Bismillah.
"Kenapa kamu makan sambil melamun," bentak tante kepada keponakannya.
Sontak gadis berlesung pipi itu refleks menatap omnya setelah sebelumnya menatap mata tantenya.
Rasa marah terlihat jelas pada raut wajahnya. Kedua matanya melotot tajam, ada aura hawa panas.
"kok, segitunya sih. Menegurkan boleh, gak usah pakai bentak kali," batin gadis berlesung pipi itu.
Omnya hanya menatap isterinya yang juga seakan setuju dengan ucapan batin keponakannya meskipun ia tak mendengar langsung.
Tantenya seolah meradang kepanasan. Entah apa yang merasukinya. Sedikit-dikit ia akan marah meskipun itu hal yang sepeleh.
"bisa cepat tua tuh tante," batin gadis itu.
Lalu, pikirannya melayang pada perkataan seseorang. Ia mengingat sesuatu.
"astagfirullah. Maafkan tantemu. Ia mungkin tak seperti dirimu yang bisa menahan emosi meskipun merasa sangat marah sekali," batin gadis itu sambil mengusap dadanya.
Ia menarik nafas lalu menghembuskan sambil menutup mata. Seketika, ia merasa lega.
"maaf memaafkan harus senantiasa ada dalam hati ini," batinnya lagi.
Selesai makan, gadis itu beranjak dari duduk lesehannya. Ia bangkit mengambil kerupuk tipis dalam sebuah toples kaca yang panjang. Dibawanya segenggam kerupuk itu masuk ke dalam kamarnya. Ia menguyah dengan pelan, ia merasakan manis dan gurihnya kerupuk itu. Sayang sekali, ia tak dapat menahan air matanya yang jatuh membasahi pipi mulusnya.
"Ayolah jangan menangis. Kau harus kuat. Masa' baru dibentak gitu udah lunglai. Gimana sih," protesnya sendiri dalam hati.
Gadis itupun berjalan memasuki kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Ia membasuh seluruh wajahnya dengan air yang tertampung dalam ember putih bekas cat tembok.
"kau tak boleh lemah," yakinnya saat keluar dari kamar mandi.
Ia menatap dengan penuh keyakinan lagi menguatkan melalui cermin bewarna kuning lembut yang tergantung di dekat lemari kayunya.
Usai menatap mata sayunya, gadis itu memutuskan untuk membaringkan tubuhnya di kasur empuk.
"Tidurlah, dan saat kamu bangun lupakan dan maafkan," pesannya sebelum menutup mata terlelap.
suara hujan yang sangat deras menjadi pengantar tidur nyenyaknya. Ia tertidur lelap dan nyenyak. Memang, seperti biasanya tidurnya selalu lelap dan nyenyak saat ia sudah mengeluarkan air mata.
Saking lelapnya, ia tak menyangka bahwa pukul tujuh lewat dua puluan menit telah terlewati. Ia bangun kesiangan.
"Ya Allah telat lagi," ucapnya masih dalam hati tanpa suara.
Ia segera bangkit dan mencari ikat rambutnya. Benda itu ditemukan di bawah bantalnya. Ia segera bangkit dari tempat duduknya lalu segera mengikat rambutnya dengan rapi.
***
"kau tau kenapa aku memilihmu?" ucap gadis berkaca mata itu.
"kenapa coba?" ucap lelaki gendut mendekat menatap focus.
"karena kau lelaki modern. Kamu cerdas dan update terhadap segala sesuatu," kata gadis itu penuh senyum.
"hanya itu?" tanyanya lagi lelaki gendut beraksesoris mahal itu.
"masih ada"
"apa?"
"karena Aku menyukaimu,"
YOU ARE READING
180* Days
RandomSeribu Kata selama Seratus delapan puluh hari. Jika ada satu hari terlewatkan tidak menulis, maka ulangi lagi meskipun sudah di hari seribu tujuh puluh sembilan. Saya mencoba mengikuti saran Tere Liye, saya harap suatu hari ia akan membaca tulisan i...