'tiba'
Kejutan apa lagi yang akan diperlihatkan? Tentu, sama sekali saya tak marah dengan pencipta. Namun, Allah bisa saja sebaliknya menjadi murka pada kita jika berkali-kali peringatannya menyapa raga ini. Namun anehnya, kita masih pura-pura tidak sadar.
Kemungkinan terburuk seringkali menghantui dalam otak kecil ini. Namun, keyakinan padaNya mesti dikuatkan akarnya agar hasilnya selalu menemui titik akhir yang terbaik.
Atas segala apapun yang terjadi, tentu kita harus pandai memaknai. Ya, hari ini saya dilintaskan caption bahwa sedih L bisa diubah menjadi senyum J dengan menggunakan lensa pemaknaan. Lalu, di mana bisa mendapatkan lensa itu?
Tentu lensa pemakna ini tidak bisa ditemukan hanya dengan mengandalkan pasar ataupun gugel. Lensa pemakna terbuat dari rasa syukur dan intropeksi.
Dua kata tersebut memang sangat sederhana namun besar manfaatnya. Ketika semua orang memiliki rasa syukur dan senantiasa berintropeksi, sepertinya hidup akan lebih menentramkan meskipun di situasi yang tidak baik-baik saja. Lalu, maukah kamu mewujudkan cita-cita hidup tentram itu? Maka mulailah dari diri sendiri.
'tiba-tiba' hujan yang tadinya soft menjadi hard.
Bayangan para relawan yang berjuang membantu para korban disana mengusik pikiran. Hati-hati yang ikut merasa beramai-ramai membuat penggalangan dana secara online dan offline. Saya mencoba menutup mata, lalu kemudian membuka kembali. Akhirnya, saya kembali menemukan mataku yang berkaca-kaca. Seolah rasa ngantuk terus menggodaku untuk menunda tulisan seribu kata ini.
Kali ini, saya benar-benar merasa mengantuk. Namun tulisan ku baru di angka lima ratusan.
Lalu saya harus menulis apa lagi?
Saya memperbaiki posisi duduk, kuharap viewerspun memperbaiki posisi duduk sekarang (jika duduk).
Lalu, viewers...
bagaimana tanggapanmu tentang 'siatuasi yang tiba-tiba" terjadi kemarin itu?
Saya teringat dengan postingan di facebook tentang kita yang kehilangan tiga hal di awal tahun 2021.
Pertama Bumi (bencana alam), Langit (tragedy pesawat) dan yang ketiga cahaya yakni saat meninggalnya Syekh Ali Jaber yang merupakan salah satu gudang ilmu dan referensi teladan.
Berbagai video ceramahnya di masa hidupnya, hari ini kembali tersebar. Tentu, sungguh beruntunglah seseorang jika raganya telah dimakan ulat, namun amalnya masih terus bertambah. Lalu, apa yang kitak lakukan agar bisa berpeluang mendapatkan amal jariyah?
Hmmm... hal kecil bisa dimulai dengan menulis.
Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.
Saya benar-benar bingung dan mengantuk harus menulis apa lagi. Keinginan untuk baring, terbersit.
Jangan baring Hayana!!! Karena saat kau baring maka tulisanmu ini tidak akan selesai.
Lalu saya harus menulis apa lagi?
Bolehkah dengan kalimat pengulangan seperti kata 'tiba-tiba' (kata kuadrat).
Nyatanya, jika kita seringkali diberi peringatan seharusnya membuat kita sadar bahwa kita harus berubah menjadi insan yang berpeluang diridhoi OlehNya. Aamiin. Semoga saja
Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.
Bolehkah saya mengulangi?
Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.
Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.
Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.
Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.
Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.
Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.
Jika viewers menganggap tulisan receh ini berfaedah silahkan sebarkan agar viewers menjadi jembatan sampainya tulisan ini ke otak yang lain. Namun, jika viewers ingin memberikan tanggapan maupun kritik saran, tentu boleh. Silahkan kirimkan via DM Instagram @hayanaa atau email . Terima kasih dan maafkan. [Parepare, Jum'at 15 Januari 2021]
YOU ARE READING
180* Days
RandomSeribu Kata selama Seratus delapan puluh hari. Jika ada satu hari terlewatkan tidak menulis, maka ulangi lagi meskipun sudah di hari seribu tujuh puluh sembilan. Saya mencoba mengikuti saran Tere Liye, saya harap suatu hari ia akan membaca tulisan i...