Sudah hampir sebulan kejadian Dilsha dengan Deniz, tetapi masih melekat erat saja di pikiran Dilsha. Dan sudah hampir sebulan juga, Dilsha tidak bertemu dengan Ammar.
Dilsha menatap pantulan cermin, lalu menghembuskan napasnya. "Dilsha, you have to get up." Ucapnya sebagai motovasi dirinya. Dilsha lalu mengambil purse dan turun untuk ikut sarapan bersama dengan keluarganya. Namun, kali ini para krucil tidak lengkap karena ada yang sudah berangkat ke sekolah dan di meja makan hanya ada seorang Furkan saja.
Furkan yang melihat putri semata wayangnya sedikit berbeda, hanya memerhatikannya saja dari Dilsha turun tangga hingga duduk di kursi meja makan. Furkan menghabiskan kunyahannya dan bertanya, "Kok tumben kamu telat sarapan?" Dilsha tersenyum, "Dilsha sedikit kecapekan, Pa." Furkan mengangguk.
Lama mereka makan berdua saja di meja makan ini, barulah Furkan berbicara, "Nanti malam, kamu ikut papa ya, Dilsha." Dilsha yang awalnya mengunyah, langsung terdiam dan menatap Ayahnya. "Mau kemana, Pa?"
"Makan malam." Dilsha mengangguk tapi membatin. Karena jarang sekali Ayahnya ini mengajak makan malam. "Biar Dilsha bilang ke abang - abang juga ya, Pa?" Furkan dengan tenang menelan makanannya dan menggeleng, "Kita berdua saja."
Dilsha mengangguk lalu melanjutkan makannya. Setelah selesai, Dilsha pun minum lalu berangkat. Tapi tak lupa ia untuk menyalim Ayahnya.
***
Ammar mendudukkan tubuhnya yang baru saja sampai di kantor. Ia pejamkan sebentar matanya dan menghirup udara. Tak lama sebuah ketukan pintu terdengar lalu terbuka dan langsung menampakkan Nihan dengan sebuah buku dan tabletnya.
Ammar menunggu sedari tadi apa yang akan Nihan sampaikan mengenai agendanya hari ini, namun Nihan tidak kunjung berbicara. Ammar pun menengadahkan kepalanya lalu melihat Nihan tersenyum manis ke Ammar dan membuat Ammar risih, "Nihan, cepat katakan apa agenda saya hari ini." Nihan dengan sedikit gopoh membuka tabletnya dan langsung membacakan agenda Ammar.
"Tunggu-"
Nihan langsung terdiam karena Ammar menginterupsi Nihan."Meeting jam berapa, dimana tadi?" Tanya Ammar karena Ammar sedikit tidak fokus karena fokus dengan sebuah bacaan yang ada di dokumen yang ia pegang. "Jam 8, Pak di Greenhill's Resto bersama Pak Pamir juga."
Ammar mengangguk dan kemudian mengizinkan Nihan untuk menyelesaikan ucapannya. Setelah selesai, Nihan pun pamit dan berganti Pamir yang masuk ke ruangan Ammar. "Am? Apa kabar?"
Ammar hanya tersenyum miring tipis, "Basi banget, Pam." Ammar lalu kembali fokus ke dokumen yang ia pegang saat ini. Pamir mengangkat telunjuknya dan point his finger ke Ammar, "Kalau gitu, jangan lupa pukul 8 malam, Am." Ucapnya lalu mengedipkan sebelah matanya lalu keluar. Sedang Ammar menatap Pamir tanpa mengangkat kepalanya lalu menggelengkan kepalanya.
***
Ammar mengangguk - anggukkan kepalanya ketika kliennya menjabarkan sebuah gambaran mengenai partnership mereka. Pamir pun yang memerhatikannya, juga terkesima.
"Jadi bagaimana menurut Pak Ammar dan Pak Pamir mengenai partnership kita?" Ammar mengangkat kedua alis matanya. Sangat to the point sekali sepertinya. Baru saja menjelaskan sudah langsung meminta pendapat mengenai partnership ini. Namun begitu, Ammar tetap memikirkannya dengan matang agar ia tidak salah mengambil keputusan.
Masih tetap berpikir sambil melihat ke sisi kanan tempat ini dan tak sengaja melihat Dilsha yang sedang menyuapkan dirinya sendiri. Dan ternyata ia tidak sendirian. Ia bersama seorang lelaki dan.. Om Furkan? Ayahnya? Ammar memicingkan dengan gentle agar gelagatnya tidak terlalu ketahuan sekali. Ketika ia membenarkan penglihatannya, Ammar kembali ke pemikirannya dan menuntun dirinya untuk menyetujui partnership ini.
"Saya setuju. Kita akan kerjasama."
Pamir mengangguk setuju dengan pernyataan Ammar barusan. Mereka pun menandatangani kontrak kerja lalu bersalaman untuk menyepakati kerjasama ini. Setelahnya client tersebut pun berpamitan dan pulang.
"Kita pulang?" Tanya Pamir. Ammar menggelengkan kepalanya, "Ayo ikut aku." Pamir pun mengikuti Ammar yang berjalan bukan ke arah jalan pintu keluar, melainkan ke sebuah meja.. Dilsha. Pamir tersenyum sumringah. "Ah, Ammar. Ternyata kau mendatangin pujaan hati, he?" Ammar dengar namun ia hanya diam dan tetap berjalan menuju meja Dilsha.
Sesampainya disana, Ammar pun menyapa Furkan, "Om Furkan, selamat malam." Furkan yang menatap Ammar dua detik langsung mengingat siapa dia dan berdiri. "Ah Ammar. Ammar kan? Temannya Dipta?" Tanya nya excited. Ammar mengangguk lalu menyalim Furkan dengan hormat. Furkan sedikit terkejut, jarang seorang CEO seperti dia masih sopan yang mau menyalim orang tua. Kebanyakan orang kalau sudah diatas, salamnya seken walaupun bersama yang lebih tua.
Furkan bergeser sedikit untuk memberi lihat Dilsha. "Dilsha kenalin, ini kawan bang Dipta, Ammar namanya." Dilsha tersenyum mengangguk. Sial. Senyumannya. Ammar lalu mengalihkan pandangannya untuk menatap Furkan, "Kami sudah kenal, Om. Karena Dilsha juga partner kami." Furkan membulatkan mulutnya dan mengangguk.
Ammar lalu melihat seorang lelaki yang duduk di depan Furkan, "Pak Romi?" Romi pun mengangguk lalu tersenyum saja. Ammar kenal karena mutualan aja sebenarnya. Romi adalah kawannya kawan Ammar. Sehingga Ammar mengetahui diri lelaki ini, ya walaupun mungkin Romi tidak mengetahui dirinya. Tapi mana mungkin? Sedangkan Ammar ganteng gini? Ammar menertawakan dirinya dalam hati dan tak sengaja ia juga tersenyum.
"Ammar kenal?" Ammar menggeleng, "Mutual aja, Om. Jadi ya tau-tau gitu Om." Furkan mengangguk. Ammar lalu menatap Pamir yang sedari tadi hanya tersenyum lalu mengangguk - angguk mengikuti alur pembicaraan ini. "Kalau gitu, kami permisi ya Om." Ammar lalu menyalim kembali Furkan yang diikuti oleh Pamir juga.
"Kalian nggak mau gabung? Kami juga hanya makan malam aja." Tanya Furkan dan Pamir langsung menatap Ammar. Ammar tersenyum dan menggeleng halus, "Lain kali ya, Om. Kami juga tadi udah makan sekalian meeting." Ammar tersenyum, "Kalau gitu kami pamit."
"Berhati - hati kalian." Ammar mengangguk dan berjalan. Pamir lalu menyamakan langkah mereka dan melihat Ammar. "Am, kau tau tadi mereka sedang apa?" Ammar menggeleng. "Bodoh!" Ammar memberhentikan langkahnya dan menautkan kedua alis matanya meminta penjelasan dari Pamir atas ucapannya tadi.
"Tadi itu papanya jodohin Dilsha sama si Rimi itu!"
"Romi."
"Ha iya Romi maksudnya."
Ammar menarik napasnya lalu membuangnya dan masih melihat Pamir yang sudah marah menggebu. "Ammar? Udah gitu aja reaksimu? Gak marah? Atau sedih? Atau apa gitu?"
Ammar hanya menatap Pamir, "Terima kasih, Pamir. Tapi aku tau apa yang akan ku lakukan setelah melihat kejadian ini." Ucap Ammar lalu berlenggang pergi. Pamir lalu melompat kegirangan. Entahlah senang sekali rasanya jika melihat Ammar dan Dilsha bersama. "Aku tim Ammar dong pasti."
Pamir lalu mempercepat langkahnya untuk mengejar Ammar, "Am. Tunggu. Gue pulang sama lo!" Teriaknya.
***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
💙🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
Roman d'amourMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...