Hujan masih menyelimuti jalanan kota Bandung, semakin lama hujan demakin deras mengguyur jalanan kota, banyak beberapa jalan yang sudah tergenang air. Entah kenapa gue rasakan intensitas hujan kali ini lebih deras di banding hari-hari biasanya.
Untung nya hujan kali ini tidak di sertai petir dan angin, kalau saja hujan seperti itu makan suasana akan lebih mencekam lagi.
Kini gue masih berada di dalam mobil bersama si Dara, suasana hening karna sedari tadi tidak ada yang mulai pembicaraan.
Dara masih fokus nyetir, semetara gue masih sibuk melamun sambil menatap ke luar jendela.
Rencananya kami akan pulang ke rumah si Dara, gue akan minta restu sama nyokap nya dia. Hati gue dag dig dug seur, rasanya grogi banget sumpah.
Nyokap nya itu tinggal hanya berdua saja bersama adik nya Dara. Sementara itu bokap nya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu karna sakit.
Keluarga si Dara hidup berkecukupan walau gak termasuk ke dalam orang kaya tapi ekonomi nya bisa di bilang baik, mereka mempunyai sebuah cafe yang cukup terkenal di Bandung, dari sana lah pundi-pundi rupiah mereka dapatkan.
Cafe milik mereka di kelola dengan baik oleh nyokap dan adik nya, sejauh yang gue tau Dara dan adik nya itu beda enam tahun, ya dia baru kelas satu sekolah tingkat atas.
Selain itu Dara bekerja sebagai guru, Dara juga mengajar les privat via online, dia juga mempunyai bisnis online di bidang produk kecantikan. Dara itu sangat cantik jadi banyak yang endose dia buat jadi model, namun sekarang dia sangat pilih-pilih mengingat pekerjaan nya yang menumpuk sebagai guru.
Namun di balik itu semua dia itu garang di jalanan, pundi-pundi rupiah nya lebih banyak dari hasil menang balapan liar. Koneksi yang kuat dari si Marko membuat jadwal balapan dia banyak dan ya dia selalu menang, kata si Marko dia gak pernah kalah dalam lima puluh balapan terakhir, wih.
Tapi sialnya di balapan dia yang terakhir itu dia ketemu gue, dia kalah telak dari gue dan lebih gilanya lagi sekarang gue adalah calon suami dia, edan gak tuh suami istri gila balapan. Haha.
"Gus, lo jadi kan minta restu ke nyokap gue?" Dara bertanya setelah sekian lama diam.
Ternyata lampu merah, pantesan dia ngajak gue ngomong.
"Jadi, Ra. Btw, nyokap lo galak gak nih?"
Dara tersenyum tipis. "Engga, nyokap gue baik kok. Lo tenang aja. Gus."
Gue mangut-mangut. "Ra, tapi gue belum beli cincin nih! Lo tau sendiri kan kondisinya? Mana sempet gue beli cincin."
"Ya udah kita beli aja dulu. Lo ada duit kan buat beli cincin?"
Gue mengangguk. "Ada kok. Di dompet gue ada duit paling engga beli cincin buat lo doang."
"Cuma satu? Gak mau cincin pasangan gitu?"
"Engga, Ra. Kan ini lamaran biasa, cuma gue sendiri jadi ya satu cincin aja lah buat lo. Kalau pasangan mah nanti gue pesen buat nikah." jelas gue.
Dara mangut-mangut. "Ya udah, kita ke mall dulu kalau gitu."
Berhubung di sekitaran sini ada mall, kita langsung pergi ke mall itu. Berhubung lagi hujan deras, sekalian kita cari makan dan baju rapih buat lamaran. Masa gue mau ngelamar cewek pake baju bekas dari kuburan sih! Yang ada harga diri gue turun kalau gitu.
Waktu kembali beranjak, namun sebelum ke hal yang lebih serius alangkah baik nya gue sama Dara lebih mendekatkan diri dulu. Di mulai dari sekarang saat gue dan dia mau beli cincin.
Sekalian aja gue sama dia ngedate, sebelum nanti malam gue ketemu sama nyokap nya.
Semoga saja semuanya lancar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZONA BERANDAL ✅ [SELESAI]
Novela JuvenilKEBAL SERIES # 1. BASIS ( END ) ( WARNING ) 18+ Konten dewasa, bijaklah menyaring kata-kata dan adegan dalam cerita ini. Cerita ini mengandung banyak sekali kata-kata kasar dan vulgar, banyak juga adegan brutal, vulgar, di tambah hot kiss di beberap...