4 - Nihan?

4.5K 331 4
                                    

Ammar membereskan semua design equipment kembali ke tempatnya. Ia merengangkan tubuhnya yang sudah duduk 2 jam lamanya, tanpa bersender sedikit pun. Ia lalu memejamkan mata dan mengusap wajahnya. Ketika ia sudah merasa sedikit lega, ia melihat anaknya yang sudah tertidur di sofa ruangan. Ia berdiri lalu duduk di ujung sofanya sembari menatap anak semata wayangnya itu.

"Kasihan sekali kamu, anak papa." Ucapnya lalu mengelus pipi Shaqil. Ia pun lalu mengecek kembali pekerjaan rumah yang telah mereka berdua kerjakan. Hanya sekedar untuk mengecek saja namun penuh ketelitian, manatau ada kesilapan yang terjadi. Ketika semuanya sudah benar, Ammar lalu menyusun buku - buku Shaqil dan ia masukkan ke dalam tas kecil yang dibawa Shaqil. Tak lupa ia membawa jas yang ia gantungkan di kursi kerjanya dan ia gantungkan ditangannya saja.

Setelahnya, Ammar mengalungkan tangan Shaqil di bahunya lalu ia gendong tubuhnya kemudian ia arahkan kaki Shaqil untuk melingkar di pinggang Ammar. Begitulah ia menggendong Shaqil, karena Shaqil sudah jauh lebih tinggi dan cepat pertumbuhannya. Tak lupa ia membawa tas kecil Shaqil dan pergi meninggalkan ruangannya, pulang.

Sesampainya di lobby seorang satpam yang berjaga shift malam, menghampiri Ammar, "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Ammar menggeleng dan tersenyum, "Tidak ada, terima kasih dan kembalilah." Satpam tersebut pun tersenyum dan memberi jalan untuk Ammar, yang lalu ia berjalan menuju mobilnya yang dimana Sukru sudah menunggu. Ia langsung turun dan membantu Ammar dengan mengambil tasnya Shaqil dan jasnya. Ammar dengan sangat berhati-hati memasukkan anaknya agar kepalanya tidak terantuk.

Ammar pun masuk dari pintu berbeda lalu menuntun perlahan kepala Shaqil untuk tidur di pahanya dan ia angkat kakinya Shaqil agar tidak menggantung ke bawah. Setelah selesai, Sukru pun mengendarai mobilnya. Diam dan tenang keadaanya. Hingga suara Ammar lah yang memecahkan keheningannya, "Kita langsung pulang saja." Ucapnya dengan tenang. "Baik, Pak." Jawab Sukru.

***

Sama seperti pagi lainnya, Ammar melakukan rutinitasnya sebagai ayah lalu sebagai seorang CEO setelahnya. Ammar berjalan dengan cepat, menuju ruangannya. Nihan yang melihat aura Ammar agak sedikit datang hantu belaunya, langsung berdiri dan menyapa Ammar, "Selamat pagi, Pak." Ammar hanya mengangguk, "Ke ruangan saya, sekarang." Ucapnya lalu masuk ke dalam ruangannya.

Nihan yang masih tersenyum hanya bisa melototkan matanya. Karena kalimat yang dilontarkan Ammar barusan adalah kalimat yang paling ia takutkan. Apa ia telah melakukan kesalahan, wee?

Ia pun memantapkan hatinya dan membawa buku agenda beserta buku catatannya lalu masuk ke dalam ruangan Ammar, yang dimana Ammar sedang membuka jas nya lalu ia gelantungkan di kursi kerjanya. Nihan yang melihatnya agak sedikit terpana dikarenakan kemeja yang dipakainya agak sedikit menepak di badannya, sehingga sedikit memperlihatkan otot - otot yang lekuk itu.

Nihan langsung menggelengkan kepalanya dan kembali berfokus.

"Apa agenda kita hari ini, Nihan?"

"Saya sudah mengirimkannya via-"

"Saya tidak sempat membaca. Bacakan untuk saya."

Nihan menelan salivanya. Ia menarik nafasnya lalu dengan mantap ia menjabarkan agenda Ammar pada hari ini. Ammar mendengarkannya sembari membaca dokumen yang telah disiapkan Nihan untuk bahan meeting. Ketika Nihan menyadari apa yang ia katakan ke Ammar barusan, bahwa seharian ini yang Ammar lakukan hanyalah meeting, meeting, dan meeting. Bahkan 24 jam ini bisa bisa non-stop.

"Pak, sepertinya kita harus cancel 5 meeting, agar bapak bisa beristirahat." Ammar menggeleng, "Jadikan satu hari 26 jam." Nihan membelalakkan matanya, yang benar saja?!

Tak lama sebuah dobrakan pintu terdengar dan memunculkan Pamir dengan kacamata hitamnya yang bertengger di hidungnya, "Buenos Diaz!" Ammar langsung memegang dahinya dan menyuruh Nihan untuk keluar dari ruangannya.

"Apa kabar bagian desain? Bagian keuangan sampai saat ini aman dan terkendali." Jelas Pamir sembari mendudukkan dirinya di sofa ruangan ini. Ammar hanya mengangguk, "Aman dan terkendali."

Pamir mengangguk - angguk, "Ya udah deh aku mau ke ruanganku. Jangan lupa jam 11 kita meeting sama Ibu Dilsha, di sini." Pamir mengedipkan matanya lalu keluar dengan jalannya yang khas slengekan.

***

Nihan yang masih menikmati cokelatnya hanya bisa memejamkan matanya ketika cokelat itu sangat - sangat lumer dimulutnya. "Aih, ini cokelat, sungguh!" Ucapnya lalu memejamkan matanya kembali. "Sangat - sangat membantu, untuk menenangkan diri di pagi hari sejenak."

Karena keasikan memejamkan matanya gara - gara cokelat, sampai - sampai ia tidak menyadari bahwa Dilsha sudah berdiri dan hendak bertanya ke Nihan. Dilsha tidak mau menganggu kenikmatan yang dapat dilihat dari raut wajahnya Nihan, dan ia memilih untuk menyaksikan Nihan saja.

Ketika Nihan membuka matanya dan tak sengaja ia melihat Dilsha. Namun karena ia belum fokus juga, ia kembali menggigit cokelatnya. Hingga sebuah suara wanita itu terdengar, "Dimana ruangannya Pak Ammar?" Nihan sedikit takut untuk melihat kembali wajah wanita ini. Karena kalau ia tidak salah tadi, ia seperti melihat wajah Ibu Dilsha! Gawat!

Nihan dengan perlahan melihat wajah wanita itu lalu dengan tergopoh meletakkan cokelatnya, membersihkan bibir dengan tangannya secara cepat. Ia lalu berdiri dan tersenyum, "Disini, Ibu Dilsha." Ucapnya sembari menunjuk ruangan Ammar. Dilsha mengangguk dan sedikit menahan tawanya ketika ia melihat ada sebuah cokelat yang masih menempel di giginya. Merasa aneh dengan gelagatnya Dilsha, ia pun mengambil cermin dan melihat apa yang aneh dari dirinya.

"Nihan, Nihan. Kenapa suka buat malu diri sendiri sih?" Tanyanya monolog sambil membersihkan giginya dengan lidah. "Untung Ibu Dilsha anggun, cantik lagi. Duh. Kalau nggak dah tak pites juga."

***

Dilsha mengetuk pintu ruangan Ammar namun tidak langsung masuk, melainkan ia memanggil Nihan untuk masuk bersamanya. Nihan sedikit bertanya - tanya, mau diapakan dia di dalam sini. Kecemasan yang luar biasa yang dirasakan Nihan saat ini. Ia takut bahwa Dilsha akan melaporkannya ke Ammar akibat dari attitude yang sangat tidak etis tadi.

Ammar mendongakkan kepalanya ketika melihat Dilsha dan Nihan masuk. First impression yang diucapkan di hati Ammar, ialah Masyaallah. Ia lalu menatap ke lain objek, karena ia merasa segan untuk menatap lama Dilsha.

"Selamat datang, Ibu Dilsha." Ucapnya lalu tersenyum namun tidak to the point ke Dilsha senyumannya. Dilsha hanya mengangguk dan melihat Nihan yang masih saja berdiri, sedang ia sudah duduk. "Nihan?" Nihan mendongakkan kepalanya menatap Dilsha, "Sini duduk temani saya meeting." Nihan mengangguk dan duduk perlahan sembari menatap Ammar yang sedang melihatnya kembali. Ia dengan takut langsung
Mengalihkan matanya untuk menatap bawah saja.

"Sebentar, kita sedang menunggu Pamir dan beberapa karyawan desain. Setelah itu kita lanjut meetingnya." Jelas Ammar lalu mengambil mobile phonenya untuk menelfon Pamir.

***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
🧡💙

The Kindest ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang