Nihan berlari mengejar Ammar yang sudah masuk ke dalam ruangannya. Ammar membuka jasnya, ia gantungkan di kursi kerjanya lalu duduk. "Katakan cepat. Saya tidak punya banyak waktu."
Nihan mengangguk, "Sepertinya kita semua hari ini juga tidak ada waktu luang pak. Karena sepatu udah siap diproduksi. Tinggal dikirim ke gudang, photoshoot, dan pemasaran pak." Ammar mengangguk mantap, "Bagus. Kabari semua divisi mengenai hal ini." Nihan mengangguk dan berjalan keluar. "Tunggu, Nihan."
Nihan memberhentikan langkahnya, "Masalah model photoshoot?"
Nihan tersenyum, "Ibu Dilsha sudah memilih model yang tepat pak." Ammar tersenyum, "Bagus. Mengenai sepatu limited edition ada satu pasang. Nanti langsung kasih ke saya." Nihan mengangguk sambil menelaah ucapan Ammar, "Sepatu limited pak? Untuk?"
Ammar tersenyum, "Tidak semua Nihan. Lakukan saja apa yang saya perintahkan." Jawab Ammar dengan lembut. Nihan mengangguk berkali - kali dan berlari kecil menuju meja kerjanya untuk segear melakukan apa yang diperintahkan Ammar.
Entah mengapa ia senang sekali hari ini sehingga se-semangat ini. Mungkin efek dari sepatu baru udah siap produksi kali ya. Karena for you guys know aja nih, sepatu hasil desain Ammar itu nggak pernah ngecewain! Bahkan ia ingin sekali punya satu yang limited edition. Hehe nggak mungkin Nihan! Nihan tertawa dan menggelengkan kepalanya.
***
"Pak Ammar." Ammar yang sedang membenarkan kancing lengan kemejanya menoleh ke sumber suara. Ternyata itu adalah asisten pribadi Dilsha, Damla. Ammar pun mengangguk. "Bu Dilsha berpesan bahwa photoshootnya akan dilakukan di studio Cypruz saja pak." Ammar kembali mengangguk, "Baik, kalau gitu saya langsung ke studionya saja."
Damla mengangguk dan menunjukkan Ammar jalan menuju studio.
Ketika sampai, Ammar menunggu kedatangan Dilsha dan sepatu karya mereka untuk sampai di studio ini. Merasa bosan, Ammar pun memilih untuk berjelajah isi studio ini. Sangat menarik. Colourful. Ia pun memerhatikan pakaian hasil karya Dilsha ini. Menakjubkan. Ia pun mengambil sebuah baju dress yang menarik perhatiannya.
Ia pegang dan ia lihat dari atas hingga bawah. Tak lama terdengar suara dari balik dress tersebut, "Anda mau membelinya, Pak?" Ammar langsung menurunkan sedikit dress yang ia angkat itu dan tersenyum, "Kalau dibeli, belum tau untuk siapa bu Dilsha." Dilsha tertawa kecil. Tak lama para kru pun masuk dengan membawa kamera beserta teman - teman pelengkapnya secara bersamaan dengan tim Ammar yang membawa masing - masing perlengkapan yang dibutuhkan.
Ammar tersenyum ke Dilsha sekilas sambil menaruh kembali hanger pakaian tersebut ke tempatnya semula, "Saya akan menemui tim saya dulu." Dilsha mengangguk dan pergi menjumpai tim nya juga.
Mereka berdua pun disibukkan dengan masing - masing keperluan mereka, dari Ammar yang disibukkan dengan hal sepatunya dan Dilsha yang disibukkan dengan busana hasil karyanya sendiri. Lama mereka menyiapkan, seorang model pun memasuki studio yang diikuti dengan manajer beserta personal asisstantnya. Kacamata hitam bertengger sempurna diwajahnya dengan balutan busana yang menunjukkan bahwa dirinya pantas untuk dikatakan sebagai seorang model.
Ammar yang masih memerhatikan sepatu - sepatunya mengalihkan pandangannya menuju ke subjek yang sedang dibicarakan para karyawan yang ada di sampingnya. Ammar mengerutkan kedua alisnya untuk menatap model tersebut. Tak lama raut wajah Ammar berubah dan memalingkan wajahnya dari subjek tersebut.
Model beserta manajer dan personal asisstantnya mendatangin Dilsha dan Dilsha menyambutnya hangat dengan senyuman, "Ah ini dia yang kita tunggu. Kami kasih waktu bersiap setengah jam, baru kita langsung mulai photoshootnya." Dilsha menyuruh Damla untuk menunjukkan tempat agar model tersebut bisa bersiap. Setelahnya Dilsha pun kembali mendatangin Ammar, "Pak Ammar, model nya sudah datang dan sedang bersiap. Setengah jam lagi kita akan mulai photoshootnya." Ammar tersenyum dan mengangguk.
***
Pamir yang baru saja masuk ke dalam studio Cypruz dengan kacamata hitam, langsung bersiul - siul. Yah begitulah emang gaya Pamir. Ia langsung datang menjumpai Ammar yang sedang berdiri memantau photoshoot yang sedang berlangsung. Ia lalu memukul pundak Ammar, "Gimana? Aman semua, Am?" Ammar mengangguk lalu melipatkan kedua tangannya di dada.
Pamir pun berdiam diri dan masih kesibukan untuk melihat kanan kiri. Ia pun tersenyum sumringah ketika ia menemukan Dilsha yang sedang memerhatikan kamera disamping Ammar. "Ibu Dilsha." Sapa Pamir. Dilsha pun menatap Pamir dan mengangguk tersenyum. Ammar yang menyaksikannya hanya tesenyum mengejek. "Dia bukan tipe yang seperti kau bayangkan, Pamir." Pamir hanya mengangguk membenarkan ucapan Ammar.
Merasa tidak dihiraukan Dilsha, ia pun memerhatikan model saja kalau begitu. Lama ia perhatikan, model itu seperti tidak asing baginya. Namun Pamir benar - benar memastikan apakah benar model itu adalah.., "Ammar?"
Ammar menoleh ke arah Pamir dan mengangguk karena ia sudah tau apa yang akan ditanyakan Pamir. Dan ia juga sudah mengetahui jawaban apa yang diharapkan Pamir. "Ammar, dia?"
Ammar hanya menatap Pamir. Ia tidak ingin menjawab pertanyaan atau apapun itu atas ketidaksangkaannya terhadap model itu untuk kedua kalinya."Ammar, itu Yasemin.."
Ammar tidak mau menjawab kembali dan memilih untuk menatap kamera saja. Namun, yang ia lihat sekarang bukanlah modelnya. Melainkan sisi kanan Dilsha yang Ammar lihat. Indah benar ciptaan tuhan ini. Ammar pun tersenyum kecil lalu menundukkan pandangannya.
"Eh Ammar, apaan sih. Itu tuh mantan istrimu. Kok tenang banget?!" Ammar menautkan alis matanya dan menatap Pamir, "Lalu aku harus gimana? Lagian udah berakhir bertahun - tahun lalu." Pamir memijat dahinya. Yang benar saja makhluk yang ada di depannya ini. Bahkan Pamir sekarang tidak bisa mendeskripsikan apakah hal ini adalah sebuah profesionalisme atau?
"Tadi juga udah disuruh temu juga sama Dilsha." Pamir lalu menarik tangan Ammar sedikit lebih jauh ke belakang. "Terus gimana?"
Ammar menaikkan kedua bahunya, "Berjalan segimana harusnya profesionalisme itu Pamir."
"Dilsha tau dia itu mantan istrimu?"
Ammar menggeleng. "Kenapa nggak tolak aja kerja sama dengan modelnya kalau itu Yasemin, Am?" Ammar menepuk pundak Pamir, "Ini pilihan Dilsha. Biarkan saja. Mungkin emang dia yang bagus menurut Dilsha. Aku nggak apa, Pam. Sungguh." Pamir mengangguk mendengarkan ucapan Ammar barusan.Mereka berdua pun kembali dekat dengan Dilsha untuk melihat foto mana yang terbaik, sedang sang model, Yasemin beristirahat sejenak. Lama Pamir perhatikan Yasemin, dan pandangan itu hanya tertuju kepada Ammar saja. Pamir pun menatap Ammar dan Yasemin secara bergantian. Entahlah. Apa yang tersirat dari tatapan Yasemin untuk Ammar itu. Namun kenyataannya, Ammar sama sekali tidak melihat ke arah Yasemin. Malahan, dua kali Pamir memergoki Ammar yang sedang menatap Dilsha. Entahlah. Mungkin karena ia melihat Ammar dari angle yang berbeda jadi seakan - akan Ammar menatap sisi kanan Dilsha.
***
Yasemin melihat Ammar yang sedang duduk ditemani dengan secangkir kopi dan sebuah gadget untuk menikmati waktu breaknya. Ini mungkin waktu yang tepat untuk berbicara dengan Ammar. Ia pun langsung berjalan dan menghampiri Ammar. Ammar menyadari akan kedatangannya, namun ia masih fokus dengan gadget yang ada di tangannya. Yasemin pun berdeham, "Ammar." Ammar mengalihkan pandangannya dari gadgetnya namun tetap tidak menatap Yasemin.
"Lihat aku, Ammar." Ucap Yasemin lalu menjangkau wajah Ammar dengan kedua tangannya. Ammar refleks menghindar dari tangan Yasemin itu.
Ammar sekilas menatap Yasemin lalu ia alihkan kembali. "Kau tidak merindukanku, Ammar?" Ammar menautkan kedua alis matanya menatap Yasemin, "Maaf?"
Yasemin menghela nafasnya, "Iya aku emang yang salah-" Ammar mengangkat jari telunjuknya, "Cukup."
"Bagaimana kabar Shaq-"
"Ia sehat." Ammar pun mengambil gadget dan cangkir kopinya untuk berpindah tempat, "Tidak ada yang perlu didiskusikan lagi, saya permisi." Ucapnya.
***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
💙🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
RomanceMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...