Tamu Rutin [eps.1]

5 0 0
                                    

Bismillah...

Saat mengetik ini, saya sedang berusaha menahan rasa sakit perut yang tiba-tiba menyergap. Ini diakibatkan karena hari libur rutin perempuan. Kupikir tadi siang telah berakhir, ternyata tidak.

Tiga tetes propolis murni dari Inggris, saya larutkan dalam air putih. Segera kuteguk, agar rasa sakit sedikit mereda. Namun, ketika sakit itu belum mereda berarti Allah sedang ingin menghapus dosaku. Bukankah sakit adalah salah satu cara menggugurkan dosa?

Tapi viewers, ini bukan alasan untuk mau sakit yak. Masih banyak cara untuk menggugurkan dosa selain dari sakit. Zikir ataupun melakukan hal-hal kebaikan juga bisa.

Saya kembali bangkit dari posisi baring beberapa menit yang lalu. Kembali menarikan jari jemari di atas keyboard.

Memory otak kembali mengingat situasi pagi hari. Namun, otak menarik ingatan jauh [kemarin]. Ingatan itu tentang wanita yang melahirkan. Ia menangis saat merasa hatinya sesak. Sang pemberi nama Hayana mencoba menenangkannya untuk tidak percaya terhadap kabar angin yang belum jelas kebenarannya.

Saya setuju akan pernyataan itu. Namun, kedua mataku juga tak mampu membendung air mata. Hati ini sangat perasa, melihat orang lain menangis maka saya pun akan ikutan menangis terlebih lagi jika yang menangis adalah orang terdekat. Bagaimana denganmu, readers?

Apakah kamu juga perasa? Atau tidak. Sungguh saya bukan Maha Mengetahui tentangmu Readers.

Usai sholat subuh, seperti biasa saya akan mencoba menuntaskan membaca sebuah buku mini yang berisikan zikir pagi dan petang. Namun, baru setengah saya baca... kelopak mata ini mulai berat dan saya tak mampu menahannya. Akhirnya, saya tertidur hingga pukul 7 pagi lewat sekian wita.

Saat terbangun, sang penguasa dapur sibuk merapikan baju. Ia melakukan sambil menggoreng ikan. Seorang ibu multitasking, bukan? Sedangkan saya membuka kelopak mata dan berusaha sekuat mungkin bangkit dari tidur. Yaa, ini efek karena tadi malam tidur jam 12 malam. Syukur saja diri ini tidak merasa loyo, letih, lesu, lunglai.

Kuambil sapu ijuk lalu segera menyapu lantai yang berdebu. Namun, sebelum melakukan saya singgah di meja makan lalu meminum beberapa tetes propolis dari Inggris itu. Mataku menangkap kue yang dibungkus dengan daun pisang. Kami menyebutnya putu. Tangan ini mengambil lalu mengunyah secara perlahan merasakan tekstur dan rasa asing bercampur kelapa muda yang telah diparut. Mataku kemudian menangkap pisang yang sudah diiris-iris lalu digoreng dengan tepung. Tangan ini kembali mengambil lalu menguyah dengan pelan. Rasa manis membuat lidah merasa enak. Sang penguasa dapur menawarkan segelas milo dari Malaysia. Namun, saya menggeleng menolak karena sebenarnya itu punya sang penguasa dapur. Jika saya mau, saya akan buat sendiri.

Namun, sebenarnya saya lebih suka makan milo daripada minum milo. Seringkali sang penguasa dapur menegur karena saya makan milo. Saya pun suka beralasan bahwa, cara saya berbeda. Saya makan milo beberapa sendok, lalu di akhir nanti saya akan meneguk air. Bukankah nanti di dalam perut, milo itu akan bercampur? Hehe.

Setelah selesai dengan segala sesuatu di atas meja makan. Saya segera mengambil sikat gigi dan mempertemukannya dengan odol. Lalu? Yaa,,, saya pikir readers pasti sudah tahu... saya apakan itu.

Yang jelas, setiap bangun tidur rasanya ada yang kurang kalau tidak sikat gigi dulu. Hehe. Meski saya suka heran, kenapa gigiku tidak bisa seputih kertas yaa, padahal saya rajin sikat gigi. Sang pemberi nama Hayana pun suka berucap bahwa gigiku punya karakteristik lain. Hehe. Entahlah.

Yang jelas banyangan saat gigi lubangku dicabut pekan lalu masih teringat jelas. Seorang dokter berusaha mencabut gigiku menggunakan tangnya dan seorang dokter lagi memegang wajahku. Rasanya?

Yaa lebih baik merasakan moment sebentar itu daripada harus menderita lama karena sakit gigi.

Ok, kita kembali ke cerita tadi pagi.

Setelah sikat gigi, saya segera menyapu lantai hijau itu. Sang kucing pun tak mau ketinggalan untuk meggoda ujung sapu ijukku. Ia sering kali mengacaukan debu-debu yang sudah kukumpulkan. Namun, saya tak pernah marah hanya semakin gemess saja dengan tingkah konyolnya itu.

Setelah menyapu, dalam hatiku beradu saran. Setelah ini, menyapu di halaman atau mengepel? Lalu kupilih menyapu halaman. Daun-daun yang rontok sudah menunggu untuk dikumpulkan lalu dibuang. Kutengok sosok penyebar angin itu di seberang rumah, namun saya tak melihatnya. Saya hanya penasaran apakah ia akan tersenyum padaku atau tidak. Setelah apa yang ia sampaikan kabar simpan siur itu ke telinga sang penguasa dapur.

Sungguh, terhadap ucapan orang lain yang belum jelas kebenarannya ada baiknya jangan langsung memasukkan ke dalam hati. Cukup simpan di dalam otak, dianalisis apakah kabar ini benar atau tidak.

Setelah menyatukan semua dedaunan yang rontok berguguran, hatiku kembali beradu atas opsi saran aktivitas baru. Apakah saya mengepel dulu atau mandi? Mengingat jam dhuha yang tak boleh terlewatkan. Namun, saya malah melakukan saran baru yang tiba-tiba terlintas yakni mencuci motor. Apalagi nanti saya akan keluar mengantar sang penguasa dapur untuk berangkat ke Mangkoso (sebuah wilayah yang terkenal dengan lingkungan religiusnya).

Usai mencuci kendaraan roda duaku itu dengan hanya menggunakan seember air saja (saya sering menyebutnya cuci seember). Namun, meskipun seember hasilnya tetap kinclong kok. Hehe.

Melihat motor telah kinclong, mata ini kemudian melihat beberapa tanah pot bunga-bunga sang penguasa dapur yang kekeringan. Maka otak ini berinisiatif agar menyiram mereka terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam rumah untuk mengepel.

Setelah semua tuntas, scenario lain muncul. Saya merasakan tamu perempuanku datang dan seketika itu saya mesti siap atas konsekuensi rasa sakit yang bisa saja menyapa.

Sang penguasa dapur pamit dengan suaranya yang terdengar dari arah ruang tamu. Namun, raga ini hanya berbaring di dalam kamar. Ia tak tau tentang tamuku ini. Saya hanya tak ingin ia khawatir dalam perjalananya. Lagi pula, rasa sakit dari tamuku ini biasanya hanya sehari. Esok akan mereda.

Sungguh, wahai readers kaum adam. Wanita memang terlihat enak yaa kalau pas lagi datang bulan. Terbebas dari perintah sholat. Namun, ada rasa yang tak bisa dijelaskan secara detail melalui kata-kata. Tentang rasa sakit dan rasa tidak enak 'perasaan'. Beberapa wanita merasakan ketidaknyamanan pada tulang-tulangnya. Saya yakin, ini tidak ada apa-apanya dibandikan rasa sakit saat melahirkan.

Jadi readers, jangan pernah menyakiti perempuan. Mungkin, kalimat itu sudah sangat popular. Namun, tolong yaa dipraktekkan khususnya pada wanita yang melahirkan kita.

Mendekati seribu kata, saya memikirkan setelah ini harus melakukan apa. Saya hanya berpikir bahwa setiap kegiatan yang telah kita rencanakan dengan baik, semestinya jangan sampai berakhir jadi wacana. Mungkin kita akan berucap dalam hati, "besok, saja" hingga keesokan harinya dua kata itu kembali berulang, lagi dan lagi. Akhirnya, tak ada yang jadi. Hummm.... Pengalamanku readers. Mari berubah dan tegas pada diri sendiri.

#tegas pada kebaikan.

Terima kasih telah membaca hingga akhir. [Tanete, Ahad 4 Juli 2021 pukul 19:54 wita].

180* DaysWhere stories live. Discover now