Dilsha memerhatikan waktu yang tepat untuk berbicara dengan Ammar saat Ammar sedang lahap memakan sarapannya. Ketika Ammar sudah menghabiskan sarapannya, barulah Dilsha bersuara. "Ammar, nanti aku izin ya pergi sama Shaqil." Ammar membersihkan bibirnya dengan serbet khusus. "Mau pergi kemana?"
"Mau beli bahan prakteknya Shaqil buat besok." Ammar mengangguk, "Jam berapa perginya?"
"Hari ini Shaqil pulang jam 2. Jadi abis pulangnya Shaqil aja ya." Jawab Dilsha. Ammar mengangguk lalu berdiri dan mencium kepala Dilsha. "Kalian berdua aja ya dulu. Soalnya nanti siang ada meeting. Hati-hati nanti. Aku sama Shaqil pergi dulu. Assalamualaikum."
Shaqil lalu menyalim Dilsha, "Mama Shaqil pergi dulu. Assalamualaikum." Ucap Shaqil lembut. Dilsha menahan Shaqil untuk tidak langsung pergi. Ia memeluk Shaqil lalu ia cium pipi Shaqil. "Waalaikumussalam. Hati - hati sayang."
***
Dilsha datang setengah jam lebih cepat dari jam keluarnya Shaqil. Sehingga ia memutuskan untuk turun dari mobil dan memilih untuk bergabung dengan ibu-ibu yang kebetulan emang mau menjemput buah hati mereka juga.
25 menit berlalu Dilsha bergabung dengan para ibu-ibu yang ada disana, Shaqil pun keluar kelas dan mendatangin Dilsha. Dilsha merundukkan tubuhnya untuk melihat Shaqil sambil mengelus punggungnya Shaqil, "Kita langsung pergi beli bahan Shaqil untuk besok?" Shaqil mengangguk.
"Yaudah yuk kita ke mobil. Shaqil nanti makannya sama ganti baju di mobil aja ya." Shaqil mengangguk dan Dilsha berpamitan dengan kumpulan ibu-ibu itu. Setelahnya Dilsha pun mengenggam tangan Shaqil menuju ke mobil mereka.
Sesampainya di mobil, Dilsha langsung menghidupkan mobilnya dan mengambil baju ganti dan bekal makan siang untuk Shaqil. Dilsha membantu Shaqil untuk membuka baju sekolahnya lalu memberikan Shaqil handuk kecil, "Mama bantuin untuk lap keringatnya ya. Biar baju gantinya nggak bau."
Shaqil mengangguk dan langsung berganti baju santai. Ketika selesai, Dilsha membukakan bekal makan siang Shaqil. "Shaqil sambil makan aja ya?"
Shaqil mengangguk lalu mengambil kotak bekalnya. "Wah Shaqil suka brokoli mama. Terima kasih mama." Dilsha tersenyum sambil mengeringkan sedikit lagi keringat yang ada di anak rambut Shaqil dengan menggunakan handuk kecil tadi.
Setelah selesai semuanya, Dilsha pun mengendarai mobilnya menuju bookstore terlengkap di kota ini ditemani dengan pertanyaan-pertanyaan Shaqil.
Tak lama mereka pun sampai. Mereka berdua langsung turun dan mencari bahan-bahan yang diperlukan. Dilsha membaca keperluan bahan untuk ujian praktek Shaqil besok hari. Sebenarnya yang membuat Dilsha bingung bukanlah dimana section yang menjual bahan-bahan tersebut. Melainkan tulisan Shaqil yang cakar ayam, sehingga sedikit memakan waktu.
Dilsha menggenggam tangan Shaqil untuk berjalan bersama. "Shaqil jalannya jangan jauh-jauh dari mama, ok?" Shaqil mengangguk. Entah mengapa sedari tadi Dilsha merasa ada suatu hal yang akan terjadi. Ia langsung beristigfar dalam hati.
Mereka berdua pun mencari bahan-bahannya Shaqil bersamaan.
Dilsha berjongkok untuk melihat bahannya dengan seksama. "Yang disuruh ibu gurunya yang mana Shaqil lihat waktu ibu gurunya jelasin?" Shaqil terdiam sambil mengingat apa yang dikatakan gurunya. Dilsha melihat Shaqil yang terdiam. Dilsha tersenyum melihat ekspresi Shaqil yang tampaknya ia tidak ingat, "Yaudah kita beli dua-duanya aja. Kalau salah biar nggak beli-beli lagi kita." Shaqil mengangguk dan tertawa.Ah tawaan seorang anak benar-benar membuat diri Dilsha hangat. Dilsha berdiri dan langsung mencari bhan yang lain. Saat sedang mencari dan melihat, Shaqil berhenti di section alat tulis. Ia mengambil sebuah spidol yang senang sekali ia beli. Ia lalu berlalu ke Dilsha. "Mama, Shaqil beli ini boleh ya?" Dilsha mengangguk.
Setelah semuanya dapat, Dilsha dan Shaqil berjalan ke kasa untuk membayar belanjaan mereka. Dilsha melihat Shaqil yang agak berjarak darinya, karena panjangnya antrian.
Ketika Dilsha selesai bayar, ia kembali menemui Shaqil yang sudah tidak ada di tempat yang tadi. Dilsha memanggil nama Shaqil perlahan sambil mencari di masing-masing section. Yang awalnya tidak panik, lama kelamaan Dilsha jadi panik. Ia lalu bertanya ke salah seorang pengunjung toko buku ini. Namun jawab dari orang tersebut tidak sesuai dengan ekspetasi Dilsha.
Dilsha masih belum ingin memberitahu ke pusat informasi mengenai hilangnya Shaqil ini, karena ia masih berprasangka bahwa Shaqil masih belum jauh dari sini. Sehingga Dilsha sedikit berjalan cepat sambil mencari Shaqil di lantai satu dan dua.
Dilsha pun menghampiri salah satu pegawai toko buku ini, "Tunjukkan saya ruang CCTV kalian."
"Maaf bu, tapi ruangan itu hanya bisa dimasuki bagi yang memiliki kepentingan saja."
"Anak saya hilang, nggak bisa lagi saya coba cek CCTV kalian?!" Marah Dilsha dan pegawai itu hanya menggeleng tetap tidak memperbolehkan Dilsha tau dimana letak ruang CCTV tersebut. Dilsha menekan pangkal hidungnya lalu memejamkan matanya. "Allah, Allah." Ucap Dilsha lalu memilih untuk menelfon Ammar.
Lama dijawab, hingga terdengar suara Ammar. "Halo Assalamualaikum Dilsha?"
"Waalaikumsalam. Kamu jangan marah dulu, aku mau nyampain sesuatu."
Ammar terdiam sepersekian detik, karena ia merasa ada sesuatu yang aneh terjadi. "Kamu lagi dimana?" Tanya Ammar langsung.
"Aku lagi di toko buku jalan gajahmada." Balas Dilsha.
Ammar langsung mematikan telefonnya dan pergi menyusul Dilsha setelah ia selesai meeting.
***
Ammar sedikit kelimpungan mencari keberadaan Dilsha dengan hanya mencari hijab maroon saja. Karena Ammar tidak ingat Dilsha memakai baju warna apa hari ini, namun ia hanya mengingat warna hijabnya saja.
Ammar langsung menelfon Dilsha. Namun sebelum ia berbicara, Dilsha lebih duluan berbicara. "Aku di parkiran." Tanpa ada embel-embel berbicara, Ammar langsung berlari ke parkiran dan mencari mobilnya.
Tak lama Ammar pun menemuinya dan melihat bahwa Dilsha tidak ada di dalam mobil. Ammar sedikit berjalan ke belakang dan melihat Dilsha terduduk di atas besi. Ia langsung menghampirinya.
Ammar mengangkat dagu Dilsha yang ternyata ia sudah menangis. "Hei apa yang terjadi?" Tanya Ammar lembut.
"Kamu jangan marah, karena aku sendiri nggak mau ini terjadi." Ammar menautkan kedua alis matanya dan langsung melihat sekeliling mereka. Ia menyadari bahwa Shaqil tidak ada disini. "Shaqil dimana? Kamu jadi pergi sama Shaqil?"
Dilsha mengangguk, "Dia hilang, Ammar. Aku tadi lagi dikasir bayar dan dia nunggu dibelakang karna terlalu panjang antrian. Pas aku balik, dia udah enggak ada." Ucap Dilsha lalu menangis.
"CCTV udah di cek?" Dilsha menggeleng, "Aku nggak diizinin."
Ammar langsung terpikir Yasemin. Karena mana mungkin, Shaqil pergi begitu saja dengan sendirinya? Karena ia sendiri masih belum tau jalan. Ammar mengeraskan rahangnya dan yakin bahwa ini semua ulah Yasemin.
Ammar berjalan mendekat, menarik tangan Dilsha perlahan untuk bangkit lalu ia memeluk Dilsha dan mencium pipi Dilsha. Ammar lalu berbicara, "Shaqil pasti ketemu. Aku akan coba suruh orang untuk lacak. Tetap berdoa, InsyaAllah tidak ada apa-apa." Ucapnya lembut dan Dilsha mengangguk lalu melepaskan pelukannya.
"Sekarang kita pulang dulu. Biar aku yang nyetir." Ucap Ammar dan menunggu Dilsha untuk berjalan masuk ke mobil. Setelah Dilsha masuk ke mobil, Ammar masuk dan langsung menelfon Sukru untuk mengambil mobilnya yang terparkir di parkiran sini juga.
Ammar memerhatikan Dilsha dengan matanya yang sendu itu. Ammar lalu mengelus tangan Dilsha. Dan Dilsha pun hanya menatap Ammar. "InsyaAllah pasti ketemu, Dilsha." Dilsha mengangguk.
***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
💙💚
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kindest Thing
RomansaMenjadi seorang single daddy bukanlah pekara yang mudah. Membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak semata wayangnya, Shaqil Tashanlar ditengah - tengah pekerjaannya sebagai CEO di suatu perusahaan sepatu yang ia rintis bersama sahabatnya dari kuliah...