Dilsha memegang dahinya. Hari ini sungguh, sungguh, sungguh hectic. Parah! Namun begitu hecticnya, Dilsha masih tersenyum. Karena tuhan masih memberikan banyak nikmat untuk dirinya. Dilsha pun menarik kursi lalu duduk dan ia pejamkan matanya seraya memijat dahinya dengan tangan kanannya. Studio sudah sepi karena sesi photoshoot sudah kelar semuanya dan jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Ammar yang kebetulan belum pulang juga dan yang baru saja balik dari kamar mandi untuk menyelesaikan 'bisnisnya', kembali masuk ke dalam studio dan langsung melihat Dilsha yang sedang terduduk sendirian. Ammar pun datang menghampirinya, "Bu Dilsha?"
Dilsha melirikkan matanya ke arah sepatu yang berjalan mendekatinya. Ia lalu menatap perlahan wajah yang memanggil dirinya. "Pak Ammar? Kok belum pulang?" Ammar tersenyum, "Saya emang biasa seperti ini. Pantang pulang kalau karyawan saya masih belum pulang." Dilsha mengangguk dan tersenyum kecil.
Ammar tau saat ini Dilsha kecapekan. Ia pun berjalan menuju sebuah pantry kecil studio ini untuk membuat dirinya dan Dilsha segelas teh hangat. Tak membutuhkan waktu lama, Ammar segera kembali dengan membawa dua gelas teh hangat. Ia pun menaruhnya diatas meja tempat Dilsha duduk. Dilsha yang menyadari kedatangan Ammar lagi pun menengadahkan kepalanya. "Silahkan, Bu Dilsha." Dilsha tersenyum dan langsung menyeruput perlahan teh buatan Ammar.
"Semoga enggak kepahitan, soalnya saya kurang suka manis." Jelas Ammar.
"Diet?"
Ammar tertawa kecil dan menggeleng, "Hanya menjaga makan saja."
Mereka berdua terdiam dan menikmati segelas teh dimalam hari dalam keadaan capek yang uring - uringan. Ammar menyeruput tehnya sambil melihat para kameramen menyusun kembali peralatan mereka dan cleaning service yang mulai menyortir kerjaannya agar tidak terlalu lama selesai kerjaannya. Sedang Dilsha menyeruput tehnya dalam diam.
"Alhamdulillah hari ini capek tapi lancar dan selesai." Ucap Dilsha. Ammar pun mengangguk setuju. "Bagaimana dengan model kita tadi? Pak Ammar puas dengan hasilnya?"
Raut wajahnya Ammar berubah dan memilih untuk mengangguk kembali sebagai jawabannya dan diam. Topik ini sedikit sensitif bagi Ammar dan ternyata Dilsha menyadarinya, "Maaf, Pak Ammar? Pertanyaan saya menyinggung sesuatu?" Tanya Dilsha dengan lembut. Ammar yang awalnya sensitif lambat laun mencair menjadi hangat ketika mendengar ucapan sopan dari Dilsha tadi.
Lama Dilsha menunggu jawaban dari Ammar. Karena Ammar sedang memastikan dirinya untuk menceritakan perihal ini ke Dilsha. Ammar sekilas menatap Dilsha lalu mengalihkannya ke yang lain dan menghela nafasnya. "Dia mamanya Shaqil." Dilsha membulatkan matanya. Sungguh ini diluar dari ekspetasinya. Karena ekspetasi Dilsha, Yasemin itu mungkin mantan pacarnya Ammar. Namun lebih dari itu pemirsa!
"Tidak perlu terkejut segitunya." Ammar pun tertawa ketika melihat wajah Dilsha yang benar - benar terkejut. Dilsha pun menertawakan dirinya. Pasti mukanya jelek abis! Karena ini natural wee reaksinya.
"Saya bercerai saat Shaqil berumur dua tahun. Dia selingkuh." Dilsha sedikit mendengarkannya dengan berhati - hati, karena ini menyangkut privasi orang lain. "Pak Ammar? Tidak apa saya mendengarkannya?" Ammar mengangguk, "Saya memang ingin menceritakannya. Agar tidak salah paham jika bu Dilsha melihat gelagat dia tadi kepada saya atau mendengar pembicaraan Pamir tadi."
"Lalu, Maaf- Pak Ammar menceraikannya?" Ammar mengangguk, "Karena saya tidak pernah mentolerir permasalahan selingkuh atau berbohong."
"Dan saya yang mengasuh Shaqil sendirian hingga saat ini." Dilsha memuji sosok bapak yang ada di hadapannya ini. Karena sebagai single parent dan berkarir juga, ini bukanlah hal yang mudah. Tak lama Ammar pun tersenyum, "Maafkan saya bu Dilsha. Jadi sad boy gini."
Dilsha tertawa, "Sad man lebih tepatnya, Pak." Canda Dilsha dan Ammar pun tertawa. Mereka pun melanjutkan cerita hingga para kameramen selesai menyusun perlatan serta perlengkapan mereka dan hanya meninggalkan cleaning service yang menyelesaikan tugas akhirnya.
***
Ammar yang baru saja sampai di rumah langsung menyusun sepatunya ditempatnya dan menaruh tas kerjanya di ruangan kerja. Setelahnya Ammar pun ke atas untuk mengecek Shaqil apakah ia sudah tertidur atau belum. Perlahan Ammar membuka pintu kamar Shaqil, masuk, dan berjalan mendekat untuk mengecek keadaan Shaqil. Ternyata ia sudah tertidur. Ammar tersenyum dan mengelus perlahan rambut Shaqil.
Ammar berjalan menuju meja belajar Shaqil seperti biasa dan ada sebuah sticky notes yang bertuliskan, 'Papa Shaqil ada PR dan udah Shaqil kerjain. Nanti kalau papa pulang, periksa ya pa." Ammar menoleh ke Shaqil dan tersenyum. Ammar lalu menarik kursi belajarnya dan mulai memeriksa pekerjaan rumah Shaqil.
Membutuhkan waktu 45 menit juga untuk memeriksa semua yang dikerjakan Shaqil karena tugasnya pelajaran sains yang membutuhkan tenaga untuk membaca dan mencari sehingga sedikit lebih membutuhkan waktu dalam memeriksanya.
Setelah selesai Ammar pun menandatangani tugas Shaqil lalu memasukkannya ke dalam tas sekolah Shaqil. Ammar lalu mematikan lampu kamar Shaqil dan berjalan menuju kamarnya untuk mengganti baju, berbersih diri, dan mengambil wudhu lalu menunaikan ibadah shalat Isya' dan kemudian mengistirahatkan dirinya.
***
Dilsha menggeliatkan tubuhnya ketika ia masih berbaring diatas kasurnya. Perlahan ia menatap jam digital yang bertengger di nakas samping tempat tidurnya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi. Dilsha memejamkan matanya dan menarik nafasnya. Setelahnya ia pun duduk dan mengusap wajahnya. Lama ia terduduk untuk mengumpulkan nyawanya, seketika ia tersenyum mengingat bahwa projectnya tinggal peragaan busana saja di Central Fashion Week se-pekan yang akan datang.
Adzan Subuh akan berkumandang kurang lebih 12 menit lagi. Dilsha menyempatkan diri untuk melakukan yoga bangun tidur untuk melenturkan tubuh - tubuhnya. Setelah 10 menit berlalu, Dilsha mengambil satu set tie dye appearel dan pergi membersihkan dirinya. Setelahnya Dilsha pun berwudhu dan menunaikan shalat Subuh yang diikuti dengan membaca surah al-waqiah setelahnya.
30 menit pun berlalu, Dilsha turun ke bawah untuk membantu bibi menyiapkan sarapan. Dilsha pun tersenyum, "Ada yang bisa saya bantu bi?" Bibi tertawa kecil, "Ya kalau ditanya, pasti enggak ada la non. Masak bibi yang nyuruh non." Becanda bi Iyem. Dilsha pun tertawa dan berjalan ke sebuah kompor yang menyala diatasnya sebuah panci besar.
"Bibi masak kolak jagung?"Bibi mengangguk, "Iya non, ini lagi sambil ngaduknya biar gak pecah santan." Dilsha mengangguk dan mengambil alih untuk mengaduk santannya. Ketika Dilsha melihat kolaknya sudah menggelembung - gelembung, ia pun dengan bertahap memasukkan sisa santan yang belum dimasukkan bi Iyem sambil ia aduk.
Semuanya santan sudah dimasukkan dan Dilsha tetap terus dan harus mengaduknya agar tidak pecah santan. Dilsha menghirup dalam aroma kolak jagung ini. Nosegasm banget.
Ads sekitaran kurang lebih 20 menit Dilsha mengaduknya satu arah kolak tersebut. Bi Iyem pun mengecek dan kolak pun sudah masak dengan sempurna. Warna, wangi, dan rasa udah mantap. Bi Iyem sampai mengangguk - angguk merasakannya, "Enak banget non, asli." Dilsha pun tersenyum lalu mematikan kompornya.
Dilsha menunggu beberapa saat untuk dipindahkan ke sebuah mangkuk besar, karena kalau terlalu panas bisa buat kaca mangkuk itu pecah akibat dari suhu yang terlalu panas dari kolak tersebut. Perlahan Dilsha tuang ke mangkuk lalu ia serve di meja makan. Ketika semuanya selesai, Dilsha mengganti baju kantornya dan hijabnya berserta aksesoris lainnya ditambah dengan ber-make up tipis dan kemudian ia turun kembali ke bawah untuk sarapan bersama keluarganya.
Benar dugaan Dilsha. Setelah ia bersiap, pasti meja makan ini akan ramai. Dilsha tersenyum dan memilih untuk duduk di dekat ayahya. Mereka semua pun menyantap sarapan dengan khidmat. Para krucil pun sama halnya. Ah senangnya, batin Dilsha. Karena biasanya, krucils ini pagi - pagi sudah berisik yang membuat kepala pusing bukan main. Tapi syukurnya hari ini mereka tenang.
***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
💚💛
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
RomanceMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...