Eps. 1 "Konsistenlah, Hayana"

2 0 0
                                    


Bismillah.

Sejak 1 Desember, sebenarnya saya sudah mau kembali menulis lagi. Namun, sepertinya sifat menundaku semakin akut menggerogoti jiwa ini.

Bahkan target untuk konsul semakin tidak jadi-jadi hanya karena ketidakkonsistenku pada rencana yang telah ditetapkan.

Astagfirullah ala'adzhim.

Semoga Allah mengampuni dosa-dosaku pun termasuk kelalaianku, kuharap viewers pun begitu.

Sambil mendengar ceramah ustad Adi Hidayat, saya mengetik ini. Sebenarnya seharusnya saya menyelesaikan tugas dari kak Lela dan tugas tesis. Semestinya hari ini, saya sudah konsul namun karena ketidakkonsistenku karena suka menunda.

Hayana oh Hayana.

Tidak akan ada yang berubah selama kamu terus membiarkan kondisi ini terus terjadi. Ayolah, konsisten, disiplin dan keras terhadap dirimu sendiri.

Ya, saya tau konsisten adalah hal-hal yang tidak disukai tapi tetap dilakukan. Kamu yang ingin menyelesaikan urusan A namun saat itu kamu merasa bisa melakukannnya di lain waktu lalu kau mengikuti itu, sungguh saat itu kamu sudah tidak konsisten padahal sebelumnya sudah kamu rencanakan.

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.

Hujan telah berhenti, setelah beberapa jam mulai pukul 7 lewat hujan deras turun membasahi bumi. Menambah kenyamanan bagi manusia penikmat tidur pagi. Namun, tidak pada raga ini.

Raga ini tidak menyukai tidur pagi meskipun mata ini berkunang-kunang karena ikut merasa mengantuk. Kenapa raga ini tidak tidur saja?

Ya, karena efek dari tidur pagi dapat membuat kepala menjadi pusing 7 keliling yang akan memicu rasa mual dalam tenggorokan. Menuliskannya saja otakku segera mengingat rasa mual itu.

Akhirnya, sayapun memilih tidak tidur.

Setelah membaca zikir pagi, diri ini bergegas bangkit menyapu di dalam dan luar kamar lalu otak ini memutuskan untuk memerintahkan raga ini membeli tabung gas. Membeli tabung gas di pagi hari akan membuat diri ini tidak terlihat oleh banyak pasang mata.

Memangnya malu?

Oh, tentu tidak. Hanya saja saya untuk keadaan tertentu saya sangat menghindari tatapan pasang mata orang lain.

Sesampai di kos, gas segera kupasang. Kuharap gasnya mau bekerjasama (tidak bocor). Tapi nyatanya, saya harus menggunakan kantong plastik untuk melapisi regulator gas dikarenakan gas yang tetap keluar di tempat yang bukan seharusnya keluar (massaui, Bugis). Teknik melapisi ini diajarkan oleh sang penguasa dapur.

Tetiba teringat, kalau saja tesisku bisa segera selesai maka saya bisa pulang ke rumah sejenak menemani mereka.

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim, jangan Engkau biarkan diri ini malas.

Kurasa kebiasaan menulis seribu kata perhari menjadi salah satu factor yang menjadikan saya malas menyelesaikan. Maksudku, ketika diri ini terbiasa menyelesaikan seribu kata per hari maka bukan hal yang tidak mungkin jari jemari ini juga akan mudah menyelesaikannya. Karena terbiasa mengetik tulisan panjang.

Ok, baiklah Hayana. Saya harap kamu konsisiten pada seribu kata perhari.

Bukankah, memang sebelumnya kau sudah berkomitmen?

Ya, ya, saya sangat ingat itu.

Tiada hari saya melupakan itu bahkan setiap menjelang tidur ingatan ini suka flashback dan merasa seharusnya saya pensiun dari sifat penunda.

Saya memperbaiki posisi dudukku yang sedang bersandar santai di lemari sepupuku, Ayu.

Suara radio masjid mulai terdengar mengajak para umat Islam untuk melaksanakan sholat Jum'at. Sedangkan otak ini mengingat keinginan untuk membaca surah al kahfi. Tiba-tiba, saya menguap tanda rasa ngantuk yang sejak tadi merasuki diri ini.

180* DaysWhere stories live. Discover now