Senin pagi di sekolah, semua murid sudah masuk seperti biasa, suasana pun sudah kembali kondusif seperti sedia kala, sisa-sisa paska aksi demo sudah di bereskan oleh pihak terkait.
Sudah dua hari juga gue bebas dari penjara, sudah dua hari ini gue banyak diam dan sedikit murung.
Gue bahkan ngedieumin si Dara, gue bahkan nyuruh dia pindah ke sebelah, beruntung pemilik kostan sudah pulang dan gue bisa dengan mudah ngusir tuh cewek, namun karna kita tetanggaan tuh cewek masih gangguin gue.
Tapi gue gak pernah ngegubris dia, entah kenapa gue masih kepikiran sama yang di ucapkan oleh dia, walau tidak secara langsung namun gue menangkap makna dari ucapan nya itu.
Apa iya semua orang hanya kasihan sama gue? Apa kak Arin juga sama? Apa seseorang seperti gue gak bisa dapet kasih sayang yang tulus dari orang lain.
Apa sesulit itu hidup di dunia ini? Kalau tau begitu, kenapa gue gak mati aja sih? Syukur-syukur dulu gue mati tenggelem di sungai, dari pada hidup kayak gini.
Helaan napas sesekali gue buang, setelah ini pasti akan ada lagi satu hal yang menggemparkan.
Biasanya, setelah keluar dari penjara gue bakal masuk ke ruang BK.
Tapi sebelum itu gue kudu mastiin keadaan si Tari dulu, gue masuk ke dalam kelas dan mendapati si Tari lagi duduk di kursinya. Kepalanya masih memakai perban.
Gue langsung duduk di kursi gue.
"Gimana kepala lo? Gak parah kan?" tanya gue memulai pembicaraan.
"Engga, cuma ya gini kudu make perban," jawab nya.
Gue mangut-mangut. "Syukur deh, yang lain nya ada yang kena?"
"Gak tau sih, belum denger juga."
Gue membulatkan mulut paham, gue harap gak ada lagi yang kena.
"Eh, kata si Abam, si Gilang kena, mukanya pada bonyok," katanya tiba-tiba.
Gue langsung noleh. "Gue juga tau, si Gilang kena grep, kalau gak gue tolongin udah ancur kali mukanya di gebugin polisi."
Tari berdecak. "kesel gue, polisi sialan itu semena-mena banget."
"Hooh, gue ama yang lain juga kena grep, ngandang kita semalaman. Kesel gak tuh!"
Si Tari terkekeh. "Gue juga denger itu, terus lo siapa yang nebus? Kakak lo?"
Gue mengangguk bohong, kalau gue cerita siapa orang nya pasti bakal mikir yang aneh-aneh.
Kami kembali diam dan sibuk sama pikiran kami masing-masing. Tidak ada pembahasan menarik, entah kenapa gue lebih suka diam sekarang ini.
Tidak ada lagi Gusti yang ceria, tidak ada lagi Gusti yang Fuckboy, tidak ada lagi Gusti yang suka ngegombal, yang ada sekarang hanya Gusti pendiam dan pemurung, tidak ada yang tau luka di hati gue, tidak ada yang tau seberapa besar beban yang gue tanggung saat ini.
Yang mereka tau hanyalah sosok Gusti yang mereka kenal selama ini, yang kuat, tegar, strong.
Tapi pada kenyataan nya gue lemah, cengeng bahkan semakin hari semakin lemah.
Gue lemah bukan soal kekuatan, tapi gue lemah soal kasih sayang, satu hal yang bisa membuat gue lemah ialah kurang nya kasih sayang orang tua, itu aja.
"Gusti di panggil bu Farida ke ruang BK."
Teriakan si Rini langsung membuat seisi kelas hening, mereka menatap gue dan Rini secara bergantian.
"Ada apaan bu Farida nyuruh lo ke ruang BK?" tanya si Tari penasaran.
"Kangen kali sama gue," balas gue asal.

KAMU SEDANG MEMBACA
ZONA BERANDAL ✅ [SELESAI]
Teen FictionKEBAL SERIES # 1. BASIS ( END ) ( WARNING ) 18+ Konten dewasa, bijaklah menyaring kata-kata dan adegan dalam cerita ini. Cerita ini mengandung banyak sekali kata-kata kasar dan vulgar, banyak juga adegan brutal, vulgar, di tambah hot kiss di beberap...