ALASKA -56

21.8K 800 2
                                        

Carra terus memperhatikan kondisi Alaska yang terlihat sangat lemah. Bibir pucat, kantung mata hitam, dan keadaanya yang tak beraturan membuat hatinya sedikit terhanyut melihat kondisi lelaki di depannya.

Sebelum dirinya mendekat, Carra sempat melihat ke arah nakas yang sudah ada satu mangkuk bubur yang masih utuh. Bisa Carra simpulkan lelaki di depannya ini belum makan satu suap sama sekali.

Carra menghela nafasnya panjang lalu berjalan mendekat ke arah ranjang Alaska membuat lelaki itu panik dengan jantung yang berdetak kencang tak tahu harus apa. Ini pertemuan mereka untuk pertama kalinya hari ini, setelah dua hari yang lalu Alaska menghampiri Carra di sekolah.

Carra duduk di pinggir ranjang Alaska tanpa ijin dari pemiliknya, menatap Alaska dengan tatapan sayu berisyarat khawatir atas kondisi pacarnya itu. Ah ralat, maksudnya mantan.

“Kenapa?” tanya Carra pelan.

Jantung Alaska semakin berdegup kencang ketika mendengar pertanyaan Carra. Sudah lama dirinya tidak pernah mendengar suara Carra yang terdengar lembut dan pelan.

“Kenapa sakit?” lanjut Carra menatap dalam Alaska. Ada sedikit rasa bersalah, karena Carra akui sebagian dari kondisi Alaska saat ini di sebabkan olehnya.

Alaska sedikit terhenyak, namun tak lama kemudian hatinya menghangat. “Maaf,” ucapnya menundukkan kepalanya.

“Bukan itu jawabannya,” kilah Carra merasa jawaban Alaska tidaklah nyambung.

Alaska tersenyum miris mendengarnya. Ingin sekali rasanya Alaska bilang kalau ini semua karena Carra, karena gadis itu akhir-akhir ini membuat dirinya tidak jelas.

Baru saja ingin melontarkan jawaban, rasa pening di kepala Alaska kembali datang dengan sesuatu yang mengganggu perutnya. Memejamkan matanya sebentar, untuk merasakan nyaman sebentar.

Huek

Dengan perasaan yang tidak bisa di tahan, Alaska kembali memuntahkan cairan kental dari mulutnya ke lantai membuat Carra yang melihatnya terkejut dan segera membantu Alaska dengan posisi nyaman.

Huek

Alaska semakin mengeluarkan darah membuat Carra panik sendiri. Di sini hanya ada dirinya dan Alaska, tidak ada siapapun. Ingin berteriak, namun merasa itu hal konyol baginya.

“Al,” gumam Carra lirih membantu lelaki itu duduk kembali seperti semula.

“Sakit,” erang Alaska memegang kepalanya yang merasakan sakit dengan dercakan darah yang masih tersisa di mulutnya.

Carra ikut menaikkan tubuhnya ke atas kasur lalu duduk di samping Alaska dengan memegang kayu putih yang ia dapat di atas nakas samping kasur Alaska. Dengan perlahan, ia oleskan kebagian pelipis Alaska dan juga tengkuknya.

Setelah selesai mengoleskan minyak kayu putih, Carra berjalan kembali ke arah nakas membawa satu gelas air yang berada di sana dan ia berikan kepada Alaska. Lelaki itu menerimanya lalu meminumnya setengah.

“Astagfirullah Aden, muntah lagi?” suara wanita paruh baya di arah pintu membuat Carra mengalihkan pandangannya menatapnya.

“Bi,” panggil Carra membuat wanita itu mendekat dengan membawa satu gelas jus dan cemilan di atas meja beralih menatap Carra.

“Si Aden muntah lagi non?” tanyanya di balas anggukan oleh Carra.

“Bibi bisa tolong ambilin Carra obat Alaska?” tanya Carra yang langsung di balas anggukan oleh wanita itu.

Tak lama kemudian, Bi Jannah–ART di rumah Alaska kembali datang dengan satu kantung obat Alaska yang dokter tadi kasih dengan satu gelas air putih yang baru.

Alaska (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang