Dilsha masuk ke kamar sambil membawa nampan berisikan sarapan pagi untuk Ammar. Dilsha tersenyum ketika melihat Ammar sudah terduduk. Kondisi Ammar jauh lebih sehat dan segar dibanding tadi malam. "Kita sarapan dulu ya." Dilsha menaruh nampan tersebut di nakas samping tempat tidur lalu mengambil gelas Ammar untuk membantunya minum lalu menaruh kembali.
Dilsha lalu mengambil piring Ammar dan mulai menyuapinya. Disela-sela Ammar makan, Ammar memerhatikan Dilsha. "Kamu nggak ke kantor hari ini?" Dilsha menatap Ammar dengan bingung. "Ammar, sebenarnya aku harus ke kantor karena ada urusan yang harus aku handle sendiri di kantor." Jawab Dilsha.
"Aku boleh ya ke kantor sebentar aja, nanti sebelum makan siang aku pulang?" Ammar mengangguk. "Enggak apa. Kamu ke kantor aja, aku disini ada Sukru dan Nuran yang bantu jagain." Dilsha mengangguk lalu kembali menyuapi Ammar hingga makanannya habis.
Setelah Ammar sarapan, Dilsha pun menuntun Ammar ke kamar mandi untuk mandi. "Kamu ikut ke dalam?" Tanya Ammar dan Dilsha hanya menatap Ammar dengan tatapan tidak mengertinya. "Iya, jadi siapa yang ngawani kamu mandi?" Ammar masih bisa tersenyum menggoda. "Bener mau nemenin?" Dilsha malu seketika lalu memukul perlahan lengan atas Ammar yang tidak terluka.
Sesampainya di dalam Dilsha membantu Ammar untuk membuka baju dan celananya, setelahnya ia hanya menunggu di luar karena Ammar menyuruhnya untuk menunggu di luar saja. Setelah selesai, Ammar bisa memakai bajunya sendiri karena Dilsha sudah mengambilkan baju kemeja lengan pendek agar lebih mudah untuk dipakai atau dibuka nantinya. Setelah selesai, Ammar memakai celananya perlahan.
"Ammar udah selesai?" Tanya Dilsha. "Udah, udah. Aku udah mau keluar." Benar kata Ammar, tak lama ia keluar. Dilsha lalu memapah Ammar untuk duduk kembali di pinggir tempat tidur. "Kita pakai-in minyak dulu ya. Biar darahnya nggak beku."
Dilsha dengan telaten menyapukan memar yang ada di perut, kaki dan tulang kering nya Ammar. Ngilu pasti. Karena Dilsha sedikit menekannya, agar memarnya tidak mengeras nantinya. Di sela-sela Dilsha mengurut Ammar, Ammar berbicara "Shaqil udah pergi sekolah?" Dilsha mengangguk. "Tadi kamu tidur nya nyenyak banget. Jadi Shaqil enggak sempat salam kamu." Ammar mengangguk.
Setelah selesai Dilsha mengurut Ammar, Dilsha berbersih diri lalu bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Ammar yang sedari tadi duduk santai selonjoran sambil memainkan ipad nya, sesekali memerhatikan istrinya. MasyaAllah sekali Dilsha. Makin hari makin-makin. Dilsha lalu mendatangi Ammar dan duduk di pinggiran tempat tidur. "Aku pergi dulu, ya?" Ammar mengangguk. "Kamu juga ada tanggung jawab di kantor kamu. Aku izin." Jawab Ammar lembut.
Namun Dilsha tetap tidak beranjak. Dia masih menatap Ammar. Ia sedih meninggalkan Ammar dalam keadaan seperti ini. Namun ia sudah ada janji meeting dengan klien. Sehingga mau tidak mau, Dilsha harus pergi. Dilsha mencium punggung tangan Ammar lalu mencium pipi Ammar dengan lembut. Senangnya bukan main Ammar.
Ammar tersenyum lebar, "Pergilah. Tidak apa. Aku udah izinkan kok." Ucap Ammar. "Hati-hati. Kalau udah selesai, segera pulang aja ya." Dilsha mengangguk lalu mengecup kilas bibir Ammar. Ammar lupa bahwa di ujung bibirnya sedikit koyak. Seketika ia meringis. "Yaampun aku lupa. Tapi enggak apa, kecupan tadi obat untuk sembuh." Ucap Dilsha dan Ammar mencubit pipi Dilsha.
"Yaudah, aku pergi ya. Assalamualaikum." Ucap Dilsha lalu mengambil pursenya dan pergi. Ammar tersenyum lalu menjawab salamnya Dilsha, "Waalaikumussalam." Ammar menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat perlakuan Dilsha tadi dan Ammar pun kembali berfokus ke iPad nya.
***
Dilsha yang baru saja pulang kerja, tidak mendapati Ammar di kamar mereka saat Dilsha masuk ke kamar mereka. Ia mengecek di kamar mandi tidak ada, mengecek di ruangan kerja Ammar tidak ada juga. Tidak mungkin di ruang gym. Karena Dilsha yakin betul, Ammar kondisinya masih belum fit. Dilsha pun ke dapur dan hendak bertanya ke Nuran. Namun ternyata orang yang ia cari ada di dapur.
"Ammar? Kamu buat apa? Sini biar aku yang buatin." Ucap Dilsha khawatir ketika melihat Ammar berdiri, berjalan dan membuat kopi sendiri. "Aku lagi buat kopi. Kasian, mungkin Nuran lagi beristirahat." Dilsha hanya menatap Ammar yang sedang mengaduk kopinya. Merasa dilihatin, Ammar lalu menatap Dilsha dan menaikkan sebelah alis matanya. "Ganteng ya?" Dilsha langsung memukul lengan atas Ammar dengan lembut. "Iya ganteng deh, aku mandi dulu ya." Ucap Dilsha lalu berlenggang pergi.
Setelah selesai membuat kopinya, Ammar berjalan menuju ruangan keluarga untuk menonton tv. Baru kali ini Ammar merasakan nikmatnya bersantai. Bisa aja ini merupakan teguran untuk Ammar agar ia beristirahat sejenak. Karena kalau ia tidak kenapa-kenapa, Ammar pasti sudah sibuk sekali. Setiap hal pasti ada hikmahnya.
Ketika Ammar hendak duduk, suara bel pintu terdengar. Karena merasa tidak ada yang membukakan pintu, Ammar berjalan dengan perlahan untuk membuka pintu. Ternyata Shaqil yang baru saja pulang dari sekolah. Shaqil langsung menyalim Ammar dan memeluk Ammar. Ammar sedikit meringis, karena memar di perutnya terhantam kepalanya Shaqil ketika ia memeluk Ammar. "Papa enggak apa-apakan? Shaqil sedih lihat papa tadi pagi tidur dengan kaki dan tangan papa yang banyak lukanya."
Ammar menutup pintu depan lalu sedikit menunduk untuk melihat Shaqil. "Alhamdulillah papa nggak kenapa-kenapa. Mama Dilsha tadi malam yang ngurus papa. Jadinya papa udah bisa jalan." Ucap Ammar sambil menuntun Shaqil untuk duduk di sifa ruang keluarga. "Hari ini Shaqil ada cerita apa?" Tanya Ammar yang sambilan untuk mengambil cangkir kopinya di meja. Namun ia tidak sanggup, karena memar perutnya. Sehingga Shaqil langsung membantu Ammar untuk mengambilkan cangkirnya dan setelahnya Shaqil duduk kembali di samping Ammar.
"Minggu depan Shaqil ada turnamen bola papa. Papa enggak bisa nonton ya?" Ammar tersenyum, "Kalau papa kuat, InsyaAllah papa nonton." Shaqil mengangguk dan memilih untuk menonton televisi sebentar di samping Ammar hingga Dilsha keluar dan tengah melihat Shaqil yang masih mengenakan seragam sekolahnya. Shaqil takut diomelin Dilsha sehingga ia langsung bergerak dan menyempatkan untuk menyalim Dilsha lalu pergi mandi.
Dilsha duduk di samping Ammar lalu mengecek luka terdalam Ammar yaitu di lengan atas Ammar. "Alhamdulillah luka nya udah agak kering dari yang tadi malam." Ammar mengangguk lalu hanya menatap Dilsha. Dilsha yang awalnya biasa-biasa aja, lama kelamaan semakin bingung karena ditatap Ammar seperti ini. "Ammar?"
Dilsha tertawa dan Ammar pun masih menatap Dilsha dengan menahan tawanya. "Ammar, udah dong." Ammar masih berdiam diri lalu langsung memeluk Dilsha dengan erat dan menggigit kecil pipi Dilsha. Dilsha ingin melepaskan diri namun ia tidak bisa karena tangannya yang melemas karena di piting Ammar. "Ammar udah, aku lemes. Nanti diliatin yang lain."
Ammar masih menahan Dilsha dalam keadaan seperti ini lalu Ammar lepaskan pelukannya dan tersenyum sumringah. Dilsha langsung melihat ke sekitar mereka dan ternyata aman tidak ada siapa-siapa disini saat ini. Tapi ia tidak tau saat tadi berlangsung ada yang berjalan atau tidak.
"Kamu ini! Padahal bibirnya lagi koyak, malah gigit-gigit lagi." Ammar tertawa lalu membersihkan pipi Dilsha dengan telapak tangannya sendiri.
Lama mereka terdiam sambil bersantai nonton netflix, Dilsha berbicara. "Aku tadi ngeluarin kebab frozen, kamu mau aku buatin kebab?" Ammar yang baru saja menenggak kopinya pun mengangguk. "Boleh." Dilsha pun langsung beranjak dari duduknya dan menggoreng kebab frozen nya.
Setelah selesai menggoreng kebabnya, Dilsha langsung serve di piring lalu ia bawa ke ruang keluarga. Ternyata Shaqil sudah siap mandi dan mereka pun berkumpul di ruang keluarga, bersantai sambil makan kebab. Karena biasanya jam segini, Dilsha atau Ammar masih berada di kantor. Namun sekarang mereka bisa menikmati yang namanya santai di siang menuju sore hari ini.
***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
🤎💚
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
RomanceMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...