26 - Tapi Kamu Pernah Gagal?

2.2K 211 3
                                    

Ini adalah hari weekend dan sekaligus hari liburnya Ammar. Sedari selesai menunaikan ibadah shalat Subuh, Ammar merasakan pikiran dan tubuhnya yang uringan. Ammar duduk di tepi tempat tidurnya sambil menatap dirinya dari pantulan cermin. Ia tatap dirinya lalu menyapu wajahnya.

Ammar berdiri dari duduknya, mengambil kunci mobil dan sepatunya, lalu bergerak menuju tujuannya. Sembari Ammar berdoa dalam hati, semoga pilihannya ini tepat.

Ketika ia telah sampai ditujuannya, ia tatap lekat - lekat rumah yang ada di hadapannya ini. Sekali lagi berharap dalam hati kepada Sang Pencipta semoga pilihannya tepat. Ammar turun dari mobilnya dan berjalan masuk ke rumah tersebut.

Ketika ia masuk, ia sudah disambut dengan kehadiran Furkan yang sedang menyiram tanaman dan bersiul. Mau tak mau, Ammar harus dong jumpai Furkan dulu. Ia pun menghampiri Furkan. Furkan yang awalnya sedang asik dengan kegiatannya, terhenti karena ia melihat wajah Ammar yang mendatanginya. "Ah, Ammar. Sini masuk nak." Ucapnya.

Ammar lalu menyalimnya santun dan Furkan pun dengan tiba-tiba langsung memeluk Ammar, selesai Ammar menyalimnya. Pertanda apa ini?

Ammar membalas singkat pelukannya lalu melepaskannya, "Apa kabar Om?" Furkan tertawa kecil, "Ya seperti yang kamu lihat saja. Alhamdulillah sehat."
Ammar tersenyum.

"Mau jumpa Dipta?" Ammar menatap Furkan dengan santun, "Tidak Om. Saya mau berjumpa dengan Om." Furkan mengerutkan dahinya. Sering kali Ammar main kesini, baru kali inilah Ammar datang untuk menemui dirinya. Batin Furkan.

"Ah, begitu. Yasudah ayo kita masuk ke dalam." Furkan lalu memanggil satpam yang memang sedang berdiri di dekat pagar dan menyuruh satpam itu untuk meneruskan kegiatannya, "Tolong kamu terusin. Saya sedang ada tamu." Satpam tersebut mengangguk dan mengambil alih untuk menyiram tanaman.

***

"Maksud saya datang ke sini untuk meminang putri om, Dilsha." Furkan mengangkat kepalanya dan menatap Ammar. Ammar pun kembali menatap Furkan dengan tenang. Furkan membenarkan duduknya, "Bukannya kamu sudah berkeluarga, Ammar?"

Ammar tersenyum, "Sudah dan telah menjadi cerita lama, Om." Furkan mengernyitkan kedua alis matanya, "Lalu bagaimana bisa kamu menata keluarga baru bersama anak saya, jika kamu sudah pernah gagal Ammar?"

Ammar dengan tenang menjawab, "Dulu saya menikah karena hawa nafsu. Sekarang saya menikah karena saya ingin membentuk keluarga kecil sebagai tiket menuju Jannah kelak, Om." Furkan memandang Ammar dengan tatapan tak terduga. Ini benar - benar bukan Ammar yang ia kenal SMA dulu, yang lasak.

"Kamu inikan baru kenal dengan Dilsha, lalu gimana kamu bisa berkomunikasi dengan anak saya?" Ammar kembali tersenyum tenang, "Segala sesuatu yang baik karena Allah insyaallah, bisa Om." Furkan langsung berbatin bahwa mungkin ini adalah jodoh dari anaknya.

"Kenapa Dilsha?" Tanya Furkan langsung to the point kepada Ammar. "Karena ia terhormat, Om." Ammar tersenyum. Furkan diam sambil mengetuk-ngetukkan jemarinya di lengan sofa. Lama mereka berdua terdiam dan sebuah suara terdengar, "Permisi Om." Furkan melihat tamu yang sudah berdiri dengan tegap di depan pintu utama rumah ini.

"Ah, Romi? Ada apa nak?" Ucap Furkan yang langsung berdiri menyambut kedatangan Romi. Ammar yang melihat ke-excited-an Furkan seketika moodnya ambruk. Ia merasa benar-benar insecure. "Saya mencari Dilsha, Om. Ada?" Furkan tertawa, "Dia sedang tidak di rumah. Pergi sama temen-temennya. Ada apa?"

Romi tertawa kecil, "Sayang sekali. Padahal saya ingin membawanya berjalan-jalan hari ini, Om." Furkan menaikkan kedua alis matanya. Sungguh benar-benar dua lelaki yang berbeda sekali yang Furkan jumpai hari ini. Furkan langsung memukul pundak Romi, "Kamu semalamkan dengar, Dilsha bukan tipe seperti itu. Tipe dia yang langsung serius." Furkan menatap Romi, "Kalau mau dapatin Dilsha, seriusin dia." Romi menelan ludahnya. Karena Romi belum mau untuk berkomitmen hingga ke jenjang yang lebih serius.

"Kalau begitu, saya pamit ya Om. Dan saya izin pamit untuk mengundurkan diri saya. Karena saya belum bisa berkomitmen." Jujur Romi yang membuat Furkan tersenyum, "Tidak apa. Pilihlah yang terbaik untuk dirimu, nak. Maaf kalau kamu dan Dilsha tidak bisa bersama." Jelas Furkan. Romi pun mengangguk dan langsung berpamitan sopan ke Furkan.
Ammar yang mendengarkan perbincangan mereka berdua, langsung tersenyum menang sembari mengucapkan hamdallah di hatinya.

Setelah Romi pulang, Furkan duduk kembali dan menatap Ammar. Ammar tidak bisa berlama - lama untuk menatap Furkan, karena Furkan adalah orang tua. Tidak sopan untuk menatapnya terlalu lama, seakan - akan menantang.

"Kalau gitu, kita makan malam hari ini disini. Ajak keluarga Ammar. Dan saya akan memberi tahu Dilsha dan abang-abangnya." Ammar mengangkat kepalanya dan tersenyum sedikit lebar. Ammar berdiri dan langsung mencium tangan Furkan untuk menyalamnya, "Saya akan bawa keluarga saya malam ini, Insyaallah Om." Furkan mengangguk lalu menepuk pundak Ammar.

"Kalau begitu, saya permisi Om. Assalamualaikum." Furkan menjawabnya dengan tenang.

***

Dilsha benar - benar tidak tau mengapa ayahnya dua hari berturut ini selalu tiba - tiba mengajak makan malam. Namun kali ini di rumah. Penasaran, namun Dilsha tetap berias sebagaimana yang diperintahkan Furkan.

Suara ketukan pintu terdengar dan Dilsha langsung berjalan ke pintu dan membukanya. Wajah Azizah yang tenang tersenyum melihat Dilsha, "Mama boleh masuk?" Dilsha mengernyitkan alis matanya. Tidak seperti biasanya, ibunya meminta izin untuk masuk ke kamarnya Dilsha. Dilsha langsung memberi jalan Azizah, "Ada apa mama?"

Azizah tersenyum lalu mencium pipi Dilsha dengan sayang. "Nanti kamu juga tau, Dilsha. Sekarang kita turun yuk. Tamunya udah datang."

Tamu? Batin Dilsha. Dilsha yang semakin tidak mengerti, memilih untuk mengikuti ibunya saja agar kepenasarannya ini dapat terpecahkan.

Sesampainya mereka di lantai bawah, Dilsha sudah disambut dengan kedatangan Ammar dengan Esma dan Shaqil. Dilsha benar - benar terkejut. Maksudnya? Apa ini? Batin Dilsha.

"Silahkan masuk, Bu." Ucap Furkan ketika melihat Ammar yang membantu Esma berjalan. Ammar lalu menyalim Furkan dengan santun, begitu juga ketika Ammar menyalim Azizah. Dilsha pun menyalim Esma lalu Esma memeluk Dilsha. Dilsha spontan memeluk kembali tubuh Esma yang sudah menua itu. Esma melepaskannya dan tersenyum ke Dilsha.

"Ayo kita makan dulu." Ajak Furkan dan memimpin jalannya menuju ruang makan. Mereka semua pun lalu duduk.

"Shaqil, kita makannya disitu aja yuk. Sama Sadrina, Amel, dan Zaki." Ajak Razi namun Shaqil tidak langsumg mengiyakan ajakan Razi melainkan Shaqil melihat ayahnya. Lalu Ammar mengangguk memberi izin, dan Shaqil langsung mengiyakan ajakan Razi lalu berlari bersama.

Ammar menarik kursi makan Esma, lalu mendorongnya sedikit agar Esma dapat makan dengan nyaman.

"Ayo silahkan dimakan, Ammar dan Bu Esma." Esma tersenyum begitu juga dengan Ammar. Ammar menatap Esma, "Oma, Ammar ambilin ya?" Esma mengangguk. Ammar pun mengambilkan makanan untuk Esma sesuai dengan permintaan Esma.

Setelah mengambilkan makanan Esma, Ammar melihat anaknya belum mengambil makanan apapun. Dipta langsung melihat Ammar yang dimana Dipta tepat berada di samping Ammar, "Udah tenang. Krucils nanti makanannya diambil sama bibi." Ammar mengangguk lalu memulai makan dengan tenang.

Berkali - kali Ammar mengawasi Esma, takut jikalau Esma kenapa - kenapa karena umurnya yang sudah renta.

Lama mereka makan dan menikmatinya, barulah Furkan membuka suara. "Jadi bagaimana Ammar? Ada perihal apa ini?"

Ammar diam lalu dengan tenang menjawab, "Saya ingin melamar Dilsha, Om."

***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
🤎💚

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang