18 - Sama Adek Gue aja, gimana?

2.5K 208 1
                                    

"Saya ingin berkolaborasi dengan perusahaan Anda, bu Dilsha."

Dilsha benar - benar tidak menyangka seorang Deniz akan berkata seperti itu disaat - saat seperti ini? Yang benar saja? Bahkan kolaborasi ini belum sampai ke tahap distribusi ke pelanggan.

"Tidak bisa secepat itu. Kami butuh waktu sebulan lagi untuk kolaborasi dalam rangka new collection kami."

Deniz tersenyum miring, "Dana, dana, dan dana. Bukankah begitu bu Dilsha?" Dilsha hanya menatap Deniz dengan tatapan menerawangnya. Benar apa yang dikatakan Deniz, perusahaannya pasti butuh dana untuk menyiapkan kebutuhan new collection jika dilakukan dalam waktu yang dekat. Tapi kalau tidak, perusahaannya masih bisa mendapatkan dana dari untung penjualan produk kolaborasi bersama Wales.

Dilsha menatap tajam, "Kenapa begitu tertiba, pak Deniz?" Deniz menatap Dilsha dengan angkuh lalu tersenyum dan tidak memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Dilsha.

"Sebegitu takutnya Anda, pak Deniz?"

Deniz menatap Dilsha, "Saya tidak bisa dikalahkan, bu Dilsha." Ucapnya lalu mengelus tangan Dilsha, sontak Dilsha langsung menghentak tangannya dari Deniz. Deniz mengedipkan sebelah matanya lalu meninggalkan Dilsha.

Dilsha terdiam sejenak. Entah yang dipikirkannya adalah kolaborasi atau entah mungkin kelancangan Deniz tadi.

Ammar yang memerhatikan dalam diam, langsung bergegas ketika melihat Deniz menyentuh Dilsha. Bahkan orang seperti Dilsha pun masih berani orang menyentuhnya dengan sengaja. Yang benar saja? Namun langkah Ammar tidak dapat mengejar Deniz. Ia pun hanya berhenti tepat di depan Dilsha yang masih terdiam. Ketika sadar, Dilsha sedikit terkejut dan memilih untuk menatap Ammar saja.

Ammar hanya diam dan memerhatikan langkah Deniz yang semakin menjauh. Setelahnya ia pun menunggu Dilsha untuk berjalan dahulu masuk ke ruangan after party.

***

Acara after party ini memakan waktu dua jam lebih juga. Satu persatu tamu mulai berpulangan, termasuk Dilsha dan Ammar. Tapi mereka tidak pulang bersama melainkan hanya jalan menuju drop off nya saja yang barengan. Sesampainya di lobby, Ammar hendak permisi duluan karena ia sudah melihat mobilnya yang dikendarai Sukru sudah berhenti di tempat drop off, ia urungkan ketika ia melihat Dipta berjalan masuk ke lobby.

"Abang ibu yang jemput?" Dilsha mengangguk dan mencari - cari keberadaan abangnya. Karena abangnya sudah menunjukkan kehadirannya sehingga Ammar bisa bertanya. Dilsha pun akhirnya melihat abangnya dan melambaikan tangannya. Dipta menyadarinya dan langsung berjalan menuju mereka.

Dipta mengangkat kedua alis matanya melihat Ammar dan Dilsha jalan berbarengan. Ia tersenyum jahil ke Ammar dan Ammar hanya tertawa kecil ke Dipta. "Am, sama adek gue?" Dilsha langsung menatap tajam abangnya. Bukan, bukan. Ia tidak marah. Melainkan ia sedikit risih dan takut terbawa perasaan sebenarnya kalau diejekin begini. Tapi bukan Dilsha namanya kalau dikit - dikit dibawa perasaan.

"Yaudah deh sama adek gue aja, gimana?" Dipta semakin menggoda Ammar yang hanya tersenyum. Ia tidak ingin bergimik yang berlebihan, karena ia takut tidak bisa mempertanggungjawabkan apapun yang terjadi soal hati wanita.

Dilsha yang merasa abangnya ini sudah seperti kemasukan endang, langsung menarik tangan abangnya, "Kami permisi dulu, pak Ammar." Dipta  masih memberikan tatapan jahilnya ke Ammar dan melambaikan tangannya sambil berucap tanpa suara, "Bye-bye pak Ammar." Ammar menggelengkan kepalanya, "Dipta gila, Dipta!" Desisnya. Ammar lalu berjalan keluar dan masuk ke mobilnya yang dimana Sukru sudah menunggu dirinya.

***

Dilsha menepuk perlahan wajahnya yang baru saja dipakaikan skincare routine. Setelahnya Dilsha mematikan lampu ruangannya dan menghidupkan lampu buffetnya saja untuk menghemat listrik. Ketika Dilsha sudah mulai terlelap, terlintas wajah Ammar dalam bayangannya. Ia teringat soal Ammar yang tiba - tiba memunculkan diri dihadapannya setelah Deniz menyentuh dirinya tadi. Apa sebenarnya Ammar menguntitnya? Apa tadi gelagatnya Ammar itu sebuah kemarahan?

Dilsha langsung membuka matanya dan beristigfar, "Astagfirullah, Dilsha nggak boleh, nggak boleh, nggak boleh. Dia hanya partner kolab mu aja, Dilsha." Ucapnya monolog. Tapi pikiran Dilsha semakin travelling ketika abangnya sendiri menggoda - goda Ammar perihal tadi. "Abang sih, ngada - ngada deh." Dilsha semakin meyakinkan dirinya untuk tidak memanjakan perasaan yang ia rasa saat ini. Karena itu bisa jadi bisikan syaitan, yang berusaha membisikkan Dilsha untuk mikirkan Ammar.

Dilsha kembali beristigfar lalu membaca doa tidur dan tak lama kemudian Dilsha pun tertidur.

***

Kantor benar - benar lagi disibukkan dengan resi, paket, dan chat customer yang tak hentinya semenjak peragaan busana memperkenalkan brand Cypruz dan Wales. Bahkan ada beberapa produk yang sudah sold out dalam beberapa jam saja. Ammar pun memerhatikan karyawannya yang bekerja. Ada candaan, ada kekesalan, ada tawaan yang mewarnai kerjaan para karyawannya. Ammar pun tersenyum. Ia lalu melihat jam tangannnya dan 2 jam lagi menunjukkan waktu rehat.

Sebagai bonusnya, Ammar menraktir mereka makan siang dan makan malam hari ini, karena pasti ini akan membutuhkan waktu tambahan. Ammar kembali ke ruangannya dan langsung menelfon delivery restaurant favoritnya. "Saya Ammar, pesan 30 kotak tenderloin steak untuk makan siang." Ucap Ammar ketika sambungan telefon tersebut sudah mengangkat telefonnya.

"Alamat kantor saya seperti biasa dan nanti titip saja di meja sekretaris saya."
Ammar mendengarkan sesaat lalu ia putuskan sambungannya.

Selang 1 jam 35 menit kemudian, dua deliver membawa pesanan Ammar dan langsung menaruh di meja Nihan. Nihan panik mengapa makanan ini diletakkan semua diatas mejanya?

"Pesanan pak Ammar, mohon ditandatangani." Nihan mengangguk lalu menandatanganinya. Tak lama Ammar pun keluar dari ruangannya dan langsung berjalan ke meja Nihan. "Ini dari saya. Tolong dibagikan ke anak-anak. Biar semangat mereka kerjanya." Nihan langsung membulatkan matanya kesenangan dan memanggil anak - anak lainnya untuk mengambil bagian mereka ke meja nya sekarang.

"Wah, steak?!"

"Sumpah fancy banget lunch kita!"

"Ih iya gila banget baiknya pak Ammar."

Ammar yang mendengarkannya dari dalam ruangan hanya tersenyum. Setidaknya ia tidak terkesan keras, kejam, dan tidak punya hati seperti kebanyakan orang yang menjuluki CEO itu seperti apa.

***

Dilsha dengan cepat berjalan ketika ia baru saja sampai di kantor Ammar. Hari sudah malam, sehingga ia harus dengan segera takut tidak ada seorang pun yang masih tinggal disini. Ketika ia berjalan dan tak sengaja ia melihat Shaqil yang sedang duduk di kafetaria dengan sebuah tablet dan buku tulis beserta alat tulisnya. Karena kantornya Ammar ketika masuk, kita sudah di sambut dengan sebuah kafetaria milik kantor ini disebelah kiri gedung. Sehingga kita bisa lihat siapa saja yang duduk disana.

Dilsha memilih untuk menghampiri Shaqil sebentar. Dilsha tersenyum ke Shaqil ketika ia menengadahkan kepalanya. "Tante Dilsha?" Ucapnya semangat. "Kamu sedang apa Shaqil?"

"Lagi belajar bahasa jepang, tante."

Dilsha mengangguk, "Papa kamu ada disini?" Shaqil mengangguk, "Ada tante, papa tadi lagi di ruangan." Dilsha mengangguk, "Tante keatas dulu. Kamu masih mau sendiri disini?"

Shaqil mengangguk, "Iya tante, Shaqil gakapa sendiri disini." Dilsha tersenyum lalu mengelus rambut Shaqil dan langsung pergi ke atas. Sesampainya diatas Dilsha hanya tersenyum ke Nihan dan langsung mengetuk pintu ruangan Ammar dan masuk.

Ammar yang masih berfokus ke laptop sambil menyuapkan dirinya sendiri makan malamnya, menolehkan pandangannya ketika Dilsha masuk. Dengan gentle ia mengunyah makanannya lalu menelannya. "Selamat malam, bu Dilsha. Ada yang bisa dibantu?"

Dilsha membiarkan pintu ruangan Ammar terbuka dan kemudian ia duduk. "Saya ingin menjelaskan, mohon di dengar." Ammar langsung membenarkan duduknya dan mengusap bibirnya dengan tisu. Kedengarannya serius hal yang ingin disampaikan Dilsha.

"Ini sebenarnya diluar bahasan pekerjaan, Pak." Dilsha bingung melanjutkannya. Karena ini semua permintaan dari abangnya, Dipta. "Lalu mengenai..?" Tanya Ammar dengan perlahan dengan kedua alisnya yang bertaut. Dilsha hanya menundukkan kepalanya untuk mempersiapkan diri dalam mengutarakan maksud kedatangannya kesini.

***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!🧡💙

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang