Ammar menyenderkan badannya ke kursi kerjanya lalu ia pejamkan matanya. Sudah merasa cukup, ia pun berdiri dan langsung membereskan semua berkas di meja kerjanya. Ia pun menatap jam tangannya dan sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam. Ia lembur seperti ini karena ada laporan akhir bulan yang benar-benar harus dikerjakan sebelum deadline. Ammar pun sudah izin ke Dilsha untuk lembur malam ini.
Setelah semua nya beres, Ammar pun pulang. Kali ini ia pulang di jemput Sukru, karna sedari pagi ia tidak membawa mobil. Ammar pun memejamkan matanya sejenak dimobil, karna ia belum ada istirahat sedikitpun dari pagi tadi. Sukru yang melihat nya dari kaca, memilih untuk membiarkan Ammar beristirahat dulu.
Perjalanan pulang hanya ditempuh selama 15 menit saja. Dikarenakan hari sudah malam dan sudah banyak yang beristirahat, membuat jalanan malam ini benar-benar lempang sekali.
Mereka pun sudah sampai dikawasan perumahan Ammar. Ketika Sukru membelokkan stir ke blok mereka, Sukru melihat orang-orang pada berlarian dengan membawa baskom yang berisikan air. "Pak Ammar. Kita udah sampai." Ammar terbangun san sedikit kebingungan melihat orang-orang diluar panik dengan membawa baskom air dan tabung pemadam kebakaran. "Astagfirullah pak, rumah bapak kebakaran!" Ammar terkejutnya bukan main! YaAllah.
Ammar langsung membuka kunci pintu mobil dan langsung berlari sekencangnya. "Pak Ammar jangan masuk pak! Bahaya!" Teriak masyarakat lainnya. Ammar tidak menghiraukannya dan memilih untuk mengambil kain basah yang dibawa oleh satu warga sana. Ammar menutup hidung nya menggunakan kain basah tersebut.
Nuran yang baru saja berlari ke Ammar langsung menariknya, "Pak Ammar, bu Dilsha sama den Shaqil masih ada di dalam." Ammar semakin panik dan langsung berlari masuk ke dalam api yang sedang melahap rumah ini.
Ammar benar-benar menangis saat ini. Bahkan ia tidak merasakan hawa panas atau apapun api yang mengenai tubuhnya, karena yang terpenting saat ini ialah Dilsha dan Shaqil harus selamat.
Ammar dihadang reruntuhan batu dan kayu ketika ia hendak masuk ke kamar mereka, sehingga Ammar berlari ke kamar Shaqil terlebih dahulu untuk menyelamatkannya. "Shaqil! Dimana Shaqil, nak?" Ammar pun tetap berjalan dan melihat Shaqil terduduk disamping reruntuhan kayu dengan wajah yang benar-benar ketakutan sekali. "Shaqil sini sayang, papa datang." Ucap Ammar sambil menjulurkan tangannya.
Shaqil langsung berlari ke Ammar dan loncat ke tubuh Ammar. Ammar menangkapnya lalu menggendongnya. "Tundukkan kepala Shaqil kalau lihat ada runtuhan kayu yang mau jatuh." Ammar pun dengan cepat dan menendang segala reruntuhan kayu yang menghalangi langkahnya, menunduk dan bahkan berjongkok ia lalui untuk mencapai ke kamar mereka. Ia bahkan tidak teringat, kenapa tidak membawa Shaqil keluar terlebih dahulu, karena bagaimana ia membawa Dilsha dan Shaqil sekaligus?
Namun kalau ia menyelematkan Shaqil keluar dulu, bisa-bisa terlambat ia menyelamatkan Dilsha.Ah, bukan waktunya untuk berdebat dengan pikirannya sendiri saat ini. Ammar lalu menendang dengan keras reruntuhan kayu yang sangat besar yang benar-benar menutup jalannya. Ia tidak perduli, sepatunya sudah sedikit terbakar. Karena hanya ini yang bisa ia lakukan.
Ketika ia berhasil menyingkirkan bongkahan kayu tersebut, Ammar langsung berteriak memanggil nama Dilsha. Namun Dilsha tidak ada menjawab atau merespon. Sungguh frustasi sekali disaat-saat seperti ini. Ammar tidak akan menyerah, hingga ia menemukan Dilsha yang sudah terduduk lemas dengan masih berusaha mematikan api disekitarnya dengan baju-bajunya.
Ammar langsung berlari ke Dilsha lalu berjongkok. "Shaqil dengar papa. Shaqil gendong di belakang ya nak. Nanti pegangan dileher papa. Biar papa gendong mama Dilsha di depan." Shaqil dengan cepat mengikuti ucapan Ammar. Ammar pun dengan sekuat tenaga menggendong Dilsha ala bridal style. Sungguh Dilsha sangat berat sekali, karena ia berbadan dua saat ini dengan usia kandungan yang sudah sangat besar sekali dan tinggal menunggu hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
RomansaMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...