45 - Udah Na'as.

1.8K 176 12
                                    

"Pak Ammar? Kenapa Pak?" Tanya Sukru sesaat setelah Ammar turun dari motornya. Ammar hanya mengangguk, "Besok kamu bawa motornya ke bengkel ya." Ucap Ammar lalu memberikan helm dan tas kerjanya ke Sukru. Sukru pun mengambilnya dan menatap Ammar sambil meringis melihat luka-luka Ammar yang begitu banyak. "Saya bantu ke kamar ya, Pak?" Ammar langsung menggeleng. "Saya bisa sendiri, Sukru. Terima kasih."

Ammar pun berjalan dengan perlahan ke kamarnya. Namun ia sebenarnya tidak mau membuat Dilsha panik dan khawatir. Tapi dirinya sendiri pun sebenarnya sudah tidak sanggup lagi menahan luka yang sudah terbuka sedari tadi ditambah lagi kena angin. Sembriwing sekali rasanya.

Ammar menarik klep pintu kamar mereka dan tengah melihat Dilsha mengenakan kacamatanya sedang bersender dengan bantalnya dan berfokus ke laptop. "Assalamualaikum." Ucap Ammar dengan lembut. Dilsha langsung melihat Ammar yang luka-luka, berdarah dan memar. Dilsha langsung menaruh laptop disebelahnya dan bangkit. "Sayang yaampun, duduk dulu. Pelan-pelan." Ucap Dilsha sambil menuntun Ammar berjalan untuk duduk di pinggir tempat tidur.

Dilsha tidak mau banyak bertanya karena nanti jatuhnya semakin membuat Ammar kesal, karena baru pulang kerja udah direpetin. Sehingga yang dilakukan Dilsha saat ini adalah, membuka baju kerja Ammar dan membantu Ammar untuk membuka celana kerjanya yang sudah koyak itu.

Dilsha sangat perlahan membuka kemeja Ammar, karena ada luka biratan pisau yang sedikit mengoyak daging Ammar. "Tahan sebentar Ammar. Biar kita bersihin lukanya." Ammar mengangguk dan mengikuti apa saja yang diarahkan Dilsha saat ini.

Setelah semuanya berganti dan hanya menyisakan Ammar dengan celana selututnya, Dilsha membantu Ammar bangkit lalu menuntunnya jalan ke kamar mandi agar dibersihkan semua luka-lukanya yang berpasir itu.

Ammar duduk diatas kloset dan Dilsha dengan perlahan membasuh luka Ammar dengan air. "Tahan sedikit yaa, biar enggak infeksi. Karena takut pasirnya masih ada dilukanya." Ammar mengangguk dan Dilsha melanjutkan aktivitasnya. Ammar hanya memerhatikan Dilsha yang begitu cekatan dan perhatiannya dia.

Dilsha bersihkan dengan sabar seluruh lukanya, sekalian mengelap Ammar. Dilsha lalu mengangkat perlahan wajah Ammar agak Dilsha dapat mengelap luka seretan di dagu Ammar menggunakan handuk kecil. Selanjutnya Dilsha membersihkan luka di bibir Ammar. Ammar meringis, "Tahan sedikit ya Ammar." Ucap Dilsha perlahan.

Ketika semuanya sudah di basuh, Dilsha mengeringkan kembali tubuh Ammar dengan handuk kecil yang lain yang lebih kering. Jauh lebih beda warna luka Ammar yang tadi dengan yang sekarang. Jauh lebih bersih, ya walaupun masih merah lukanya.

"Udah siap, yuk kita pakai bajunya." Dilsha menuntun Ammar kembali ke tempat tidur lalu mengambil baju kaos dan celana selutut untuk Ammar agar mudah untuk diobati lukanya. Setelah selesai, Dilsha langsung mengambil kotak P3K dan mengolesi obat merah dilukanya Ammar. Ya walaupun tidak seberapa, tapi untuk pertolongan pertama ini pasti membantu.

"Kamu mau panggil dokter?" Tanya Dilsha dan Ammar menggeleng. "Enggak usah, panggil kak Vinny aja nanti. Tapi panggil pak Fendi aja ya? Mau diurut aja biar nggak salah urat atau terkilir." Dilsha mengangguk dan langsung menelfon pak Fendi, tukang kusuk langganan Ammar.

Setelah selesai memanggil Pak Fendi, Dilsha kembali ke Ammar yang sedang berbaring. "Kenapa bisa seperti ini?" Tanya Dilsha dan Ammar menceritakan kejadiannya dari awal hingga akhir namun dengan penyampaian seadanya. Karena ia sendiri masih merasakan badannya yang uring-uringan. Dilsha hanya menatap sendu Ammar. Tak lama suara ketukan pintu terdengar dan Dilsha langsung membukakan pintunya. Ternyata Nuran yang sedang membawa segelas teh manis panas untuk Ammar. "Terima kasih Nuran." Ucap Dilsha lalu membawa gelas teh tersebut ke Ammar.

Ia bantu dengan perlahan Ammar untuk menyeruput tehnya. Segar sekali emang. Apapun yang terjadi, selalu teh manis to the rescue-nya sih. Dilsha menaruh gelas tersebut di atas nakas. "Sebentar ya aku telepon kak Vinny dulu." Ammar mengangguk dan menyandarkan kembali kepalanya sambil menunggu Dilsha selesai bertelepon.

Dilsha pun selesai bertelepon langsung mengambil hijabnya dan keluar sebentar untuk menyuruh Sukru membeli obat untuk Ammar. Karena kata Vinny, pengobatan seperti ini juga harus di obati dari dalam dan dari luar agar cepat sembuh lukanya. Setelah meminta tolong kepada Sukru, Dilsha pun ke dapur untuk mengambilkan sepiring makan malam untuk Ammar. Karena ia tau, pasti Ammar belum ada makan apapun dari siang atau sore tadi.

Dilsha masuk kembali ke kamar dan tengah melihat Ammar yang berbaring sambil menatap Dilsha. "Kamu makan dulu ya. Biar bisa minum obat nanti." Ammar mengangguk dan Dilsha membantu Ammar agar bisa sedikit lebih tegak badannya.

Setelahnya, Dilsha menyuapi Ammar dengan sangat perlahan dan sedikit-sedikit. Karena Ammar tidak bisa membuka mulutnya terlalu lebar karena ujung bawah bibirnya yang koyak sedikit akibat terseret di aspal tadi. Perlahan tapi habis juga. Dilsha menaruh piringnya dan membantu Ammar minum. Ia sedikit meringis karena airnya mengenai ujung bibirnya yang luka itu.

Sebuah ketukan terdengar kembali, namun kali ini adalah Sukru bersama Pak Fendi. Dilsha mempersilahkan mereka masuk. Sebelum Ammar diurut, Dilsha memberikan obat terlebih dahulu untuk Ammar minum.
Setelahnya, Dilsha pun keluar dan membiarkan Pak Fendi mengurut Ammar agar lebih leluasa.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB, ketika Dilsha terbangun saat Pak Fendi pamit untuk pulang. "Terima kasih banyak Pak Fendi. Maaf mengganggu waktunya, hingga malam-malam gini harus kemari." Pak Fendi tersenyum, "Tidak apa-apa Buk. Udah sering juga saya dipanggil Pak Ammar tiba-tiba."

"Kalau gitu saya pamit dulu. Terima kasih Buk, Assalamualaikum." Dilsha menjawab salamnya Pak Fendi lalu mengantarkannya hingga keluar pintu utama. Setelahnya Dilsha kembali ke kamar dan tengah melihat Ammar sedang bersusah payah untuk mengenakan pakaiannya. Dilsha langsung membantu Ammar, perlahan namun cekatan.

"Kamu udah mau tidur?" Tanya Dilsha sambil membantu Ammar untuk berbaring. Ammar mengangguk. "Iya, badan aku sakit dan pegal semuanya. Tapi udah agak mendingan." Dilsha mengangguk lalu mengambil obat luarnya Ammar untuk diaplikasikan di luka yang paling besar yaitu di lengannya Ammar. "Sambil aku pakai-in ya obat salepnya." Ammar mengangguk.

Selama Dilsha memakaikan salep di lengan Ammar, mereka hanya berdiam diri. Hingga Ammar membuka suara, "Kamu enggak marah karena aku kayak gini?" Dilsha tersenyum. "Ini udah Na'as. Untuk apa aku marah, sayang." Jawab Dilsha dengan lembut lalu menutup obat salepnya. "Yaudah sekarang kamu istirahat. Aku mau ke toilet dulu, baru abis itu aku tidur." Ammar mengangguk.

Dilsha pun ke toilet lalu setelahnya ikut berbaring di samping Ammar. Ia tatap wajah Ammar. "Nanti kalau kamu ke toilet panggil aku ya. Jangan sendiri-sendiri." Ammar tersenyum, "Iyaa, Dilsha. Bawel banget sih." Canda Ammar dan Dilsha tertawa mendengarnya lalu mengelus tangan Ammar dan beristirahat.

***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!🤎🧡

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang