#28

1.8K 299 98
                                    

Lucius mengacak rambut nya yang sedikit basah lalu menahan tubuh nya di atas wastafel dan menatap wajah tampan nya di cermin. Ia menatap manik biru itu dingin lalu kepala nya memutar memori kejadian tadi pagi, di mana gadis itu tersenyum, tertawa dan kerutan mata nya yang terlihat sangat bahagia di depan pria itu. Hell, dia tidak pernah seperti itu di depan nya.

Lucius menghela nafas, ia memakai kaos lengan panjang berwarna hijau tua dan celana santai. Ia lantas ingin keluar jika saja ia tidak melihat atensi gadis itu dari pantulan cermin.

"Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Lucius dan menatap Lucy dari cermin.

"Ini rumah ku, jika kau lupa." balas Lucy enteng.

"Tamu juga butuh privasi."

Lucy mengangkat kedua bahu nya acuh, "Kau bukan tamu."

Lucius spontan menatap nya heran.

"Kau bagian dari keluargga ini."

Lucius menelan ludah nya kasar setelah mendengar ucapan gadis ini. Benar, dia adalah bagian dari keluargga Nineville karena ia akan menikahi gadis dari keluargga ini. Tapi bagaimana jika gadis itu menyukai pria lain?

"Ayah mu akan berfikir yang tidak-tidak jika melihat di sini." Lucius menghidupkan keran lalu mencuci tangan nya di sana.

Lucy diam sejenak lalu berjalan menuju ke samping pria ini, ia membelakangi kaca dan bersandar di wastafel. Lucy melipat tangan nya di depan dada, "Aku yakin kau tidak akan melakukan nya."

"Aku pria normal, Lucy." Lucius mematikan keran, "Aku bisa saja melakukan nya."

Lucy tersenyum, "Kau mencintai ku, itu sebab nya kau tidak sanggup melakukan nya."

Lucius menoleh menatap gadis itu lalu diam, hanya menelisik manik biru safir itu lalu tanpa di duga, Lucius menggendong gadis itu hingga duduk di atas wastafel dan membuat tatapan mereka menjadi sejajar. Lucius menatap nya dingin namun di balas senyuman manis dari gadis ini.

"Aku mencintai mu, itu sudah kepastian." Lucius menggertakkan gigi nya pelan. "Yang tidak pasti adalah," ia diam sejenak, "Apa kau juga mencintai ku?"

Lucy diam, menatap wajah tampan pria ini lalu kembali tersenyum dan melingkarkan tangan nya di leher nya. "Kau masih marah soal tadi?"

"Of course." balas Lucius cepat. "Aku masih marah karena kau tidak adil. Kau tahu semua sejarah hidup ku tapi aku tidak tahu siapa-siapa yang ada di masa lalu mu."

Lucy terkekeh pelan, "Aku tidak mau menceritakan masa lalu ku pada pria yang akan menjadi masa depan ku."

Lucius tersedak mendengar ucapan gadis ini dan tanpa sadar ia tersenyum namun dengan cepat ia menahan nya. Tapi sial, mata nya tak bisa lagi menutup perasaan penuh cinta nya pada gadis di depan nya ini.

"Tapi seperti nya kau sangat senang di dekat nya."

"Siapa yang tidak senang ketika bertemu teman lama nya?"

"Tetap saja, dia laki-laki."

"Kau juga."

"Aku pacar mu!"

Lucy terdiam sejenak di tempat nya saat tanpa sadar pria itu menaikkan suara nya dengan sedikit marah tapi malah terlihat imut di mata Lucy. "Jadi. . .," Lucy tersenyum menggoda. "Pacar ku sedang cemburu karena aku dekat dengan teman laki-laki ku?"

"Yes." balas pria itu cepat. "Kita tidak tahu apa yang di fikirkan oleh nya. Bisa saja dia merebut mu dari ku."

"Itu tidak mungkin."

"Why?"

"Karena aku tidak ingin berpaling dari mu." Lucy menangkup wajah pria itu dan tersenyum gemas. "Lagipula, kau yang merebut ciuman pertama ku, bukan?"

"Ciuman pertama tidak menentukan—"

"—Aku yang menentukan nya." potong Lucy. "Aku yang menentukan dan memastikan bahwa teman ku itu tidak akan 'merebut' diri ku dari mu."

Lucy terkekeh lucu, "Kau mengerti?"

Lucius kembali diam, yang dia lakukan hanyalah memandangi wajah gadis ini, inchi tiap inchi lalu mengugam kagum dan bersyukur, betapa beruntung nya ia bisa mendapatkan nya. Lucius tersenyum kecil, "Kau tidak akan berpaling dari ku 'kan?"

"Kesetiaan wanita itu sudah bisa di jamin. Aku malah meragukan mu," Lucy menatap nya kesal, "Bagaimana jika ada wanita lain di hubungan kita?"

"Aku akan mendekap nya erat dan memeluk nya hangat juga mencium kening nya lembut—," 

"HUH?!"

Lucius terkekeh melihat wajah protesan gadis ini lalu sebelum ia melemparkan kekesalan nya, Lucius langsung mendekat ke telinga kanan nya dan berbisik pelan, "Lalu memberitahu nya, betapa beruntung nya dia mempunyai ibu seperti mu."

Lucy langsung terbatuk mendengar nya membuat Lucius langsung kembali terkekeh geli. Apalagi ketika melihat wajah nya yang merona. Dia terlihat sangat imut.

Lucius diam di tempat memandangi nya dalam waktu yang lama lalu mengusap rambut nya lembut. Tak lama ia menarik Lucy ke dalam dekapan nya. "Jangan tinggalkan aku."

Lucy lantas membalas pelukan nya dan menyandarkan kepala nya di dada kanan pria ini. "Tidak akan, Mister Lucius Abraxas Malfoy."

Lucius tersenyum kecil dan tanpa di duga, ia malah menarik tubuh gadis ini hingga tak lagi duduk di atas wastafel tapi ada di dalam gendongan nya seperti seorang bayi.

Lucy memekik tertahan dan menarik kepala nya, tangan nya memegang kedua bahu pria ini agar tidak jatuh. Lucy menatap nya kesal, "Kau bisa membuat ku jatuh!"

"Tapi nyata nya tidak 'kan?" Lucius berjalan keluar hingga menemui kamar tidur nya sambil tetap menatap gadis itu. "I won't let you fall."

Lucy menelan ludah nya kasar, ia tidak tahu harus menanggapi ucapan pria itu. Ia sudah lebih dulu di bawa terbang karena kata-kata nya yang mampu membuat wajah nya merona. Tak mau pria ini tahu wajah nya seperti tomat, ia kembali menidurkan kepala nya di bahu Lucius. Sama seperti anak bayi.

Lucius terkekeh geli, ia lantas memperlakukan layak nya bayi, mendesis pelan, menepuk pundak nya lembut dan sesekali mencium pipi nya pelan.

"Kau ingin makan?" tanya Lucius. Mereka belum makan malam sama sekali padahal Maid sudah memberitahu bahwa makan malam sudah siap. Hari ini, Orang tua sedang ke luar negeri, perjalanan bisnis.

Lucy menggeleng pelan, "Tidak. . . Aku hanya ingin seperti ini."

Lucius terkekeh, "Kau sudah enam belas tahun, Lucy."

"Sebentar lagi tidak." Lucy merasa sangat nyaman di posisi seperti itu, "Aku akan cukup umur untuk melakukan apapun. Berjalan-jalan, mencoba makanan, minum Alko—"

"Kau tidak akan minum alkohol tanpa seizinku." potong Lucius cepat sambil tetap menepuk pundak nya lembut.

"Ayolah, aku sangat penasaran dengan rasa nya."

"Nanti saja," Lucius berjalan ke arah jendela kaca yang menampilkan kota London dari kamar nya. "Saat kita sudah menikah."

"Why?" tanya Lucy tanpa mau mengubah posisi nya.

"Karena aku sudah bisa melakukan semua nya dengan bebas."





































T B C

✨Y O U✨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang