Ammar terduduk di sofa kamar rumah sakit sambil menjaga Dilsha yang masih belum sadar. Ammar berdiri dan mengangkat single sofa tersebut dekat dengan Dilsha agar kalau terjadi sesuatu, Ammar lebih sigap.
Ammar yang memerhatikan luka bakar di tangannya. Ia perhatikan lalu ia elus perlahan lukanya. Tak lama sebuah nada dering mobile phone berbunyi dan Ammar sedikit tersentak lalu mengangkatnya. Ammar mendengarkan dengan seksama ucapan orang dari seberang sana. Ammar menatap kosong dan mengeraskan rahangnya ketika mendengar penjelasan dari suara seberang sana.
Setelah selesai, Ammar mematikan mobile phonenya dan menghela napasnya kasar. Terlintas seluruh rencana yang akan ia lakukan setelah ini.
Ammar pun memejamkan matanya sejenak. Satu harian ia tidak tidur, kecuali 20 menit di mobil tadi malam saat di jemput Sukru. Ketika baru terlelap, Dilsha membuka matanya dan langsung merasakan perutnya yang sedikit ngilu. Ketika matanya terbuka dengan lebar dan ia sudah sedikit sadar, ia langsung melihat ke sisi kanannya dimana Ammar tertidur dalam duduknya. Dilsha sentuh tangan Ammar, karena hanya itu bagian tubuh yang bisa Dilsha raih saat ini.
Ammar yang merasa ada yang menyentuhnya, tersentak dan melihat Dilsha sudah membuka matanya. "Dilsha." Panggil Ammar dengan halus. Dilsha hanya memandang Ammar. Ammar berdiri lalu mengelus kepala Dilsha sambil tersenyum teduh. "Anak kita Alhamdulillah udah lahir, perempuan." Ucap Ammar. "Dia sehat, putih, mancung, mungil-" Ammar tertawa kecil mengucapkannya. Begitu gemas.
Dilsha tersenyum mendengarkannya. "Hayya." Ammar menaikkan kedua alis matanya ketika Dilsha mengucapkan sebuah nama. "Salma Hayya Tashanlar ya?" Dilsha mengangguk dan tersenyum.
"Kamu mau minum? Atau mau makan?" Dilsha menggeleng dan lama merekat terdiam hingga Dilsha membuka suara kembali. "Tadi malam sangat menakutkan, Ammar." Ammar mengangguk lembut lalu menggenggam tangan Dilsha dan ia cium. "Sama halnya dengan aku Dilsha." Dilsha menatap sendu menahan air mata melihat Ammar lalu ia julurkan tangannya untuk memeluk Ammar. Ammar pun memeluknya, walaupun hanya pelukan kecil tapi ia cukup untuk memeluk tubuhnya Dilsha. Ammar lalu mencium pipi Dilsha dan menyapu air mata yang turun di pipi Dilsha.
Jujur ia ingin memeluk Dilsha sedalam-dalamnya saat ini, karena masih diberi kesempatan untuk bisa berkumpul bersama, Dilsha alhamdulillah nya tidak ada luka apapun dan Dilsha pun dapat melahirkan dengan lancar. MasyaAllah Tabarakallah. Such a blessing. Bayangkan, pulang kerja dengan keadaan yang sudah siap-siap pulang kerumah untuk beristirahat malah berganti menjadi sebuah kepanikan luar biasa.
"Tapi alhamdulillah kita semua selamat dan sehat-sehat." Dilsha mengangguk dan tak sengaja tersenggol tangannya Ammar yang terkena luka bakar. Ammar pun tak memungkiri untuk tidak meringis. Dilsha pun langsung menarik tangan Ammar dan melihatnya. "Kamu udah kasih salep?" Ammar menggeleng. "Rasa sakit ini sampai udah nggak berasa lagi karena rasa kekhawatiranku." Dilsha mengelus tangan Ammar ketika mendengar ucapan Ammar barusan.
"Shaqil?"
"Shaqil sama papa Furkan. Nanti sebentar lagi papa sama mama kesini, mau lihat kamu." Dilsha tersenyum mengangguk.
Tak lama sebuah ketukan pintu terdengar dan seorang perawat pun masuk. "Wah ibunya sudah siuman. Alhamdulillah, kebetulan sekali anaknya udah harus diberi asi, sebentar saya bawakan kesini bayinya." Dilsha tersenyum lebar mendengarkannya.
Perawat tersebut masuk kembali dengan sebuah medical infant bed nya dan Ammar pun membantu Dilsha untuk duduk bersender, agar ia mudah untuk memberikan asinya. Dilsha meringis, karena luka perutnya masih ngilu sekali. Perawat tersebut memberikan bayinya ke Dilsha. "Nanti, setelah diberi asi, di tidurin di dada ibunya baru ditepuk dengan perlahan sekali punggung belakangnya ya pak ya ibu." Ammar dan Dilsha mengangguk. "Baik pak, baik bu saya tinggal dahulu. Nanti kalau ada apa-apa, silahkan tekan tombol call."
Dilsha pun menggendong Salma dengan perlahan dan penuh kasih dan sayang. "Masyaallah, sayang. Cantik banget kamu." Ammar tersenyum lebar dan memerhatikan dari dekat wajah anak mereka. "MasyaAllah nak. Hidung kamu mancung sekali." Ucap Dilsha sambil memberikan asinya. Ammar tersenyum lalu ia elus kepala Dilsha dengan lembut.
Ammar pun kembali duduk di sofa dan memerhatikan mereka berdua.
Setelah selesai, Dilsha pun menelungkupkan Salma di dada nya lalu ia tepuk perlahan punggungnya. Setelah selesai, Ammar dengan perlahan menaruh kembali Salma di medical infant bed nya. Pas sekali, ketika Ammar meletakkan Salma, Furkan dan Azizah datang.
Ammar pun menyalim Furkan dan Azizah. Azizah refleks memeluk Ammar, karena ia sangat khawatir sekali akan kondisi anak-anaknya pasca kejadian tadi malam. "Kamu nggak apa-apakan nak?" Ammar mengangguk dan membalas pelukan Azizah. Sungguh, nyaman sekali berada di pelukan seorang ibu. "Alhamdulillah mama, Ammar sehat-sehat begitu juga dengan Dilsha." Azizah melepaskan pelukannya dan mengelus pipi Ammar. Azizah lalu menghampiri Dilsha. Ia cium pipi Dilsha dan menitikkan air matanya. "Dilsha tidak apa-apa ma." Azizah mengangguk lalu mencium pipi Dilsha.
Furkan pun juga menepuk-nepuk bahu Ammar dan tersenyum.
Setelah sapa-menyapa, mereka langsung menggunakan masker dan antiseptik yang emang sudah tersedia di dalam ruangan ini, lalu menjumpai Salma. "MasyaAllah sayang. Lucu dan cantik sekali kamu." Ucap Azizah dan Furkan pun juga tersenyum lebar melihat Salma. Azizah yang sudah tidak tertahankan untuk menggendong Salma, pun akhirnya menggendongnya juga. Ia timang-timang dan Furkan memerhatikan cucunya itu.
"MasyaAllah, ini mah besar cakep banget ya nak?" Tanya Azizah ke Salma. "Iya dong, namanya juga ikutin genetik opa nya." Sambar Furkan dan mereka pun tertawa.
Mereka semua pun bercengkrama dan menghabiskan waktu dengan berbincang-bincang.
***
"Kamu lagi mau apa?" Tanya Ammar dengan setelan baju santainya, baggy linen pants dipadu dengan sweater. Ala-ala anak muda lah.
Dilsha menatap Ammar dan tersenyum, "Mau saham." Ammar mengangkat kedua alis matanya terkejut, diluar ekspetasi sekali jawaban Dilsha ini lalu ia pun tertawa. "Nanti kita beli yah. Kamu mau saham apa, starbucks, facebook, harley-davidson?" Dilsha tertawa kecil mendengar ucapan Ammar.
Lama mereka berdiam, hingga Ammar membuka suara. "Kamu mau bersih-bersih dan ganti baju?" Dilsha menatap Ammar. "Kamu mau emangnya bantuin aku bersih-bersih dan ganti baju?" Ammar tersenyum lalu mengecup dahi Dilsha. "Mau. Ayo." Ucap Ammar lalu membantu Dilsha untuk sedikit duduk.
Ammar mengunci pintu ruangan mereka lalu mengambil sebuah gayung dan dua handuk kecil untuk Dilsha. Perlahan ia buka baju Dilsha dan ia lap badan Dilsha dari perut ke atas.
Setelah selesai berbersih, Ammar mengeringkan tubuh Dilsha dengan menggunakan handuk yang lain yang kering. Ammar lalu mengambil pakaian dalam Dilsha dari koper. "Kamu jangan bergerak, aku mau ambil baju ganti kamu."
Tak lama, Ammar pun kembali dan memasangkan Dilsha pakaiannya dengan perlahan dan sabar. Dilsha pun hanya memerhatikan Ammar saja sedari tadi. Benar-benar, Ammar merawat dia dari awal hingga akhir. Alhamdulillah ya Allah.
Lama Dilsha terdiam memerhatikan Ammar, Ammar pun tersenyum sedikit canggung. "Kamu kenapa merhatiin aku terus? Ada yang salah aku pakai? Atau ada yang nggak enak atau kurang pas?" Dilsha menggeleng dan tersenyum, "Enggak, enggak kok." Jawab Dilsha dengan lembut. "Kamu kok bisa telaten gitu ngurusin orang sakit?"
Ammar tersenyum lalu duduk di pinggir brankar, "Oma Esma dulu sering sakit, sakit tua. Jadi mau nggak mau cuma ada aku yang ngurus Oma."
Dilsha mengangguk."Yaudah, karna kamu udah bersih-bersih udah segar, udah wangi, aku mau pergi cari makan dibawah. Kamu lagi kepengen sesuatu?" Dilsha memikirkan apa lagi ia inginkan untuk dimakan. Ia pun berakhir dengan menggeleng. "Aku belum bisa makan banyak. Kamu aja yah yang makan."
Ammar mengangguk lalu berdiri. "Nanti kalau ada apa-apa, telfon aku atau panggil suster. Ok?" Dilsha tersenyum dan mengangguk."Aku pergi dulu ya assamualaikum." Ucap Ammar dan Dilsha pun membalas salam tersebut.
***
Jangan lupa untuk VOMMENT yaa wee!
♥️♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
RomanceMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...