23 - Jangan Dibunuh!

2.3K 203 1
                                    

Rutinitas pun kembali berjalan setelah libur selama 3 hari. Dilsha tersenyum ramah ketika para karyawannya menyapa dan tersenyum kepadanya. Dilsha bukan tipe CEO yang jutek, sok - sok an tegas, gila hormat seperti kebanyakan CEO perempuan lainnya.

Sesampainya di ruangannya, Dilsha menaruh tasnya lalu duduk di kursi sambil melihat pemadangan luar jendela besar ruangannya. Berkali - kali mengucapkan hamdallah di dalam hatinya. Tak lama Damla pun masuk dengan membawa sebuah laporan hasil penjualan new collection mereka.

Dilsha mengambilnya lalu ia baca. Berulang - ulang kali Dilsha menganggukkan kepalanya kecil. "Alhamdulillah, penjualan kita sampai target. Bahkan saya lihat tadi, itu melewati target sedikit." Damla mengangguk semangat. "Iya Bu, kolaborasi kali ini sangat fantastis. Mulai dari produksinya, persiapannya, bahkan penjualannya."

Dilsha tersenyum dan melanjutkan bacaannya. "Apakah kita akan berkolaborasi lagi dalam waktu dekat ini, Bu?" Dilsha mengangkat kepalanya lalu menggeleng, "Kita beristirahat sejenak." Ucap Dilsha tenang. Karena dirinya belum siap untuk berkolaborasi dengan seorang Deniz. Karena ia pasti berbeda dengan Ammar.

***

Dilsha menyiapkan tasnya, membawanya dan keluar dari ruangannya. Ia berjalan cepat ke meja sekretariatannya Damla, "Saya mau pergi. Setengah jam lagi saya balik ketika semua urusan selesai." Damla mengangguk dan Dilsha berjalan dengan cepat melintasi lorong, lobby dab parkiran mobil.

Sesampainya di parkiran mobil, Dilsha langsung naik ke mobil lalu menancapnya menuju sekolah Razi. Karena hari ini memang jadwalnya Dilsha yang menjemput dan ditambah lagi Dilsha pun sudah berjanji untuk menjeput Razi di hari ini.

Dalam perempatan jalan, Dilsha merendahkan pedal gas nya karena ada dua buah mobil yang menyeimbangin tinggi kecepatan mobil Dilsha di samping kiri dan kanan mobilnya. Dilsha terakhir menginjakkan pedal rem dengan perlahan dan membiarkan dua mobil ini berjalan di depannya saja.

Namun, kedua mobil itu bukannya berjalan melainkan berhenti menyilang di depan mobil Dilsha. Dilsha sedikit takut namun ia tidak boleh gentar. Tak lama empat lelaki berbadan besar turun dan menghampirin mobil Dilsha. Dilsha hanya membuka jendela mobil, "Ada apa, Pak?".

"Bos sudah menunggu Anda di kediamannya." Ucap salah satu dari mereka. Dilsha mengerutkan dahinya, 'apa katanya? Bos ? Bos siapa?' Batin Dilsha. Karena seingatnya, ia tidak ada janji dengan siapapun hari ini.

"Atas perintah Pak Deniz, mobil Ibu akan kami kawal." Dilsha terdiam ketika nama Deniz terlontar dari bibir lawan bicaranya saat ini. Dilsha dengan berat hati mengangguk.

"Ok. Tunjukkan saya jalannya."

Mereka berempat berlari ke mobil dan Dilsha dikawal di depan dan di belakang mobilnya. Jujur, Dilsha panik ketakutan saat ini. Namun ia masih bisa mengontrol dirinya untuk tenang.

Dilsha pun menelfon abang sulungnya, Daffa untuk mengabari bahwa dirinya mendadak tidak bisa menjemput Razi saat ini karena ada perihal urgent sampai - sampai ia dikawal segala. Dan Dilsha juga memberitahu Damla bahwa ia tidak akan kembali ke kantor lagi.

Tak lama mobil kawal yang di depan, membelokkan stirnya dan masuk ke dalam sebuah rumah dengan perkarangan yang amat luas. "Woha. Rumah atau apa ini. Luas banget, Masyaallah."  Ucap Dilsha sambil membelokkan stirnya juga. Ketika mobil di depannya berhenti, Dilsha pun mengikutinya juga.

Tak lama seseorang menghampiri mobil Dilsha, dan Dilsha hanya menurunkan kaca mobilnya sedikit. "Pak Deniz sudah menunggu Anda. Silahkan turun." Dilsha mengangguk lalu mematikan mesin mobilnya dan membawa tasnya ketika hendak turun. Namun ia sempatkan berdoa dalam hatinya, agar sesuatu yang tidak diinginkan tidak terjadi. Setelahnya Dilsha pun turun dan masuk ke dalam.

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang