10 - Kok Tau Dilsha?!

2.9K 246 2
                                    

Setelah berbincang dengan Dilsha, sedikit membuatnya tenang dan memilih untuk kembali ke kantor. Suasana kantor pun sudah mulai beraktivitas seperti biasa. Ketika Ammar berjalan menuju ruangannya, ia langsung memanggil Nihan ke ruangannya. Sesampainya di dalam, Ammar langsung mengambil jas nya dan ia gantung di lengan, "Saya pulang lebih awal. Panggilkan tukang untuk perbaiki jendela ini." Ammar menghela nafasnya, "Hari ini harus selesai." Nihan membulatkan matanya. Mana mungkin selesai dalam hitungan jam?! Namun ia tetap menyanggupi perintah Ammar.

Ammar pun pergi dan pulang lebih awal. Beruntung hari ini dia membawa mobilnya sendiri sehingga ia bisa pergi kemana pun ia mau. Yang ia mau sekarang bukanlah pulang ke rumah, melainkan pergi ke pemakaman kakeknya. Sungguh ia sangat butuh seseorang untuk bersandar. Namun ia tidak memiliki siapa - siapa sekarang ini kecuali Shaqil dan seorang nenek yang membesarkan dirinya.

Ammar berlutut di tanah ketika sampai dikuburan kakeknya. Ia bersihkan, ia cabut rumput - rumput yang ada dan membuang dedaunan kering yang jatuh. Ia lalu mengangkat kedua tangannya untuk memanjatkan doa. Sungguh ia sangat merindukan kakeknya. Ia menangis. Nangis - senangisnya. "Opa, hari ini berat sekali." Ucap Ammar sambil menundukkan kepala dengan air matanya masih mengalir di wajahnya.

Lama ia berlutut di tanah dengan mencurahkan isi hatinya kepada kakeknya. Ketika ia sudah merasa cukup, ia bangkit dan pergi kembali ke mobilnya. Ia benar - benar tidak tau mau kemana saat ini. Karena pulang ke rumah pun tidak ada siapa - siapa disana. Akhirnya ia memutuskan untuk ke masjid saja lagi pula sebentar lagi masuk waktu zuhur sekalian berganti pakaian yang memang selalu disediain Ammar di dalam mobilnya.

***

Ammar menelfon Sukru agar ia saja yang menjemput Shaqil dari kursus pianonya. Ia pun langsung bergegas menuju tujuannya. Sesampainya disana, pas sekali timingnya dengan Shaqil yang baru saja selesai. Raut wajahnya senang sekali, ketika melihat Ammar lah yang menyetir dan menjemputnya. Ia membuka pintu lalu menyalim Ammar, "Kok papa yang jemput?"

"Papa lagi senggang waktunya, jadinya papa yang jemput kamu. Shaqil udah shalat Ashar nak?" Shaqil menggeleng, "Belum papa."

"Yaudah kita shalat dulu ya. Habis itu papa mau ngajak Shaqil jalan - jalan sebentar." Shaqil mengangguk dan tersenyum excited. Ammar pun langsung membawanya ke Masjid dan shalat bersama. Ammar yang menjadi imam dan Shaqil yang menjadi makmum. Iya emang mereka berdua. Karena jam sudah menunjukkan pukul setengah 5.

Khusyuk dan tenang. Seperti itulah rasanya. Ammar lalu memberi salam ke pundak kanannya yang diikuti Shaqil juga. Setelah selesai, Shaqil menyalim Ammar dan Ammar mencium kepala Shaqil. "Berdoalah dengan lirih dan memohon, minta apa pun. Karena Dia Maha Mendengar, nak." Ucap Ammar dengan lembut dan Shaqil pun menurutinya.

Setelah selesai, mereka berdua pun kembali ke mobil. "Papa kita mau kemana?" Ammar juga masih berfikir kemana sebenarnya yang enak di waktu sore gini. "Shaqil lapar?" Shaqil mengangguk, "Sedikit papa." Ammar mengangguk, "Yaudah kita makan di mall yuk?" Shaqil mengangguk senang.

***

Ammar mendengarkan cerita Shaqil hari ini yang ia mulai dari sekolahnya, teman sekolahnya, kursus pianonya, miss yang ngajarin pianonya, dan teman kursusnya. Ammar tertawa mendengarkan cerita anaknya itu. Sungguh polos sekali dirinya. Sungguh quality moment seperti ini jarang sekali dilakukan Ammar dan Shaqil. Ammar pun menikmatinya selagi ia bisa dan senggang.

"Papa tau nggak Razi?"

Ammar memikirkan siapa orang tersebut yang ditanyakan Shaqil. Ammar pun menggeleng karena ia tidak bisa mengingat siapa itu. "Papa, yang keponakannya ibu Dilsha." Ammar langsung membulatkan mulutnya, "Haa iya papa baru ingat." Ucapnya lalu menggigit makanannya.

"Dia sebaya Shaqil. Tapi Shaqil beda kelas sama dia." Ammar mengangguk. Mereka berdua pun melanjutkan perbincangan sembari memakan makannya hingga selesai. Ketika selesai, Shaqil langsung menanyakan apa yang terjadi dengan tangan ayahnya itu. "Papa ninju sesuatu tadi sampai berdarah." Jawab Ammar sambil tersenyum, "Enggak ada yang perlu dikhawatirkan kok." Shaqil mengangguk.

"Shaqil ada butuh sesuatu? Untuk pelajaran prakarya sama seni? Atau untuk pelajaran yang lain?" Shaqil menggeleng, "Tapi Shaqil mau beli pulpen pa. Kita ke bookstore ya papa?" Ammar mengangguk, "Tapi sebentar saja, karna sudah mau maghrib dan Shaqil nanti mau les ngaji kan jam 8?" Shaqil mengangguk, "Iya papa sebentar aja." Ammar lalu berdiri yang diikuti Shaqil dan Ammar pun menggenggam tangan Shaqil dan berjalan layaknya sobi banget. Ah indahnya ketika bisa quality time bareng Shaqil, batinnya.

Mereka berdua langsung membeli keperluan mereka disini. Shaqil memimpin jalannya mereka, karena hanya Shaqil yang tau dimana letak barang yang ia inginkan itu. Jujur, Shaqil anaknya suka banget ngoleksi pulpen. Tidak tau juga kenapa. Ammar juga pernah nanya ke Shaqil dan jawaban Shaqil adalah karena ia suka memakai pulpen yang ujungnya masih bagus karena baru. Ada jugakah yang sama disini dengan Shaqil?

"Papa udah ayo, Shaqil udah dapat pulpennya." Ammar mengangguk dan langsung mengajak Shaqil ke kasir lalu pulang, namun langkah Ammar terhenti ketika seseorang menarik lengan atas Ammar. Tersentak. Itulah reaksi yang diberikan Ammar ketika seseorang itu begitu agresif. Ammar terdiam tak menyangka ketika bertemu dengan sahabat jenjang SMA nya!

"Apa kabar, Am?" Ucap sahabatnya itu lalu memeluk Ammar. "Baik Dip, lu gimana?" Ammar lalu melepaskan pelukannya. Dipta lalu menampar perlahan wajah Ammar, "Baik la, gila. Lu enggak lihat gue?" Mereka berdua pun tertawa.

"Ohiya, kemarin Dilsha cerita kalau dia lagi kerjasama dengan perusahaan lu. Gimana?" Ammar mengangguk membenarkan apa yang udah disampaikan Dilsha- "Eh lu kok tau Dilsha?!"

Dipta tertawa, "Dia adek gue, bangsat." Ammar sedikit shock, ketika menyadarinya. Sempit sekali dunia ini kawan - kawan sekalian. "Ah dunia, kecil rupanya." Ucap Ammar.

"Baik, semuanya akan berjalan segimana mestinya kok." Jawab Ammar atas pertanyaan Dipta yang terlewatkan tadi. "Eh kita duluan ya, soalnya dah mau Maghrib." Ucap Ammar namun ditahan Dipta, "Eh tunggu, nggak mau jumpa dulu sama Dilsha? Dia disana tuh, sama anak gue." Dipta sambil menunjuk dengan mulutnya dimana Dilsha berada.

Ammar menautkan alis matanya, "Enggak usah, nggak papa. Yaudah mau bayar dulu baru balik." Ammar pun sedikit mencari dimana Dilsha berada. Cuma dia nggak mau terlalu kentara banget kalau dia sedang mencarinya dan berakhir mengurungkan niatnya.

"Oiya sebelum gue ke kasir dan mumpung ingat, beda banget sama adek lu. Lu agak dajjal." Ucap Ammar lalu tertawa dan langsung berjalan ke Shaqil, "Udah dulu ya, sampai nanti." Teriak Ammar dan Dipta hanya menggelengkan kepalanya, "Berarti lu temenan sama dajjal jugak, goblok Ammar."

***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
💙🧡

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang