Ammar langsung mendobrak pintu apartemen Yasemin ketika Yasemin baru saja membukanya. Ammar langsung menyelonong masuk dan berteriak, "Shaqil, Shaqil." Panggil Ammar.
Merasa tak terima karena kediamannya dijajah seperti ini, Yasemin mendatangin Ammar yang benar - benar emosi saat ini. "Ammar! Tenang!" Ammar melihat wajah Yasemin, "Ini cara tenangku, Yasemin. Kalau tidak udah aku bakar apartemen ini. Sekarang, bawa Shaqil ke sini!"
Yasemin menelan salivanya, "Ok, ok. Tenang. Dia sedang makan di kamarku."
Ammar menatap Yasemin dengan tatapan tak mengertinya dicampur dengan tatapan emosinya dan memilih untuk diam karena ia pun tak ingin hal yang tidak diinginkan terjadi karena kemarahannya ini. Tak lama ia menunggu, Shaqil keluar dengan tatapan menunduknya.
Ammar ingin sekali membentak Shaqil saat ini. Tapi ia benar-benar menahan dirinya sekali untuk tidak berkata kasar kepada anak. Karena apabila hal itu terjadi, maka hal ini akan membekas dan terus teringat oleh Shaqil.
"Hal ini tidak akan terjadi lagi. Shaqil bersamaku dan aku yang akan merawatnya." Tegas Ammar.
"Tapi aku ibunya, Ammar. Aku hanya ingin-" ucapan Yasemin terhenti.
"Terlambat. Aku tidak mau membahas topik yang pernah dibahas, bahkan kau tidak memperdulikan hal ini sedikit pun." Ammar menggenggam tangan Shaqil lalu mereka keluar dari apartemen Yasemin.
Ammar melihat anaknya itu sedari tadi menundukkan pandangannya. Ammar memberhentikan langkahnya lalu berlutut di depan Shaqil untuk menyamaratakan tingginya. Ammar lalu menaikkan dagu Shaqil lalu ia tatap anaknya itu. Ammar usap wajah Shaqil perlahan. "Shaqil lihat Papa."
Shaqil menatap wajah ayahnya dengan takut. "Kamu jangan seperti ini lagi. Papa enggak suka. Mulai sekarang kalau Shaqil emang mau jumpa sama orang yang tadi, bilang sama papa. Jangan menghilang seperti tadi Shaqil. Papa khawatir. Mama Dilsha lebih khawatir lagi."
Shaqil hanya menatap Ammar dengan tatapan kesalnya. "Kenapa Shaqil nggak boleh jumpa sama mama Shaqil sendiri papa?!" Tanyanya dengan nada kesal. Ammar baru saja ingin menjelaskan alasannya, namun Shaqil pergi berjalan cepat meninggalkan Ammar.
Ammar pun berjalan cepat juga untuk mengikutinya dari belakang. Karena Ammar membiarkan ruang untuk Shaqil terlebih dahulu.
***
Shaqil berjalan cepat ketika masuk ke rumah. Namun ia tetap menyalim sopan Dilsha lalu kembali berjalan cepat ke kamarnya. Dilsha yang awalnya hendak memeluk Shaqil karena bersyukur Shaqil ditemukan, malah berdiam diri melihat gelagat Shaqil barusan.
Ia pun berjalan menjumpai Ammar yang masih berbicara dengan dua lelaki berbadan kekar, sehingga Dilsha mengurungkan niatannya untuk melangkah lebih maju dan memilih untuk menunggunya saja di depan pintu sambil memerhatikan mereka.
Setelah selesai, Ammar pun berjalan menemui Dilsha. Dilsha menyalim Ammar. "Itu siapa?"
"Bodyguard. Mulai sekarang kamu dan Shaqil harus ada yang jaga." Ucap Ammar sambil menuntun Dilsha untuk masuk ke dalam rumah. Sedang Dilsha hanya melihat Ammar berbicara saja.
"Apa yang terjadi Ammar?"Ammar menatap Dilsha, "Hanya untuk tidak mengulang kejadian tadi. Soalnya mamanya Shaqil udah berani membawa Shaqil seperti tadi." Ucap Ammar dengan wajah yang sedikit memerah karena menahan emosinya. Dilsha mengerti dan langsung mengelus dada Ammar, "Jangan emosi. Sekarang mandi dulu. Aku udah nyiapin air hangat." Ucap Dilsha dengan lembut lalu mengambil tas dan jas kerjanya Ammar.
Ammar mengangguk dan Dilsha pun menaruh jas nya di keranjang baju kotor dan tasnya di meja kerja Ammar. Setelah selesai, Dilsha pun ke dapur untuk melanjutkan masaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
RomanceMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...