3 = Horor

5 0 0
                                    

Suasananya agak horror saat saya menulis ini. Sekitar pukul 00:36 saya menulis ini, disertai suara TV siaran Roy Kiyosi. Ingin kupindahkan channelnya tapi TVnya ada di luar sedangkan saya ada di dalam kamar.

Aduh, kepalaku agak pusing. Kenapa gak keluar Hayana?

Padahal di depan TV ada Bapak dan Mama yang sedang tertidur pulas. Saya cuma gak mau melihat penampakan (siapa tau ada yang terlintas -_-) apalagi saya lagi di rumah Darussalam House bukan di Padanglampe Village.

Sebenarnya sih yang menakutkan dari tayangan Roy Kiyosi adalah backsoundnya. Tayangannya tetang penulusuran atas masalah kliennya yang terjebak dengan ilmu ghaib.

Kuusap-usap lututku, agar jangan merasa merinding. Bahwa yang harus ditakuti adalah Allah swt, bukan yang lain. Tetiba kuucap taawudz dalam hati.

Aku berlindung dari godaan syaitan yang terkutuk.

Alhamdulillah, satu tugas selesai. Tapi project profil pesantren belum rampung teredit. Ingin segera kuakhiri agar saya bisa focus sama judul proposal yang selalu saja tertunda.

Apalagi perkuliahan offline yang ditiadakan memungkinkan kantor di kampun tak akan buka. Lalum, bagaimana pengurusan administrasi untuk prepare penelitian? Kemungkinan akan siding judul online, seminar online, meneliti online dan ujian tutut online. Jangan-jangan entar saya diwisuda online.

Apapun itu, semoga hati ini semakin lapang dan membawa keberkahan dalam hidup yang singkat ini.

Btw, ada selalu pertanyaan yang muncul di lubuk hati meskipun tak terdalam.

Jika saya terkena virus, apa yang akan kamu lakukan? Bagaimana kah takdirmu? Sungguh, kita hanya sok tau bukan Maha Mengetahui. Semoga saja covid itu segera berlalu meninggalkan planet kita. Aamiin.

Suara tv di luar, benar-benar mengganggu.

Saya jadi blank harus menulis apa. Actor utama berteriak-teriak hingga telinga dan jantungku ini berdegup lebih kencang.

Masih dua ratus tujuh puluh tiga, apa yang harus saya ketik?

Hari ini saya menulis quote, "Jangan ber-ubah untuk Ciptaan, tapi untuk Sang Penciptaan". Betapa penting meluruskan niat setiap waktu, jangan-jangan apa yang kita lakukan untuk ciptaan bukan Sang Pencipta. Padahal segala kemudahan dan keberkahan hidup akan melekat pada diri kita jika menjadikan Allah swt menjadi satu-satunya. Semoga saja..... (doa yang kurahasiakan).

Aku mulai menguap. Benar saja, mengetik seribu kata membuatku mengantuk.

Siap-siap saja besok saya akan ditanya jam berapa tidur semalam? (semoga sajalah saya tidak ditanya). Suara gerincing sapi terdengar di indra pendengaran. Ya, itu suara asli kok. Peliharaan milik tetangga.

Suaranya memberikan sensasi suasana desa meskipun Darussalam house terletak di rumah padat.

Berbeda dengan Padanglampe Village (rumah legend), suasananya memang lebih pedesaan.

Akhirnya, tayangan Roy Kiyosih berakhir dengan ditutup kultum yang dibawakan oleh ustad. Pesannya, bahwa kita sehendaknya menggantungkan harapan hanya kepada Allah swt tanpa melakukan praktik-praktik yang berpotensi menduakan Allah (syirik).

Semoga saja, kita terhindar dari syirik. Meskipun tak jarang di sekitar kita masih saja sering ditemui syirik-syirik kecil.

Empat ratus empat puluh empat, apa lagi yang saya ketik?

Saya kembali menguap, mataku mulai berkaca-kaca kembali.

Ini sebenarnya ada yang membaca gak sih? Kalau kamu baca coba beri koment. Tulisan seribu kata ini sih sebenarnya seperti diary tapi bersifat public bukan rahasia-rahasian. Meskipun, saya tau tidak semua orang akan membuka link tulisan ini meskipun saya sudah share. Maka terima kasih, yang tetap setia baca dari awal hingga akhir.

180* DaysWhere stories live. Discover now