Ungkapan bahwa "kejujuran adalah perhiasan jiwa yang lebih bercahaya daripada berlian" merupakan ungkapan yang benar adanya. Saat ini kejujuran hampir di berbagai aspek kehidupan manusia telah mengalami krisis kejujuran tak terkecuali di dalam kehidupan mahasiswa. Mahasiswa yang kini bukan hanya sekedar siswa saja tetapi telah menggunakan perpaduan antara maha dan siswa dimana maha berarti amat, sangat yang pada umumnya kata Maha sangat identik dengan Sang Maha Pencipta Allah swt.
Allah swt tentunya sangat menyukai orang-orang yang senantiasa berlaku jujur karena kejujuran merupakan akhlak yang terpuji. Namun, tidak semua orang mampu untuk menumbuhkan kejujuran dalam hatinya. Ketidakjujuran berasal dari kebiasaan individu serta prinsip yang melekat pada dirinya. Jika seseorang menganggap bahwa ketidakjujuran bukanlah sesuatu yang penting maka segala hal, baik itu ucapan maupun tindakan akan diwarnai ketidakjujuran. Seperti halnya jika seorang mahasiswa selama ia mengikuti jenjang sekolah (SD,SMP, dan SMA sederajat) membiasakan diri untuk menyontek pada setiap kali ulangan (ujian) maka sampai di bangku kuliahpun ia akan mengulangi kebiasaan buruk tersebut (Ala bisa karena biasa).
Setiap mahasiswa pasti ingin selalu memperoleh nilai tinggi dalam setiap mata perkuliahan. Namun apalah artinya jika nilai yang dihasilkan dari setiap hasil ujian merupakan hasil contekkaan baik itu dari buku, teman, atau hal lainya. Bagaimana bisa jika akhirnya setelah menempuh masa pendidikan selama 4 tahun di perguruan tinggi kita hanya akan menghasilkan ijazah yang bernilai palsu?
IlustrasiJika menyontek sudah menjadi hal biasa, maka seakan tidak ada lagi rasa bersalah yang timbul di dalam hati mereka. Tapi tahukah kita? Memperoleh nilai tinggi tetapi dengan cara menyontek sama artinya jika kita melakukan penipuan terhadap orang tua kita. Karena pada dasarnya, nilai yang kita peroleh adalah nilai palsu hasil contekan. Sangat disayangkan ketika budaya mencontek terus dilestarikan hingga akhir mencapai puncak wisuda. Bak membeli telur yang ada hanya cangkangnya saja tetapi tak ada isinya. Ijazah dengan nilai mengagumkan tapi tidak ada ilmu yang melekat pada otak. Idealnya, seorang mahasiswa tak hanya pandai mengkritisi di sekitarnya, tetapi ia juga harus pandai mengkritisi apa yang ada di dalam dirinya lalu memperbaikinya sesegera mungkin. Maka dari itu, mari kita periksa dari dalam diri kita mencoba melakukan intropeksi diri. Apakah pribadi kita mengalami krisis kejujuran? Semoga kita tidak mengalami krisis kejujuran…Aamiin
***
Perkembangan para desainer busana muslimah menyebabkan banyak perempuan yang memilih berjilbab. Banyak diantara kaum hawa yang hanya berjilbab karena hanya ingin mengikuti tren fashion semata. Walaupun tidak jarang beberapa wanita memilih untuk memakai baju kurung beserta cadar yang menutupi sebagian wajahnya. Terlepas dari semua itu, jilbab bukan hanya menutup aurat semata. Tetapi bagaimana jilbab itu bisa membentengi akhlak kita. Tidak jarang kaum hawa yang memilih berjilbab hanya sekedar menutup kepala (rambut saja) tetapi akhlaknya masih menunjukkan perbuatan tercela seperti berbohong, menggunjing, riya, iri hati dan masih banyak penyakit hati lainnya. Ketika kita berjilbab, usahakan hati kitapun ikut menutupi atau mengurangi dosa-dosa yang sering muncul dari hati. Jangan sampai kita dikatakan berjilbab tetapi munafik. Jika kita memilih menutup aurat maka hati kita perlu ikut diperbaiki. Misalnya menanamkan kejujuran dan rasa syukur. Ketika kita memilih mengharuskan segala perkataan dan sikap kita untuk selalu berlaku jujur baik itu kepada diri sendiri maupun kepada orang lain maka tak akan ada yang namanya kebohongan. Selain itu rasa syukurpun harus selalu dipupuk dalam hati, ketika kita bersyukur dengan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri kita maka kitapun akan terhindarkan dari iri hati kepada orang lain. Terkadang perasaan iri kepada orang lain menyebabkan kita sering mencari-cari kekurangan orang tersebut sehingga kita sering mengumbar aib seseorang dengan cara menggunjing atau bergosip dengan teman kita. Jilbab bukan sekedar jilbab, hati kitapun harus ikut diperbaiki kualitasnya. Ketika memilih untuk mengintropeksi penampilan kita maka jangan lupa mengintropeksi hati kita. Ketika memilih berjilbab, maka sertakan niat yang baik. Berjilbab karena Allah semata bukan karena kepentingan tertentu. Karena jilbab adalah hal yang wajib bagi wanita tetapi bukan berarti hanya karena ingin melepaskan kewajiban maka hanya berjilbab asal-asalan. Dengan menutup aurat dengan berjilbab yang berhiaskan keimanan dan ketakwaan semoga Allah swt senantiasa meridhoi dan memberkahi kita semua yaitu para muslimah sejati.
***
Aman atau tak aman. Posisi manakah yang harus kupilih, Saat memilih posisi aman maka disitulah saya tidak akan terlalu banyak menemui rintangan hidup. tapi bagaimana jika posisi yang tidak aman itu tidak membuatku nyaman. Saya tidak mengetahui, antara dua ujung jalan ini yang manakah jalan yang akan membawaku ke jalan kesuksesan. Lagi-lagi saya memohon kepada Sang Pencipta, karena pada dasarnya hanya Dia-lah tempatku selalu memohon doa. "Ya Allah tuntun hamba-Mu ini agar tetap berada di jalan yang benar... Aamiin".
***Ibarat ranting pohon yang bercabang-cabang, pikiranku pun begitu saat ini. Mendapat kabar, bahwa beliau masuk rumah sakit membuat konsentrasiku terpecah. Disatu sisi saya harus fokus menuntut ilmu, di sisi lain, hati dan pikiranku selalu mengingatnya. Siapa sih yang tidak merasa khawatir ketika orang yang disayang terbaring di sebuah ranjang rumah sakit. Bau obat-obatan, suara gaduh orang lain akan menambah ketidaknyamanannya. Tentunya tidur di rumah sendiri akan lebih nyaman dibandingkan tidur di tempat lain, apalagi jika itu rumah sakit.
Saya mengira beliau sudah sehat, mengingat beliau beberapa hari yang lalu terlihat semangat menjemputku dari persimpangan jalan bahkan ia membawaku berkeliling melihat pemandangan. Bak tak terjadi apa-apa dalam tubuhnya, ia tersenyum tulus mengantarku dengan sepeda motornya. Di hari itu, saya sangat bahagia dan bersyukur karena sudah melihat ia kembali dengan gayanya sendiri, tak kusangka kenangan itu menjadi kenangan terakhir sebelum ia kembali terbaring sakit. Beliau memang kurang menjaga kesehatan di masa lalu, hingga saat ini barulah penyakit itu menampakkan dirinya. Ini adalah cobaan yang harus dijalani dengan lapang dada meskipun ada air mata jatuh di pipi. Semoga ada hikmah dibalik cobaan ini, khususnya beliau semoga bisa memetik pelajaran dari rasa sakitnya.
***
S
aat kuterima telepon dari seorang kawan, tiba-tiba kabar itu menjadi pemicu pusing akibat peningkatan beban pikiran. Sudah tiga minggu tak bertemu dengan mereka. bagi mahasiswa yang kuliah diluar negeri, waktu tersebut tak ada apa-apanya. Rindu kepada orangtua merupakan perasaan yang wajar bagi setiap anak. Apalagi jika anak tersebut memang memiliki kedekatan emosional dengan orangtuanya. Bukan karena anak cengeng ataupun anak manja sehingga ia selalu ingin bertemu dengan mereka. Tetapi ada perasaan saling membutuhkan diantara satu sama lain. Pada dasarnya mereka membutuhkan anak sebagai penyalur perannya sebagai orangtua dengan memberi kasih sayang kepada anaknya dan anaknyapun juga selalu membutuhkan kasih sayang dari orangtuanya. Memang memberikan kasih sayang tak selamanya harus berjumpa, bisa dengan teleponan karena jarak yang memisahkan. Tetapi jika masih ada kesempatan dan masih bisa untuk berjumpa. Mengapa tidak? dan maukah kita melewatkan kesempatan itu? Karena tak ada yang mengetahui kapan dan siapa yang duluan meninggalkan dunia ini kecuali hanya Dia, Sang Pencipta Allah SWT.
YOU ARE READING
180* Days
RandomSeribu Kata selama Seratus delapan puluh hari. Jika ada satu hari terlewatkan tidak menulis, maka ulangi lagi meskipun sudah di hari seribu tujuh puluh sembilan. Saya mencoba mengikuti saran Tere Liye, saya harap suatu hari ia akan membaca tulisan i...