Ammar merehatkan tulang belakangnya yang tidak bersandar lebih dari sejam. Ia memejamkan matanya ketika punggungnya dapat ia rilekskan. Ah nyamannya. Ketika ia merasa sudah cukup ia kembali menegakkan tubuhnya dan kembali mendesain sepatunya. Sungguh sedari tadi ia mendesain, belum ada suatu ide yang pas untuk direalisasikan. Ia lalu mengalihkan pandangannya dan tak sengaja ia melihat dari sela - sela krey venetian blind gorden jendela ruangannya dan ruangan dimana Dilsha berada. Karena ruangan mereka saling sharing jendela.
Lama ia melirik dan sekilas ide tentang desain sepatunya muncul. Ia kembali semangat dan langsung mendesain apa yang otaknya berikan. Dengan tekun dan tenang ia mulai memberi warna desainnya setelah sketsa sepatunya yang membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya.
Setelah selesai, Ammar melihat jam tangannya dan waktu sudah menunjukkan jam makan siang. Ia pun berdiri dan langsung menelfon restauran favoritnya dan menggunakan jasa layanan delivery untuk memesan makan siang.
***
"Selamat siang, Bu." Nihan langsung menengadahkan kepalanya ketika seseorang memanggilnya. "Ada yang bisa saya bantu, mas?"
Mas tersebut mengangguk, "Ini pesanan dari Pak Ammar. Bapak berpesan, tiga kotak ini untuk timnya bu Dilsha, dan bu Nihan yang disuruh untuk mengantarkan ke ruangannya."
Nihan menatap mas - mas itu dengan tatapan curiganya. Mas itu pun merasa risih, "Ini ada notesnya, Bu. Silahkan dibaca dan dinikmati. Saya permisi."
Nihan menatap mas itu, "Idih langsung balik lagi." Ucapnya lalu mengerjakan apa yang di pesan oleh Ammar. Nihan pun mengetuk pintu ruangan Dilsha, kemudian ia masuk ketika seseorang mengizinkan dirinya untuk masuk. Dilsha menatap Nihan yang sudah menenteng tiga box lunch set.
"Maaf mengganggu, semuanya." Nihan dengan sumringah mengangkat makanan tersebut. "Istirahat dulu, yuk. Ini ada makan siang dari pak Ammar loh. Yuk yuk." Nihan pun membagikan satu orang satu tepat di meja mereka. "Nah semuanya udah dapatkan, saya balik yaa."
"Nihan." Panggil Dilsha.
"Ya, bu Dilsha?"
"Kamu udah makan? Dapat juga kan?" Tanya Dilsha yang membuat Nihan senang karena diperhatiin. Belum pernah ia merasa diperhatikan. Apalagi sama orang hebat kaya gini, beh.
"Sudah, sudah bu Dilsha. Tidak perlu khawatir. Walaupun pak bos galak, tapi ia adil kok, ganteng juga sih." Nihan menimang - nimang mana yang lebih sering ia lihat, pas Ammar galak kah atau pas Ammar lagi diam dan ganteng?
"Lebih seringnya galak sih, bu. Tapi pak Ammar orangnya baik, ia sering traktir karyawannya untuk makan siang bareng - bareng." Dilsha hanya mengangguk. Sebenarnya ini hal yang tidak terlalu penting untuk ia ucapkan. Namun Dilsha tetap menyimak dan mendengarkannya. Karena itu hak nya dia dan yah, hitung - hitung sebagai pengisi jeda waktunya Dilsha, untuk mendengar ocehan Nihan.
"Yaudah deh, bu Dilsha dan yang lainnya. Saya balik ya." Dilsha mengangguk dan sedikit terhibur.
***
Dilsha mengetuk pintu ruangan Ammar untuk menunjukkan hasil rundingan desain baju mereka ke Ammar. Namun ketukan pintunya tidak memperoleh jawaban dari dalam. Ia pun memilih untuk menunggu saja di depan sini.
"Bu Dilsha, masuk aja gapapa. Pak Ammarnya ada di dalam kok." Ucap Nihan.
Dilsha pun membuka perlahan pintu ruangan Ammar. Namun juga tidak ada kata sambutan atau hal apa pun walau hanya untuk sekedar menanyakan siapa itu. Dilsha tidak mau mengintip - intip, dan memilih untuk langsung membuka pintu ruangan Ammar. Seketika Dilsha tertegun. Ternyata Ammar sedang shalat. Buru - buru Dilsha menutup pintu ruangannya Ammar dan memilih untuk menunggunya saja di ruangan kerja bersama timnya.
Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintu ruangan mereka, "Masuk." Ucap Dilsha dan langsung memunculkan kepala Ammar dari sela - sela pintu. "Tidak apa saya masuk?" Tanya Ammar ketika ia melihat satu ruangan ini isinya wanita semua. Iyap. Tim desainnya Dilsha, memanglah semuanya wanita. Bukan karena dipilih ataupun memilih, karena emang cuma ini yang berkompeten dan yang ulet menurut Dilsha.
"Silahkan, pak Ammar." Ammar pun masuk dan membuka dengan lebar pintu ruangan kerja Dilsha. Agar tidak menimbulkan fitnah - fitnah yang diluar batas. Dilsha lalu memberikan desainnya mereka ke Ammar yang berdiri saja lalu Ammar ambil. Bukan main, desainnya mereka luar biasa! Ammar langsung menelfon Zubehir dan Akin untuk bergabung bersama dalam rangka membicarakan desain ini.
Tak membutuhkan waktu yang lama, Zubehir dan Akin langsung sampai disana setelah Ammar menelfonnya. Meeting dadakan sekali! Namun kali ini Dilsha tidak membutuhkan Nihan untuk menemani dirinya. Karena disini juga ada perempuan selain dirinya.
"Baik, Zubehir dan Akin perlilhatkan hasil desain kalian." Dilsha dan Ammar sama - sama melihat desain hasil mereka berdua. Setelah melihatnya, mereka cocokkan dengan desainnya tim Dilsha. "Masterpiece." Ucap Ammar ketika melihat perpaduan dress itu menjuntai dipadukan dengan sepatu heels yang mereka desain.
"Maaf pak Ammar, apakah dari bapak juga akan memberikan desainnya?" Ammar mengangguk, "Tapi sepertinya saya akan mengeluarkan dengan desain itu sebagai limited edition." Ammar kembali menimang, "Karena dua desain ini sudah sangat cukup bagus. Kalau kita produksi semuanya, takutnya di keuangan kita nanti."
Ammar kembali diam dan memikirkannya, "Nanti kita akan bicarakan sama Pamir. Meetingnya kita tutup, sampai disini dulu." Zubehir dan Akin pun permisi duluan dan meninggalkan Ammar beserta Dilsha dan timnya.
"Terima kasih pak Ammar udah meminjamkan kami ruangan untuk bekerja. Tapi sepertinya kami harus kembali ke kantor kami, untuk mengurus produksi, pengukuran, dan foto model." Ammar mengangguk dan tersenyum. "Tidak masalah, terima kasih atas kerjasamanya bu Dilsha dan kawan - kawan semuanya." Ucap Ammar sambil melihat sekelilingnya.
"Baik kalau begitu saya permisi ke ruangan saya." Ammar menunggu Akin dan Zubehir untuk berjalan, setelahnya ia berjalan keluar ruangan tim Dilsha. Ketika Ammar sudah berada diluar, ia tersenyum sambil memegang tengkuk kepalanya. Entahlah. Entah apa yang salah dengan dirinya. "Mengagumkan sekali manusia yang tidak mau dikagumkan itu." Ucap Ammar lalu kembali tersenyum.
"Pak Ammar? Bapak baik - baik saja?" Tanya Nihan ketika melihat Ammar yang baru saja keluar dari ruangan Dilsha dengan senyuman orang jatuh cinta. Ammar tersadar lalu memandang tajam Nihan, "Tidak apa Nihan, kembali saja bekerja."Nihan mengangguk, "Tumben banget Pak Ammar senyum. Astagah. Ganteng banget!" Bisiknya lalu melihat Zubehir yang baru saja berlalu di depannya dengan menatap aneh ke Nihan. Nihan langsung melototkan matanya dan Zubehir pun bergidik ngeri melihatnya.
***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
💛💙
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
RomanceMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...