52 - Ammar yang Dulu?

1.6K 150 9
                                    

Shaqil langsung memeluk Dilsha ketika Dilsha dan Ammar pulang dari kantor. Dilsha yang tak sanggup untuk berjongkok lagi, memilih untuk berdiri saja. "Selamat ulang tahun mama." Ucap Shaqil Dilsha tersenyum lebar lalu mengelus kepala Shaqil sambil berjalan menuju sofa untuk duduk.

"Shaqil ada hadiah untuk mama." Shaqil lalu memberikan Dilsha sebuah kotak yang berukuran sedang. "Wah, apa ini sayang?" Tanya Dilsha sambil membuka kotaknya. Ammar yang baru masuk langsung tersenyum dan mengelus kepala Shaqil.

Dilsha langsung melihat hadiahnya dan ternyata sebuah jilbab yang warnanya sesuai dengan warna yang ia suka! "Wah bagus banget. Shaqil kok tau mama suka warna ini?" Tanya Dilsha. Shaqil tertawa kecil. "Shaqil sering ngelihat mama pakai warna ini. Jadi Shaqil beli tadi pulang sekolah." Dilsha tersenyum lebar lalu mencium pipi Shaqil. "Terima kasih ya sayang. Mama suka hadiahnya. Lusa insyaallah mama pakai kerja ya." Shaqil mengangguk senang.

"Tapi mama-" Dilsha menunggu Shaqil menyelesaikan kalimatnya. "Tadi pakai uangnya Sukru dulu. Nanti diganti sama papa Ammar uangnya ya?" Ammar langsung melihat Shaqil, "Loh kok jadi papa nak." Ucap Ammar lalu tertawa dan mengacak rambut Shaqil. "Iya nanti papa ganti uangnya Sukru. Kamu ini." Shaqil tertawa dan Dilsha pun juga.

Mereka bertiga pun menikmati family time yang singkat ini. Walaupun singkat namun yang namanya family time, sebentar pun berharga. Alhamdulillah.

***

Dilsha yang baru saja membersihkan dirinya, turun ke bawah karna mendengar suara Ammar dan Shaqil. Ammar yang menggunakan celana pendek bawah lutut langsung melihat Dilsha. "Sini. Ini kado yang ketiganya." Dilsha tersenyum lebar namun masih melihat apa ini sebenarnya.

Ammar membantu Dilsha untuk membuka kotaknya. "Waah apa ini?" Tanya Dilsha ketika sebuah besi sudah terlihat sedikit. Ammar tersenyum lebar dan semakin membuka kadonya.

Ketika Ammar sudah membukanya semua, barulah Ammar menjawab pertanyaan Dilsha. "Hadiahnya yang ketiga mesin jahit. Aku beli supaya kamu bisa menjahit juga di rumah. Nggak perlu ke kantor." Dilsha berbinar melihatnya. Ini yang ia inginkan dan ia butuhkan juga. Karena memikirkan harganya yang cukup mahal, Dilsha mengurungkan niatnya untuk membeli mesin jahit ini. Dilsha berjalan ke Ammar lalu memeluknya. "Terimakasih banyak, Mas."

Ammar terkejut sekali mendengarkan panggilan Dilsha tadi. "Mas? Kok tumben?" Tanya Ammar dengan masih dalam kondisi berpelukan. Dilsha tertawa lalu melepaskan pelukannya. "Lagi kepingin aja tadi." Ammar lalu mencium pipi Dilsha.

"Kamu mau lihat-lihat dulu?" Dilsha menggeleng, "Nanti aja ya aku lihatnya lagi? Aku udah capek banget." Ammar tersenyum lalu memanggil Sukru untuk membantu dirinya membawa mesin jahit ini ke atas di ruangan kerja Dilsha.

Setelah selesai, Ammar kembali ke bawah berkumpul bersama Shaqil dan Dilsha. "Shaqil nggak ada PR?" Tanya Ammar sambil mengambil bolu pisang buatan Dilsha. Shaqil menggeleng, "Hari ini guru Shaqil nggak ada yang ngasih tugas pa." Ammar mengangguk dan Shaqil pun melanjutkan gamesnya di tablet.

Ammar memerhatikan Dilsha yang tiba-tiba mengatur laju pernapasannya. "Dilsha? kenapa?" Dilsha menggeleng. "Aku udah ngos-ngosan sekarang ini."

"Kamu kerjanya cuti dulu ya." Ucap Ammar dan Dilsha menatap Ammar. Benar kata Ammar. Ia sendiri sebenarnya udah gampang capek banget. Apa-apa udah berat bawaannya. Dilsha menatap Ammar, "Kalau aku cuti, siapa yang ngurus Cypruz?" Ammar tersenyum. "Kamu harus ambil keputusan untuk menunjuk pengganti kamu untuk 6 bulan ini, Dilsha."

Dilsha menatap Ammar dengan mata sendu nya. "Tapi Ammar-" Ucap Dilsha terhenti dan Ammar pun menunggu Dilsha melanjutkan kalimatnya. "Aku nggak pernah mau percaya sama manusia." Ammar tersenyum teduh lalu menggenggam tangan Dilsha. "Kamu shalat istikharakh. InsyaAllah, Allah akan menunjukkan pilihannya. Ok?" Dilsha mengangguk dan Ammar mengelus pipi Dilsha.

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang