11 - Esma.

2.8K 233 2
                                    

Hari sudah pagi kembali yang mengharuskan setiap insan tuhan yang masih diberikan kesempatan hidup untuk kembali beraktivitas menjalankan peran dan tanggung jawabnya masing - masing insan. Ammar yang meneguk kopi nya sembari berseluncur di safarinya serta Shaqil yang baru selesai berpakaian dan langsung ikut bergabung dengan ayahnya untuk sarapan bersama.

Shaqil melihat Ammar berbeda pagi ini, karena biasanya setelan jas dan kemeja formal yang melapisi tubuh Ammar namun sekarang hanya sebuah kemeja polo serta celana bahan kasual. "Papa hari ini enggak ke kantor?" Ammar menggeleng, "Papa hari ini mau ke pabrik, jadi papa enggak ke kantor." Ucap Ammar lalu tersenyum. "Ayo sarapan. Papa buatin scramble eggs mentega, french toast, dan susu." Ammar mengedipkan matanya sebelah dan Shaqil pun memakannya dengan lahap.

Ammar menemani Shaqil dengan berselancar di safarinya lalu beralih ke emailnya dan menunda sarapannya, karena ia memilih untuk sarapan setelah Shaqil pergi sekolah saja. Shaqil yang sudah selesai sarapan langsung memakai tasnya dan sepatunya. Ammar pun berjalan ke arahanya sambil membawa tas bekal Shaqil, "Shaqil hari ini pergi nya berdua aja ya sama Sukru?" Shaqil menatap Ammar sejenak lalu mengangguk karena ia sedang memakai sepatu.

Ketika selesai, Shaqil mengambil tas bekalnya lalu mencium punggung tangan Ammar lalu Ammar mencium pucuk kepala Shaqil, "Belajar yang baik." Shaqil mengangguk lalu berjalan keluar mobil dan Ammar pun mengantarkan Shaqil sampai ke mobil.

Sukru membukakan pintu belakang untuk Shaqil namun Shaqil menolak, "Shaqil mau duduk di depan temenin Sukru saja hari ini." Sukru mengangguk dan semakin sumringah senyumannya dan membukakan pintu penumpang depan.

"Bapak?" Tanya Sukru setelah menutupkan pintu Shaqil. "Saya hari ini bawa mobil saja." Sukru pun mengangguk lalu berpamitan. Ammar lalu melambaikan tangannya singkat ke Shaqil kemudian masuk kembali ke dalam untuk sarapan dan setelahnya ia pergi ke pabrik.

***

Ammar berjalan yang didampingin seorang manajer personalia pabrik. Ia menjelaskan bagaimana kinerja para buruh belakangan ini. Ammar pun mendengarkannya dengan seksama. Manajer tersebut lalu membawa Ammar untuk melihat alat dan mesin yang akan digunakan untuk memproduksi sepatu - sepatu yang akan menjadi koleksi terbaru Wales.

Ammar memberikan dua buah desain sepatu yang baru, hasil jerih payahnya sendiri yang mendesain tiga sepatu dalam waktu semalaman. Jujur ia tidak tidur hari ini. "Buang desain yang lama. Kita akan produksi sepatu ini." Manajer tersebut melihat desain sepatu Ammar ini benar - benar mahakaryanya manusia! Ia pun mengangguk dan langsung memberikan desain tersebut ke departemen produksinya.

Ammar memilih untuk menemui para buruh saja dan membiarkan manajer itu saja yang ke departemen produksinya. Ia pun menyapa, "Selamat pagi pak, semoga berkah." Ucap Ammar dan buruh itu pun langsung sumringah, "Aamiin. Terima kasih banyak pak telah menyelamatkan hidup kami. Anak saya alhamdulillah tidak jadi putus sekolah, karena saya sudah menerima hak saya." Ammar tertegun. Benar - benar tertegun. Seketika ia menyalahkan dirinya sendiri, yang terlalu ego.

Namun disatu sisi, Pamir lah yang tidak menceritakan apapun tentang masalah keuangan ini, sehingga Ammar tidak bisa mengambil keputusan apapun. Ammar pun tersenyum lalu menepuk perlahan bahu buruh tersebut. Ia pun berjalan kembali untuk menemui para buruh yang lain.

Banyak sekali yang mengucapkan terima kasih kepada Ammar karena telah menyelamatkan hidup mereka, karena pada akhirnya mereka masih bisa menghidupin keluarga mereka sendiri. Ammar pun menitikkan air matanya ketika mendengar semua ucapan buruh itu. Perlahan ia maafkan Pamir dalam hatinya. Karena sejatinya, Ammar bukanlah seorang yang pendendam. Dan karenanyalah hidup mereka terselamatkan. Ammar menutupkan matanya. Yang sebenarnya membuat Ammar marah besar adalah menerima tawaran dari Deniz dengan menjual desain mereka tanpa seizin Ammar.

Tak lama manajer tersebut pun kembali dan mendatangin Ammar, "Baik pak, semuanya aman dan produksi akan diproses hari ini juga" Ammar mengangguk lalu menepuk pundak manajer tersebut, "Lakukan yang terbaik, terima kasih." Manajer tersebut pun mengangguk dengan hormat. Sungguh, Ammar dimata para karyawan dan buruhnya adalah sosok yang sangat menghormati siapa pun itu. Yang muda, yang tua, sebaya. Semua sama - sama dihormatinya.

"Mulia sekali, Pak Ammar." Ucap Manajer tersebut sembari tersenyum ketika Ammar berjalan keluar dari pabrik.

***

Sehabis dari pabrik, Ammar tidak langsung pulang ke rumahnya melainkan ke sebuah rumah sederhana childhood ia dahulu. Ammar mengetuk pintu tersebut dan tak lama seorang wanita paruh baya membukakan pintunya. Senyuman tua nya langsung memberikan rasa kasih sayangnya ke Ammar. Wanita itu lalu memeluk Ammar dan Ammar pun memeluknya. "Sudah lama sekali kamu tidak kesini, nak." Ammar mengangguk. "Ammar merindukan, Oma." Esma melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Ammar, "Ayo masuk, Oma sedang masak pie."

Ammar pun masuk dan melihat foto - foto ia kecil dulu. Ah sungguh rindu sekali melihat masa kecil nya dulu. Masa kecilnya berbeda dengan anak - anak seumurannya. Ia adalah seorang anak yatim piatu yang dari Ammar lahir hingga sekarang ia tidak sempat tau siapa ayah dan ibunya. Ammar lalu diangkat oleh pasangan Esma dan Nasuh pada umur Ammar enam tahun. Namun karna rentang umur mereka sudah hampir setengah abad ketika mengadopsi Ammar, sehingga Esma dan Nasuh sepakat untuk dipanggil Oma dan Opa saja. Berkali - kali Ammar mengajak Esma untuk tinggal bersamanya agar tidak merasa kesepian, namun Esma menolak. Ya, pasti kalian bertanya kenapa merasa sendirian.

Nasuh, suami Esma meninggal ketika Ammar berumur delapan tahun. Tanpa anak dan hanya Ammar seorang diri sajalah yang menemani Esma berjualan demi menghidupi kebutuhannya. Ammar menitikkan air matanya ketika sedikit flashback childhoodnya.

Ammar berjalan ke dapur dan membantu Esma memasak pie dengan metode dan resep ancientnya. Ia pun menikmati tawaan, candaan, dan cerita - cerita Esma. "Ah anak mudaku sudah dewasa sekali." Ucap Esma yang baru saja terduduk karena sudah gampang capek berdiri terlalu lama dan menatap Ammar yang sedang mencucikan piring kotor. Tak lama, Ammar pun selesai mencuci dan membawakan satu nampan pie besar. "Ayo Oma, kita makan bareng." Oma mengangguk lalu berdiri yang dibantu Ammar. Ammar tuntun perlahan karena jalannya Oma, sambil membawa nampan pie.

Ammar menarik kursi untuk Oma lalu ia taruh nampan tersebut dan ia potong. "Oma mau Ammar ambilkan?" Esma menggeleng, "Ambillah untuk mu dulu. Biar Oma saja yang ambil untuk Oma." Ammar mengikuti apa yang disuruh Esma. Mereka berdua lalu makan sambil bercerita dan tertawa.

"Bagaimana kabar dari ibu anak mu, Ammar?"

Ammar tersenyum kecil, "Tidak ada kabar lagi Oma, sudah 3 tahun ini." Esma mengangguk - angguk. "Carilah penggantinya, karena anakmu butuh kasih sayang seorang ibu, Ammar." Ucap Esma dengan lembut dan Ammar hanya mengangguk. Beda sekali rasanya jika berbicara tentang masalah ini ke Oma. Entah mengapa Ammar lebih mau menceritakan hal ini hanya dengan Oma saja. Tidak untuk orang lain. Dan ini merupakan topik pembicaraan yanh sangat ia hindari jika orang lain bertanya tentang topik ini.

"Pilihlah yang lebih baik dari istri pertamamu. Akhlaknya, sifatnya, dan kecerdasannya." Ucap Esma. "Karena Ibu yang cerdas melahirkan penerus bangsa yang cerdas pula." Ammar mengangguk. Dan entah mengapa, pikirannya langsung tertuju ke Dilsha. Ia memejamkan matanya untuk menghilangkan pemikirannya itu. Absurd sekali.

Ammar dan Esma pun melanjutkan perbincangan mereka dan Ammar benar - benar menikmatinya.

***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
🧡💙

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang