Carra dan kedua temannya sedang asik duduk di bangku masing-masing. Saat ini kelas mereka sedang free, di karenakan Bu Indah–Guru Matematika tidak masuk. Sebuah penantian yang semua murid tunggu-tunggu untuk menghindari pelajaran yang bisa membuat siapa saja pusing.
Banyak kegiatan yang mereka lakukan. Ada yang berhasil merumpi segerombolan orang di pojok kiri, ada juga yang mengadakan konser seperti biasanya yang di pimpin sang ketua kelas, dan ada juga yang lebih memilih tidur.
Berbeda dengan Carra. Cewek itu sedari tadi terus di interogasi oleh Mega, mengenai kejadian kemarin karena Senja yang menceritakan kepada Mega yang membuat Carra harus siap menghadapi pertanyaan-pertanyaan itu.
“Gue heran deh sama lo Ra,” kata Mega tiba-tiba. Cewek itu merubah posisinya menjadi menopang dagu.
Carra mengernyitkan dahinya. “Gue? Emang gue kenapa?” tanyanya keheranan.
Mata cewek itu memicing menatap Carra penuh selidik. “Lo suka ya sama Alaska?” tuduhnya.
Carra memutarkan bola matanya. “Tapi kalau iya juga nggak papa sih!” lanjut Mega.
Carra sedikit bingung kembali dengan perilaku temannya itu. Semakin hari, Mega itu semakin aneh bagi Carra. Mega Pelangi, Carra masih ingat betul pertama kali bertemu dengan gadis itu. Carra yang pendiam sedang duduk sendiri di bangku kelas tiba-tiba di datangi oleh Mega dan langsung mengajak Carra pergi jajan ke kantin. Aneh bukan?
Beda lagi dengan Senja. Carra bertemu dengan Senja itu waktu di halte. Carra sendiri tidak tahu kalau ternyata Senja teman sekelasnya, karena Carra tidak terlalu berbaur dengan lingkungan sekitar sampai-sampai Senja pun ia tidak tahu.
“Kantin yuk! Jajan roti, gue laper,” ajak Mega, cewek itu memegang perutnya.
“Tanggung Ga, bentar lagi juga bel,” jawab Senja. Pandangannya beralih menatap Panji yang sedang asik bernyanyi di depan kelas di dampingi Dinda yang setia.
“Panji!” teriak Senja memanggil sang ketua kelas. Panji memalingkan wajahnya menatap Senja yang berada di pojok lalu menghampirinya dengan dasi yang melingkar di kepala.
“Ada apa beb!” seru cowok itu.
Senja dan Carra yang mendengarnya bergidik ngeri, berbeda lagi dengan Mega, cewek itu langsung menoyor kepala si ketua kelas.
“Hidup lo dari dulu gak berubah ya Ji!” seru cewek itu.
“Lho, emang hidup gue kayak apa?” tanya cowok itu bingung.
“Berandalan!” celetuk Senja ikut menyahut. Bukannya tersinggung, cowok itu malah tertawa keras mendengarnya.
“Iya bener Ja, gue aja prihatin liatnya,” timpal Mega. Tanpa mereka sadari, Dinda sudah berada di belakang Panji dan ikut menoyor kepala lelaki itu gemas.
“Otak lo makin gesrek, semenjak di tolak jadi anggota GALAKSI,” celetuk Dinda.
Panji merubah dirinya jadi melipat tangan di depan dada. “Gue bukannya kalah seleksi ya, cuma gue berubah pikiran buat tobat terus masuk OSIS,” jelas Panji berusaha meyakinkan.
“Hilih! Jadi ketua kelas aja gak becus lo!” desis Kenzo–murid IPA 2. Cowok itu berdecih sinis sambil duduk di atas meja yang jaraknya tak jauh dari Panji.
“Heh! Urusin aja urusan lo dulu. Di tolak si Adiba lagi mewek!” balas Panji menyindir. Sedangkan Kenzo, cowok itu mendengus sebal dan lebih memalingkan wajahnya menatap ke arah lain. “Gitu aja ngambek! Banci!” gumam Panji.
“Lo sendiri juga Ji, di tolak sama Afifah mewek juga kan ke gue?” tanya Dinda polos. Panji yang mendengarnya sontak membekap mulut temannya itu gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alaska (REVISI)
أدب المراهقينFOLLOW DULU SEBELUM BACA!!! (Plagiat di larang mendekat!) Jangan lupa tinggalkan jejak 🌻 Typo bertebaran harap maklum! __________________________________________________ Start 05/03/21 Finish 29/04/21 Ini tentang Alaska si cowok arogan yang berteka...